Kumpulan Kisah Waliyulah dan orang soleh [Bagian 9]
Ali al-Khowwash
Syekh Ali al-Khowwash adalah termasuk salah satu waliyullah paling tenar dari daerah Burullus di Profinsi Kafr Syekh. Di sekitar pesisir Burullus terdapat banyak kelompok para wali yang disebut al-Syurofa' al-Amiriyyah. Al-Maqrizi mengatakan : "Mereka berasal dari suku Quraisy dari Bani Adiy dan Ka'ab, sebagian dari mereka ada yang memegang dinas rahasia raja-raja Turki (Usmaniyyah) di Kairo dan Damaskus selama kira-kira seratus tahun".
Lahir untuk zuhud
Syekh Ali al-Khowwash tumbuh dalam keluarga miskin yang menyebabkan ia harus menekuni pekerjaan rendahan agar bisa makan pada hari itu. mula-mula ia keliling menjual sabun dan korma. Setelah pindah ke Kairo beliau membuka toko minyak untuk beberapa tahun. Untuk selanjutnya beliau membuat keranjang, karena inilah beliau disebut dengan al-Khowwash (pembuat keranjang) sampai beliau meninggal. Beliau sama sekali tidak memakan makanan para penguasa yang dhalim maupun kroninya. Beliau tidak menggunakan uang para penguasa untuk kepentingan dirinya dan keluarga. Beliau menerima untuk kemudian memberikannya pada para janda, orang tua dan orang yang tidak mampu bekerja.
Diceritakan suatu ketika mata beliau bengkak agak parah, tapi beliau tetap saja membuat keranjang, lalu datanglah seorang kaya dengan memberi uang kepadanya, sambil mengatakan: "Wahai tuanku belanjakanlah uang ini, istirahatlah sampai kedua mata tuan sembuh", Ali al-Khowwash menjawab: "Demi Allah saya dalam kedaan semacam ini (sakit), saya merasa tidak nyaman dengan penghasilan saya, apalagi dari penghasilan orang lain".
Bahkan dalam kekurangan, Syekh Ali al-Khowwash sangat dermawan dan rendah hati. Setiap hari jumat beliau selalu berkhidmah untuk masjid-masjid, bersedekah pada orang-orang fakir dan yang membutuhkan dengan tanpa memperhitungkan berapa yang ia keluarkan dan bagaimana ia nanti makan. Ia juga mewajibkan dirinya mengerjakan hal-hal yang terkait dengan sentral pengatur air yaitu membersihkan dan mensucikannya. Hal ini sebelum datang musim banjir.
Syekh as-Sya'rani, murid kesayangan wali agung ini bercerita :"Syekh Ali al-Khawwas menyapu masjid, membersihkan kamar kecil. Beliau juga menyapu sentral pengatur air (sungai nil di pulau Raudhah) setiap tahunnya. Pada hari itu beliau banyak membagikan rezeki pada fakir miskin. Beliau membagi-bagikan gula dan manisan pada setiap petugas penjaga sentral pengatur air dan orang-orang sekitarnya. Setelah itu beliau turun, melepas tutup kepala dan berwudhu dengan air tersebut sambil menangis dan meratap bagaikan pohon bambu yang di ombang-ambingkan angin. Sebentar kemudian beliau naik untuk sholat dua rakaat. Beliau memerintahkan para muridnya untuk turun ke bawah membersihkan tangga sentral pengatur air, sedangkan beliau sendiri mengangkat tanah liat yang ada di bawah tangga itu dengan tanpa mau dibantu.
Beliau mempunyai satu jubah dan satu peci kecil. setahun sekali beliau mencucinya. "Semua ini untuk menghemat sabun untuk orang miskin", papar beliau suatu ketika tentang jubah dan pecinya itu.
Keilmuan Al-Khowwas
Ali al-Khowwas bukanlah orang yang mengenyam bangku sekolah. Dia bahkan tidak bisa baca tulis. Sufi agung ini rupanya seorang yang buta huruf. Kendati demikian para ulama heran dan takjub dengan kealiman beliau. Syekh kita ini sangat mahir dalam mengupas Alquran dan Hadis. Ulasan beliau bisa disaksikan dalam kitab karangan muridnya Syekh Abdul Wahhab asy-Sya'roni. “Banyak sekali kami menulis dalam kitab al-jawahir wa al-duror semua jawaban beliau, yang mana para ulama' besar kesulitan menjwabnya, sehingga membuat kagum para ulama seperti Syekh Syihabuddin al-Futuhi al-Hambali, Syihabuddin bin al-Syalabi al-Hanafi, Syekh Nasiruddin al-Laqoni al-Maliki, Syekh Syihabuddin al-Romli as-Syafi'iy", demikian cerita Syekh Sya'roni tentang gurunya itu.
Lebih jatuh Syekh al-Futuhi mengatakan: "Saya telah bergelut dengat ilmu selama 70 tahun, tidak terlintas dalam hatiku,- bukan pertanyaan juga bukan jawaban- sesuatu masalah seperti yang ada dalam kitab al-jawahir wa al-duror".
Tentang keilmuan, beliau mempunyai pendapat yang berbeda dengan kebanyakan ulama'. "Seseorang tidak bisa dikatakan berilmu kalau ilmunya itu didapatkan dari orang lain. Orang yang berilmu adalah orang yang tidak pernah mengambil ilmu dari orang lain. Ilmunya asli, langsung dari Allah. Orang yang mendapatkan ilmu dari orang lain hakikatnya hanyalah menceritakan pendapat orang tersebut. Namun orang itu akan tetap mendapatkan pahala, yaitu pahala orang yang membawa dan menyebarkan ilmu bukan pahala orang alim. Dan Allah tidak menyia-nyiakan pahalanya orang yang berbuat kebaikan".
Ilmu Syekh Ali al-Khowwas tidak terpokuskan pada ilmu syariat saja, tetapi beliau juga mahir dalam ilmu kedokteran, beliau bisa menyembuhkan penyakit lepra, lumpuh dan penyakit yang sukar lainnya, setiap apa yang disarankan untuk dijadikan obat sangat manjur hasilnya.
Ali al-Khowwas dan tasawuf
Dalam masalah tasawwuf sufi agung yang buta huruf ini juga mempunyai komentar menarik : "Seseorang tidak akan sampai pada jajaran ahli Thariqat kecuali dia alim dalam ilmu syariat, mujmal mubayyannya, nasikh mansukhnya, khos dan ammahnya. Orang yang tidak mengetahui salah satu dari hal-hal tersebut dia gugur dari jajaran para tokoh thariqat". Mendengar pernyataan semacam itu murid kesayangannya, Sya'roni bertanya: "Kalau begitu para syekh sekarang jatuh dari derajat ini, sebab mereka buta dalam masalah syari'at ?, beliau menjawab: "itu memang benar, mereka mengarahkan manusia pada sebagian jalan agama saja. Padahal mutashawwif adalah orang meskipun sendirian, dia mampu memberikan apa yang dibutuhkan masyarakat baik masalah syari'at maupun hakikat".
Kecerdasan tokoh satu ini menyangkut juga dalam masalah al-kholwah. Dalam hal ini beliau mengatakan : "Menyendiri, menyepi dengan Allah SWT saja yang dalam dunia sufi terkenal dengan nama sebutan al-kholwah tidak mungkin dilakukan kecuali oleh wali al-Qutb al-Ghouts pada setiap masa. Ketika badannya berpisah dengan nur-nya dan berpindah ke alam akhirat, Allah SWT mengganti sang wali tersebut dengan wali lainnya. Allah SWT sama sekali tidak menyendiri dengan dua orang dalam satu masa.
Agaknya pendapat ini selarasa dengan yang terjadi pada diri Syekh Abdul Qadir Jailani yang terkenal dengan munajatnya "Anta wahidun fis sama' wa ana wahidun fi-al ardh (Engkau sendirian berkuasa di langit-Mu Ya Allah, dan aku sendirian di bumi tanpa penolong selain-Mu Ya Allah).
Dalam hubungan murid dengan guru (sykeh-mursyid) beliau mengutarakan: "Seharusnya para murid itu mengutarakan penyakit hatinya pada gurunya. Kalau dia mempunyai hati yang jelek, gurunya akan menunjukkan jalan kesembuhannya. Kalau dia tidak melakukan hal itu karena malu, ada kemungkinan dia mati dengan penyakitnya itu". Beliau juga mengatakan: "Kalau kalian ditanya tentang guru kalian, jawablah: "kami adalah pembantunya" dan jangan menjawab "kami adalah temannya(shohib)" karena kedudukan suhbah (pertemanan ) itu sangat tinggi".
Beliau mempunya banyak perkataan yang belum diucapkan oleh siapapun. Suatu ketika ia berbicara tentang epistem manusia. " al-Idrok (Ilmu pengetahuan) adalah sifat akal. Pendengaran, penglihatan, perasaan dan penciuman, kesenangan dan marah adalah sifat nafsu. Mengingat, senang, pasrah, dan sabar adalah sifatnya ruh. Fitrah, cahaya, hidayah, keyakinan adalah sifat rahasia (as-sir). Akal, nafsu, ruh, sir, semua itu adalah sifat manusia".
Masjid Ali al-Khowwash
Masjid Ali al-Khowwash, asalnya adalah Zawiyyah-nya Syekh Barakat al-Khoyyat,yang didirikan oleh muridnya yaitu Syekh Ramadlan, di depan Bab al-Futuh, tapi ketika Syekh Ali al-Khowwas di semayamkan di situ, maka masjid tadi menjadi terkenal dengan sebutan masjid al-Khowwash.
Sayyid Alwi bin Salim Al-Idrus
Sayyid Alwi bin Salim Al-Idrusi lahir di kota Malang Jawa Timur dari pasangan Habib Salim bin Ahmad dengan Hababah Fatimah. Tak heran jika kelak Sayyid Alwi menjadi ulama besar yang sarat dengan karisma. Disamping berkah kewara'an kedua orang tuanya, beliau sendiri, juga karena memang ibunda beliau pernah mendapat bisyaroh (khabar gembira) di kala mengandungnya.
Sejak kecil Habib Alwi telah menunjukan kecintaan dan kepeduliannya terhadap ilmu. Menuntut ilmu beliau geluti tanpa mengenal lelah. 'Tiada Hari Tanpa Belajar', demikianlah mungkin motto beliau semasa muda. Kapan dan di manapun beliau senantiasa belajar. Begitu urgen ilmu di mata Habib Alwi, hingga akhir hayatpun beliau senantiasa setia merangkulnya.
Habib Alwi lebih banyak belajar kepada Al 'Allamah Al Quthb Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih. Seorang ulama terkemuka yang mendapatkan sanjungan dari salah seorang maha gurunya Al Habib Alwi bin Abdulloh bin Syihab, _"Wabilfagiihi fil fighi kal adzro'i, wa fittashowwufi wal adabi muttasi'i". Marga bilfagih (Hb. Abdul Qodir) dalam bidang fiqih bagai Imam Adzro'i, Dan dalam ilmu tasawuf serta kesusastraan bak lautan yang tak bertepi.
Habib Alwi adalah figur yang akrab dengan akhlaqul karimah. Apabila bertemu dengan muslim, beliau senantiasa menebar salam lebih dahulu. Dengan siapapun beliau selalu berkomunikasi dengan tutur kata yang halus dan sopan, bahkan sering kali tutur katanya membuat hati yang mendengarkan menjadi tenang. Sikap yang lemah lembut dan rendah hati senantiasa menghiasi hari-harinya. Tidak berlebihan jika beliau disebut sebagai Bapak anak yatim, kasih sayang dan kepedulian kepada mereka sangat kental dengan pribadi Hb. Alwi.
Keluhuran akhlaq dan keluasan ilmunya mampu melunakkan hati semua orang, kafir sekalipun. Suatu saat ada seorang non-muslim keturunan Tionghoa bertandang di kediaman beliau guna mendiskusikan ajaran agama islam. Dengan ramah dan senang hati Hb. Alwi menemuinya dan mengajaknya berkomunikasi dengan tutur kata dan akhlaq yang luhur. Mendengarkan penjelasan dan petuah-petuahnya orang tersebut tercengang dan terkesima. Seketika ia memantapkan hati menyatakan diri memeluk agama islam.
Dalam urusan mengajar dan berdakwah Hb. Alwi senantiasa berada di barisan terdepan. Sakit, hujan ataupun sedikitnya yang hadir dalam majlis beliau, semuanya tak mengurangi sedikitpun semangat bahkan keikhlasannya dalam mengajar dan berdakwah. Suatu ketika Habib 'Alwi mengajar di desa Gondanglegi Malang. Dalam perjalanan menuju desa tersebut hujan turun sangat lebat. Melihat kondisi demikian, salah seorang murid beliau yang menyertainya ketika itu mengusulkan agar majlis tersebut ditunda. Namun tidak demikian dengan Habib Alwi, karena beban dan tanggung jawab sebagai pengemban risalah nabawiyah, beliau tetap konsisten. Ironisnya, ketika sampai di tempat, ternyata yang hadir saat itu hanya segelintir manusia. Meskipun demikian Hb. Alwi tak patah semangat.
Bagi Hb. Alwi, apalah artinya semangat jika tanpa disertai keikhlasan. Pernah Habib Alwi diundang ceramah di wilayah Sukorejo. Beliau berangkat tidak dijemput dengan mobil mewah layaknya para muballigh lainnya. Tapi beliau hanya dijemput oleh salah seorang utusan panitia. Nanum, dengan landasan ikhlas yang tinggi dan ditopang semangat juang yang gigih, beliau berangkat ke Sukorejo hanya dengan mengendarai oplet, demi misi syiar islam.
Kesederhanaan memang tersirat dalam diri Habib Alwi. Memang untuk urusan mengajar beliau bukan tipe ulama yang perhitungan. Di mana dan kapanpun selagi tidak ada udzur syar'i. Siapapun orangnya yang meminta sampai harus naik apa, beliau bersedia hadir. Tidak jarang beliau diundang oleh orang miskin, di pelosok desa yang penuh rintangan, naik dokar sekalipun Habib Alwi menyanggupinya.
Hampir setiap sore terutama hari kamis Hb. Alwi memberikan pengajian di masjid Jami' Malang. Takmir masjid tidak menyediakan mobil jemputan untuk Hb. Alwi. Untuk itu beliau rela pulang pergi dari rumah ke masjid dengan naik becak.
Da'wah Hb.Alwi melegenda ke segenap lapisan masyarakat. Mereka mengenal sosok Hb. Alwi sebagai ulama' yang memiliki kepribadian yang santun dan bersahaja. Maka tak heran jika beliau memiliki pengaruh kuat yang membuahkan hasil perubahan dan peningkatan. Keberaniannya dalam menyatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil mampu menembus dinding baja ruang kerja para pejabat pemerintah. Ketika ada di antara mereka yang bertindak semau gue tanpa mengindahkan syariat agama islam, beliau tidak segan-segan menegurnya.
Demi misi dakwah, Habib Alwi sanggup merelakan segalanya. Dalam hidupnya beliau tidak ingin merepotkan siapapun. Lebih-lebih ketika berdakwah di pedesaan, beliau membawa makanan sendiri dan dibagi-bagikan kepada hadirin. Hampir setiap hari, dalam pengajian yang beliau gelar di kediamannya, Hb. Alwi menjamu para santrinya. Belum lagi ketika beliau mengadakan pengajian secara mendadak, maka beliau tidak segan-segan untuk merogoh koceknya sendiri demi langgengnya dakwah islamiyah. Begitu ramah dan supelnya Hb. Alwi, sehingga tukang becak atau pengemis sekalipun tidak merasa sungkan bertamu kepada beliau. Lebih heran lagi, Hb. Alwi tidak pernah membeda-bedakan tamunya, ini pejabat, ini tukang becak dan sebagainya. Beliau menghormati semua tamunya dengan pelayanan yang proporsional. Sebagai tuan rumah beliau tidak segan-segan mengeluarkan sendiri hidangan untuk tamunya.
Suatu ketika ada seorang pengemis bertamu kepada Hb. Alwi. Kala itu beliau sedang istirahat siang sementara beberapa santrinya berjaga-jaga di serambi rumah beliau. Rupanya sang pengemis tersebut bersikeras ingin bertemu sang Habib sekalipun para santri tidak mengizinkannya. Namun akhirnya pun sang pengemis angkat kaki dari rumah Hb. Alwi membawa kekecewaan yang mendalam. Rupanya Hb.Alwi mengetahuinya. "Tadi ada tamu pengemis ya?", tanya Hb.Alwi kepada santrinya. "Iya Bib, tapi habib sedang istirahat", jawab salah seorang santrinya. "Kenapa tidak membangunkan saya? Iya kalau yang datang tadi pengemis betulan, kalau ternyata Nabiyulloh Khidir as?", tegas Hb. Alwi.
Habib Alwi meninggal pada tahun 1995M dan dimakamkan di pemakaman Kasin Malang di sebelah utara kubah maha gurunya Al 'Arif billah Al Quthb Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih.
Al Habib Nuh bin Muhammad Al Habsyi
Dikisahkan bahwa Kiyai Agung Muhammad bin ‘Abdullah as-Suhaimi BaSyaiban memang selalu mengamalkan bacaan maulid Junjungan Nabi s.a.w., tetapi kadangkala beliau meninggalkannya.
Pada satu malam, beliau bermimpi dan dalam mimpi tersebut beliau bertemu dengan Junjungan Nabi s.a.w. dan Habib Nuh yang ketika itu sudah pun berpulang ke Rahmatullah. Dalam mimpi tersebut, Habib Nuh sedang mengiringi Baginda Nabi s.a.w. yang sedang berjalan di hadapan rumah Kiyai Agung, lalu Habib Nuh pun berkata kepada Baginda Nabi s.a.w.: “Ya RasulAllah, marilah kita ziarah rumah kawan saya Muhammad Suhaimi.”
Tetapi Junjungan Nabi s.a.w. enggan berbuat demikian sambil bersabda: “Saya tak hendak menziarahinya kerana Muhammad Suhaimi ini selalu lupakan saya, karena dia selalu meninggalkan bacaan maulid saya.” Habib Nuh merayu kepada Baginda Nabi s.a.w.: “Saya bermohonlah kepada tuan supaya dia diampuni.” Setelah itu baharulah Junjungan Nabi s.a.w. mahu masuk dan duduk di dalam rumah Kiyai Agung. Inilah kisah mimpi Kiyai Agung, selepas isyarat mimpi itu, maka Kiyai Agung tidak lagi meninggalkan bacaan maulid, hatta dalam pelayaran sekalipun dan walaupun hanya 2 atau 3 orang sahaja dalam majlis pembacaan tersebut.
Ini cerita mimpi, percaya atau tidak terpulanglah, kuceritakan kisah ini sebagai pengenalan kepada ketinggian maqam seorang waliyUllah yang bermakam di Singapura. Beliau yang kumaksudkan dan kuharapkan keberkatannya bagi diriku dan ahli keluargaku serta sekalian muslimin adalah Habib Nuh bin Muhammad al-Habsyi yang hidup sekitar tahun 1788M - 1866M.
Makam beliau terletak di Palmer Road, Tanjong Pagar, Singapura. Keistimewaan Habib Nuh al-Habsyi makin tersohor apabila kerajaan Singapura sewaktu pembinaan lebuh raya coba untuk memindahkan makam beliau tetapi gagal. Akhirnya, makam beliau dibiarkan dan sehingga kini terus di bawah penjagaan Majlis Ugama Islam Singapura.
Habib Nuh al-Habsyi wafat pada hari Jum'at, 14 Rabi`ul Awwal 1283H. Sebelum meninggal, beliau telah mewasiatkan agar dikebumikan di atas sebuah bukit kecil di Jalan Palmer tersebut. Wasiat ini dipandang ganjil kerana tempat yang ditunjukkannya itu adalah terpencil daripada perkuburan orang Islam dan berada di tepi laut yang terdedah kepada pukulan ombak dan hakisan laut. Maka ahli keluarga beliau memutuskan agar jenazahnya dimakamkan saja di tanah perkuburan biasa. Setelah selesai urusan jenazah dan ketika hendak dibawa ke tanah perkuburan biasa, jenazah beliau tidak dapat diangkat oleh orang yang hendak membawanya. Diceritakan puluhan orang cuba untuk mengangkat jenazah tersebut, semuanya gagal. Akhirnya mereka diperingatkan agar mematuhi sahaja wasiat Habib Nuh berhubung tempat pengkebumiannya. Maka apabila jenazahnya hendak dibawa ke tempat menurut wasiatnya tersebut, maka orang-orang yang membawanya merasa jenazahnya amat ringan dan mudahlah mereka mengusungnya. Tahun 1962, kerajaan Singapura telah menambak dan menebus guna laut sekitar makam Habib Nuh, dan sekarang makam tersebut berada di tengah daratan dan bukan lagi tepi laut. Makam beliau tetap terpelihara sehingga sekarang dan menjadi tempat ziarah bagi mereka-mereka yang mencari keberkahan seorang sholih lagi wali.
Karamah Habib Nuh al-Habsyi zahir sewaktu hayatnya lagi. Diceritakan bahawa pernah beliau dipenjarakan oleh penjajah orang putih. Anehnya, Habib Nuh boleh berada di luar penjara pada bila-bila masa sahaja yang dia kehendaki, walaupun dalam penjara kaki dan tangannya dirantai. Walaupun ditangkap semula, beliau tetap dapat keluar dari penjara, sehingga penjajah tidak betah lagi untuk memenjarakan beliau kerana penjara tidak lagi mempunyai apa-apa arti buat beliau.
Diceritakan lagi bahwa pada satu ketika ada seorang saudagar yang sedang dalam pelayaran ke Singapura. Dalam pelayaran, kapalnya telah dipukul ribut kencang. Dalam suasana cemas tersebut, saudagar itu berdoa kepada Allah agar diselamatkan kapalnya dari ribut tersebut dan dia bernazar jika sekiranya dia selamat sampai ke Singapura dia akan menghadiahkan kain kepada Habib Nuh. Alhamdulillah, dia dan dagangannya diselamatkan Allah dari keganasan ribut tersebut. Setibanya di Singapura, dia hairan kerana Habib Nuh telah sedia menunggu kedatangannya di pelabuhan dan memintanya melaksanakan nazar yang telah dibuatnya di tengah laut itu.
Diceritakan lagi bahwa seorang yang hendak belayar membawa dagangan yang mahal mengikut sebuah kapal telah menghadap Habib Nuh memohon doa agar pelayarannya selamat. Habib Nuh dengan keras melarang dia membawa dagangannya tersebut. Memandangkan ketegasan Habib Nuh tersebut, maka saudagar tersebut tidaklah jadi membawa dagangannya dengan kapal tersebut. Tidak berapa lama selepas kapal tersebut berlepas, penduduk Singapura dimaklumkan bahawa kapal tersebut telah terbakar dan tenggelam.
Banyak lagi kejadian aneh yang dihubungkan kepada karamah Habib Nuh ini. Walau apa pun khawariqul adah yang berlaku pada dirinya, maka itu bukanlah tuntutan kita. Yang pasti, sejarah telah menyaksikan bahawa Habib Nuh al-Habsyi adalah seorang sholeh yang taat kepada ajaran Islam. Apa yang kita citakan ialah agar dapat mencontohi jejak langkah beliau dalam menuruti perjalanan para leluhurnya sambung-menyambung sehingga ke hadhrat Junjungan Nabi s.a.w. Mahabbah kepada para sholihin adalah dituntut dan ingat seseorang itu nanti akan berada bersama orang yang dikasihinya. Sesungguhnya istiqamah atas agama itu lebih baik daripada 1000 kekeramatan mencarik adat. Karamah maknawi itu lebih bermakna dari karamah hissi. Mudah-mudahan keberkatan Habib Nuh al-Habsyi mengalir terus kepada kita dan anak keturunan kita, keberkatan yang dengan sebabnya diharap Allah memandang kita dengan pandangan rahmat dan kasih sayangNya.
Habib 'Abdur Rahman bin Ahmad bin 'Abdul Qadir as-Saqqaf
Hari Senin, waktu Dzuhur tanggal 7 Rabi`ul Awwal 1428H (26 Mac 2007) kembali seorang lagi ulama kita ke rahmatUllah. Habib 'Abdur Rahman bin Ahmad bin 'Abdul Qadir as-Saqqaf dilahirkan di Cimanggu, Bogor. Beliau telah menjadi yatim sejak kecil lagi apabila ayahandanya berpulang ke rahmatUllah dan meninggalkan beliau dalam keadaan dhoif dan miskin. Bahkan beliau sewaktu-waktu terkenang zaman kanak-kanaknya pernah menyatakan: "Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya. Waktu Lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak punya sandal apa lagi sepatu."
Tapi kemiskinan tidak sekali-kali menghalangi beliau dalam menuntut ilmu agama. Bermula dengan pendidikan di Jamiat al-Khair, Jakarta, dan seterusnya menekuni belajar dengan para ulama sepuh seperti Habib 'Abdullah bin Muhsin al-Aththas rahimahUllah yang lebih terkenal dengan panggilan Habib Empang Bogor. Beliau sanggup berjalan kaki berbatu-batu semata-mata untuk hadir pengajian Habib Empang Bogor. Selain berguru dengan Habib Empang Bogor, beliau turut menjadi murid kepada Habib 'Alwi bin Thahir al-Haddad (mantan Mufti Johor), Habib 'Ali bin Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Ali bin Husein al-Aththas (Habib Ali Bungur), Habib Ali bin 'Abdur Rahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) dan beberapa orang guru lagi. Dengan ketekunan, kesungguhan serta keikhlasannya, beliau dapat menguasai segala pelajaran yang diberikan dengan baik. Penguasaan ilmu-ilmu alat seperti nahwu telah membuat guru-gurunya kagum, bahkan menganjurkan agar murid-murid mereka yang lain untuk belajar dengan beliau.
Maka bermulalah hidup beliau menjadi penabur dan penyebar ilmu di berbagai madrasah sehinggalah akhirnya beliau mendirikan pusat pendidikan beliau sendiri yang dinamakan Madrasah Tsaqafah Islamiyyah di Bukit Duri, Jakarta. Dunia pendidikan memang tidak mungkin dipisahkan dari jiwa almarhum Habib 'Abdur Rahman, yang hampir seluruh umurnya dibaktikan untuk ilmu dan pendidikan sehingga dia disebut sebagai gurunya para ulama. Sungguh almarhum adalah seorang pembimbing yang siang dan malamnya menyaksikan keluhuran akhlak dan budi pekertinya, termasyhur dengan kelembutan perangainya, termasyhur dengan khusyu'nya, termasyhur dengan keramahannya oleh segenap kalangan masyarakat, orang-orang miskin, orang kaya, pedagang, petani, kiyai, ulama dan orang-orang awam yang masih belum mendapat hidayah pun menyaksikan kemuliaan akhlak dan keramahan beliau rahimahullah, termasyhur dengan keluasan ilmunya, guru besar bagi para Kiyai dan Fuqaha di Indonesia, siang dan malamnya ibadah, rumahnya adalah madrasahnya, makan dan minumnya selalu bersama tamunya, ayah dan ibu untuk ribuan murid-muridnya.
Selain meninggalkan anak-anak kandung serta ribuan murid yang menyambung usahanya, beliau turut meninggalkan karangan-karangan bukan sahaja dalam Bahasa 'Arab tetapi juga dalam Bahasa Jawa dan Sunda. Karangannya pula tidak terbatas pada satu cabang ilmu sahaja, tetapi berbagai macam ilmu, mulai dari tauhid, tafsir, akhlak, fiqh hinggalah sastera. Antara karangannya yang dicetak untuk kegunaan santri-santrinya :
1. Hilyatul Janan fi hadyil Quran;
2. Safinatus Sa`id;
3. Misbahuz Zaman;
4. Bunyatul Ummahat; dan
5. Buah Delima.
Maka bulan mawlid tahun ini menyaksikan pemergian beliau ke rahmatUllah. Mudah-mudahan Allah menempatkan beliau bersama para leluhur beliau sehingga Junjungan Nabi s.a.w. dan semoga Allah jadikan bagi kita yang ditinggalkannya pengganti.
Syech Yusuf al makasari
Cikal bakal pendekar pendekar Banten yang terkenal sakti tak lepas dari upaya Syech Yusuf al makasari. Ulama kelahiran Bugis Makasar ini lama menetap di Banten dan menjadi Kaki tangan Sultan Ageng Tirtayasa berjuang bersama dalam mensyiarkan Islam dan melawan Penjajahan belanda. Sekitar tahun 1670 sekembalinya dari timur tengah Syech Yusuf al makasari tinggal di banten dan menikah dengan Putri Sultan Ageng Tirtayasa. Kedalaman ilmu yang dimiliki Syeck Yusuf menjadikan Beliu begitu cepat terkenal dan menjadikan Banten sebagai Pusat pendidikan Islam. Banyak Murid murid yang berdatangan dari berbagai penjuru negri untuk belajar kepada Syech Yusuf . Disamping mengajarkan tentang ilmu-ilmu syariat beliau juga mengajarkan ilmu beladiri untuk berjuang bersama melawan penjajah Belanda.
Putra Bugis sulawesi lahir di tallo 13 jui 1627 ,Ayahnya bernama Abdulloh dan ibunya bernama Aminah, sejak kecil di didik dalam lingkungan yang islami belajar kepada ulama-ulama setempat namun yang menarik perhatiaannya adalah kecintaannya untuk memperdalam ilmu tasawuf. Menginjak remaja beliau belajar kepada seorang ulama terkenal di Makasar bernama Syech Jalaludin al aidit. Tahun 1644 Syech yusuf dengan menumpang kapal melayu belayar menuju Timur tengah untuk memperdalam ilmu-ilmu agama. Di Damaskus beliau berguru kepada Syech Abu al barkah dan gurunya tersebut yang memberi nama syech yusup dengan “Al makasari” serta memberikan ijazah Tarekat Khalwati kepadanya. DI samping belajar syech yusul al makasri juga mengajar di Mekkah kepada santri-santri yang berasal dari indonesia . Konsep tasawuf yang di ajarkan Syech Yusuf tentang Pemurnian kepercayaan pada keesaan Tuhan sangat menarik minat pelajar-pelajar yang berada di Mekkah . Menurut Syech Yusuf bahwa Tauhid adalah komponen penting dalam ajaran Islam maka bagi yang tidak percaya tentang tauhid dikategorikan sebagai kafir. Hakekat Tuhan sendiri menurut Syech Yusuf adalah kesatuan dari sifat-sifat yang saling bertentangan dan tak seorangpun dapat memahami Sirr ( rahasia) kecuali mereka yang telah di beri Kasyaf oleh Tuhan. Beliau menegaskan bahwa seseorang yang mengamalkan Syariat itu lebih baik daripada orang yang mengamalkan Tasawuf tapi mengabaikan ajaran Hukum Islam.
Selama Menetap di banten Syech Yusuf al makassari menjabat sebagai Penasehat Spritual Sultan Ageng Tirtayasa, pengaruhnya terhadap masyarakat banten untuk melawan Penjajah Belanda sangat ditakutkan oleh belanda, apalagi Murid -murid Syech yusuf Al makassari terkenal sebagai pendekar pendekar Banten yang kebal terhadap Senjata membuat Pasukan Belanda kalang kabut. Maka tehnik licik belandapun dilakukannya dengan memecah belah serta mengadu domba terhadap keluarga Sultan. Hasutan-hasutan Belanda terhadap putra Sultan Ageng tirtayasa yang bernama Sultan Haji rupanya telah berhasil. Dengan dukungan militer Belanda Sultan Haji Putra Sultan Ageng bertempur dengan Ayahnya Sendiri Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam pertempuran tersebut Syech Yusuf di tawan Belanda dan diasingkan ke Pulau Ceylon ( srilangka) . Di pengasingannya beliu bertemu dengan Ulama Sri langkah bernama Syech Ibrahim bin mi’an dan sering mengadakan diskusi kegamaan dan majlis ta’lim . Pembahasan tentang konsep Tasawuf yang diajarkan oleh Syech Yusuf sangat menarik minta para ulama serta jama’ah setempat dan mereka meminta kepada Syech Yusuf untuk membuat sebuah Kitab tentang Tasawuf. Dan Syech yusufpun akhirnya mengarang Kitab tentang Konsep tawasuf yang berjudul “kaypiyyah At tasawuf”. Rupanya Belanda tak mau kecolongan lagi dengan pengaruh - pengaruh Syech Yusuf sehingga Syech yusufpun kembali di asingkan ke Afrika Selatan sampai akhir hayatnya. Syech yusuf al makassari wafat tahun 1699 dalam usia 72 tahun dan di makamkan di Afrika selatan. Dan yang menarik adalah sekitar tahun 1705 kerangka Syech yusuf Al makassari yang di makamkan di afrika selatan di pindahkan oleh murid-murid beliau ke Tanah kelahirannya di Sulawesi selatan.
Ust. Hasan Baharun
A. Sejarah Kelahiran dan Sisilah Ust. Hasan Baharun
Al Habib Hasan Baharun lahir di Sumenep pada tanggal 11 Juni 1934 dan merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari Al Habib Ahmad bin Husein dengan Fathmah binti Ahmad Bachabazy.
Adapun silsilah dzahabiyah yang mulia dari beliau adalah Al Habib Hasan Bin Ahmad bin Husein bin Thohir bin Umar Bin Baharun
B. Sejarah Masa Kanak-kanak Ust . Hasan Baharun
Sejak kecil kedisiplinan dan kesederhanaan telah ditanamkan oleh kedua orang tua beliau sehingga mengantarkannya tumbuh menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlaq dan sifat yang terpuji.
C. Sejarah Pendidikan Ust. Hasan Baharun
Pendidikan agama selain diperoleh dari bimbingan kedua orang tuanya ia dapatkan dari Madrasah Makarimul Akhlaq Sumenep dan dari kakeknya yang dikenal sebagai ulama besar dan disegani di Kabupaten Sumenep yaitu Ustadz Achmad bin Muhammad Bachabazy. Setelah kakeknya meninggal dunia beliau menimba ilmu agama dari paman-pamannya sendiri yaitu Ust. Usman bin Ahmad Bachabazy dan Ust. Umar bin Ahmad Bachabazy. Semangat belajar Ust. Hasan Baharun sejak kecil memang dikenal rajin dan ulet, bahkan apabila bulan Ramadhan tiba beliau belajar semalam suntuk, mulai sehabis tadarrus sampai menjelang shubuh. Beliau belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama khususnya ilmu fiqih serta menjadi murid kesayangan Al-Faqih Al-Habib Umar Baaqil Surabaya.
Disamping pendidikan agama beliau juga menuntut pendidikan ilmu umum mulai dari Sekolah Rakyat (SR / setingkat SD), Pendidikan Guru Agama (PGA) 6 tahun dan hanya sampai di kelas 4 karena pindah dan melanjutkan ke SMEA di Surabaya.
D. Masa Remaja dan Pengalaman Organisasi Ust. Hasan Baharun
Semasa remaja beliau senang berorganisasi baik Remaja Masjid ataupun organisasi lainnya seperti Persatuan Pelajar Islam (PII) bahkan beliau pernah diutus untuk mengikuti Muktamar I PII se-Indonesia yang diselenggarakan di Semarang. Dan pernah menjabat Ketua Pandu Fatah Al Islam di Sumenep. beliau aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas menyampaikan kebenaran. Dan di Pasuruan menjabat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia ( MUI ) sampai akhir hayat beliau.
E. Perjalanan dan Konsep Dakwah Ust. Hasan Baharun
Setelah menamatkan sekolah beliau sering mengikuti ayahnya ke Masalembu untuk berdawah sambil membawa barang dagangan. Keluarga Ustadz Hasan pada saat itu dikenal ramah dan ringan tangan, apabila ada orang yang tidak mampu membayar hutangnya disuruh membayar semampunya bahkan dibebaskan. Sifat-sifat inilah yang diwarisi beliau yang dikenal apabila berdagang tidak pernah membawa untung karena senantiasa membebaskan orang-orang yang tidak mampu membayarnya.
Dan pada waktu berkeliling menjajakan dagangan beliau dikenal suka membantu menyelesaikan permasalahan dan konflik yang terjadi dimasyarakat serta senantiasa berusaha mendamaikan orang dan tokoh-tokoh masyarakat yang bermusuhan.
Pada tahun 1966 beliau merantau ke Pontianak berdawah keluar masuk dari satu desa ke desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa namun dengan penuh kesabaran dan ketabahan semua itu tidak dianggapnya sebagai rintangan . Dengan penuh kearifan dan bijaksana dikenalkannya dakwah Islam kepada orang-orang yang masih awam terhadap Islam. Dan alhamdulillah dakwah yang beliau lakukan mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat ataupun tokoh-tokoh lainnya. Di setiap daerah yang beliau masuki untuk berdakwah beliau senantiasa bersilaturahmi terlebih dajhulu kepada tokoh masyarakat dan ulama/kyai setepat untuk memberitahu sekaligus minta izin untuk berdakwah di daerah tersebut sehingga dengan budi pekerti, akhlaq dan sifat-sifat yang terpuji itulah masyarakat beserta tokohnya banyak yang simpati dan mendukung terhadap dakwah yang beliau lakukan.
Pada waktu melakukan dakwah beliau senantiasa membawa seperangkat peralatan pengeras suara (Loadspeaker/Sound System) yang pada saat itu memang masih langka di Pontianak sehingga dengan hal itu tidak merepotkan yang punya hajat/mengundangnya untuk mencari sewaan pengeras suara. Dan tak lupa pula beliau membawa satir/tabir untuk menghindari terjadinya ikhtilat (percampuran) antara laki-laki dan perempuan dan perbuatan maksiat/dosa lainnya yang akan menghalang-halangi masuknya hidayah Allah SWT., sedangklan pahala dakwah yang beliau lakukan belum tentu diterima Allah SWT.
Berdagang yang beliau lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dijadikan sarana pendekatan untuk berdakwah kepada masyarakat. Kedermawanan dan belas kasihnya kepada orang yang tidak mampu menyebabkan dagangannya tidak pernah berkembang karena keuntungannya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu serta membebaskan orang yang tidak mampu membayarnya. Selain itu pula beliau mempunyai keahlian memotret dan cuci cetak film yang beliau gunakan pula sebagai daya tarik dan mengumpulkan massa untuk didakwahi, karena pengambilan hasil potretan yang beliau lakukan sudah ditentukan waktunya, sehingga aabila mereka sudah berkumpul sambil menunggu cuci cetak selesai waktu menunggu tersebut diisi dengan ceramah dan tanya jawab masalah agama.
Selain berdakwah beliau aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas di dalam menyampaikan kebenaran sehingga pada saat itu sempat diperiksa dan ditahan. Namun pada saat itu masyarakat akan melakukan demonstrasi besar-besaran apabila beliau tidak segera dikeluarkan dan atas bantuan pamannya sendiri yang saat itu aktif di Golkar membebaskan beliau dari tahanan. Dan tak lama setelah kejadian tersebut, sekitar tahun 1970 atas permintaan dan perintah dari ibundanya, beliau pulang ke Madura dan disuruh untuk berdakwah di Madura atau di Pulau Jawa saja. Namun karena kegigihan beliau selama 2 tahun masih tetap aktif datang ke Pontianak untuk berdakwah walaupun telah menetap di Jawa Timur.
Pada tahun 1972 beliau mengajar di Pondok Pesantren Gondanglegi Malang mengembangkan Bahasa Arab, sehingga pondok Gondanglegi pada saat itu terkenal maju dalam bidang Bahasa Arabnya.
F. Sejarah Pendirian Pondok dan Perkembangannya
Mahad ini didirikan pada tahun 1981 di Bangil dengan menempati sebuah rumah kontrakan. Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Ust. Hasan Baharunn mengasuh dan mendidik para santrinya, sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat dan dalam waktu yang relative singkat jumlah santri berkembang dengan pesat.
Selain membina santri putra, pada tahun 1983 pondok ini menerima santri putri yang berjumlah 16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Dan pada tahun 1984 lokal pemondokan santri menempati sampai sebanyak 13 rumah kontrakan.
Atas petunjuk Musyrif Mahad Darullughah Waddawah Abuya Sy. Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, pada tahun 1985 Pondok Pesantren Darullughah Waddawah dipindah ke Desa Raci.
Kesuksesan Ust. Hasan Baharun dalam berdakwah dan membangun Pondok Pesantren Darullughah Waddawah tidak lepas dari peran besar dari seorang wanita sholihah yang sudah terdidik dan terlatih kesabaran, kegigihan serta ketegarannya dalam menghadapi kehidupan oleh ayahandanya Al-Habib Muhammad Al-Hinduan, beliau adalah Syarifah Khodijah binti Muhammad Al-Hinduan, istri tercinta yang senantiasa dengan penuh ketabahan dan kesabaran mendampingi pahit getirnya perjuangan serta senantiasa memberikan semangat bagi sang suami. Bahkan jiwa besar dan perjuangannya ditunjukkan oleh ustadzah ketika Ust. Hasan membutuhkan dana untuk pondok maka ustadzah dengan senang hati menjual seluruh barang-barang berharga dan semua perhiasan yang dimilikinya bahkan yang mengandung kenangan dan sejarah dijualnya pula.
Pada tanggal 23 Mei 1999 M bertepatan tanggal 8 Shafar 1420 H beliau berpulang ke rahmatullah, kemudianestafet kepemimpinan dilanjutkan oleh putra beliau Al Ustadz Ali Zainal Abidin bin Hasan Baharun.
Pada tahun 2006 dibuka Pondok Pesantren II Darullughah Waddawah yang berlokasi di Desa Pandean Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan yang sekarang ditempati 334 santri putra untuk tingkat idadiyah dan kelas I dan II ibtidaiyah.
G. Metode Pengkaderan dan Pendidikan Putra-putra Beliau
Dalam mendidik putra-putranya beliau sangat disiplin dan memperlakukan putra-putranya seperti santri-santri pada umumnya. Putra-putra beliau disuruh tinggal di asrma/kamar santri, peraturan yang berlaku untuk santri juga diberlakukan untuk putra-putra beliau, seperti piket menyapu, mengepel, membersihkan kamar mandi dan lain sebagainya. Dan apabila ketahuan ada santri memberi hadiah - uang atau membantu / menggantikan piketnya maka putra beliau dan santri yang membantu tersebut akan diberikan sanksi. Apabila putra beliau melanggar peraturan pondok akan menerima sanksi 2 kali lipat. Sehingga dengan kedisiplinan, kesederhanaan serta kemandirian yang ditanamkan oleh beliau alhamdulillah putra-putra beliau berhasil mengikuti jejak beliau menjadi ahli ilmu dan terjun di dunia pendidikan dan dakwah. Bahkan untuk mengikat dan memberikan motivasi, beliau mengatakan kepada putra-putranya bahwa mereka tidak berhak menggunakan fasilitas pondok apabila tidak turut serta membantu pondok.
H. Pemikiran dan Konsep konsep Pendidikan Ust. Hasan Baharun
Secara singkat akan kami uraikan beberapa pemikiran dan konsep-konsep pendidikan yang dapat kami tangkap dari ungkapan dan ide-ide serta realitas yang beliau jalankan dalam mengelola lembaga pendidikan dan pondok pesantren antara lain :
o Apabila seorang kyai sudah mendirikan pondok maka dia harus rela meninggalkan semua aktifitas dan hobinya yang ada diluar pondok yang dapat mengganggu konsentrasinya dalam membina santrinya. Beliau mengibaratkan seorang pengasuh pondok pesantren sebagai induk ayam yang sedang mengerami telur, maka apabila sering meninggalkan sarangnya kemungkinan besar telur tesebut tidak jadi menetas, dan telur tersebut akan busuk.
o Untuk mendirikan pondok pesantren harus dijiwai dengan ikhlas dan guru-guru yang akan mengajar harus diseleksi tingkat keikhlasannya, sehingga tidak akan menularkan kepada santrinya ilmu yang tidak ikhlas dan seterusnya. Dan apabila diniati dengan hati yang ikhlas maka pondok pesantren tidak usah khawatir akan datangnya murid sebab Allah akan memproklamasikan/ mengumumkan kepada para malaikat untuk menanamkan kemantapan pada kaum muslimin. Begitu jawaban Ust Hasan ketika ditanya sistem promosi apa yang dipakai pondok sehingga sangat cepat perkembangan santrinya dan berasal dari berbagai propinsi bahkan dari beberapa negara tetangga.
o Sasaran yang diutamakan dan mendapat perhatian khusus dari beliau adalah :
+ Putra para kyai dan para habaib khususnya yang memmpunyai pondok pesantren dan majlis talim, hal ini dilakukan karena mereka sudah jelas ditunggu oleh ummat dan sebagai proses pengkaderan agar mereka bisa menjadi penerus orang tua mereka memimpin pondok pesantren.
+ Putra-putra daerah yang disana jarang ada ulama/kyai/ustadz, sehingga diharapkan nanti bisa pulang kembali untuk berdakwah menyebarkan Islam dan merintis lembaga pendidikan/majlis talim.
+ Putra aghniya, yang dengan masuknya putra mereka di pondok dengan beberapa pertimbangan diantaranya diharapkan perhatiannya terhadap Islam/pondok pesantren lebih besar dan sebagai wasilah masuknya dakwah kepada orang tua mereka, menyelamatkan harta mereka serta sebagai bentuk subsidi silang terhadap santri yang tidak mampu.
+ Putra-putri dari orang-orang yang pernah berjasa dalam perintisan pondok .
I. Hubungan Ust. Hasan Baharun dengan Ulama
Abuya Ust Hasan Baharun dikenal sangat supel dan luwes dalam menjalin hubungan dengan semua kalangan. Beliau mampu menjalin hubungan dan memelihara hubungan tersebut dengan baik hal ini terlihat bahwa beliau mampu melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam perjuangan dan dakwah Islam serta mengajak mereka berpartisipasi dalam perintisan dan pembangunan pondok pesantren, baik itu tokoh masyarakat dari kalangan NU maupun tokoh-tokoh Muhammadiyah. Dan di Pasuruan beliau secara aklamasi di tunjuk sebagai ketua MUI walaupun beliau memberikan syarat kalau pertemuan MUI harus di Pondok Darullughah Wddawah, hal ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Ust. dikalangan para Ulama Pasuruan. Hal ini sangat wajar karena beliau juga selain hubungan pribadi juga beliau meluangkan waktunya untuk membantu mengajar bahasa Arab di berbagai pondok besar mulai dari Banyuwangi sampai ke Jawa Tengah. Adapun hubungan beliau dengan ulama-ulama luar negeri, terutama dengan ulama besar Timur Tengah sekilas dapat kami unkapkan sebagai berikut:
Hubungan dengan Abuya Sy. Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani
Hubungan Abuya Ust. Hasan Baharun dengan Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki bermula sejak beliau ditunjuk untuk menjadi penerjemah ceramah dalam kunjungan dan silaturrahmi Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki ke beberapa pondok pesantren di Jawa Timur. Abuya Sayyid Muhammad sangat tertarik dengan kemampuan Bahasa Arab dan Kepribadian Ust. Hasan Baharun sehingga setiap kunjungan ke Jawa Timur beliau menjadi langganan sebagai penerjemahnya. Bahkan Abuya Ust. Hasan dipercaya untuk mengajar Bahasa Arab istri Abuya Sayyid Muhammad sebelum diajak ke Makkah Al-Mukarromah. Dengan pandangan hati Abuya memerintah Ust. Hasan untuk membuka pondok pesantren serta setelah perkembangan pondok cukup pesat beliau pula yang menyuruh agar pondok yang asalnya mengontrak rumah di Bangil agar pindah ke lokasi di Desa Raci Kecamatan Bangil (lokasi pondok sekarang) dan memberi dana pertama untuk membangun pondok Raci. Selanjutnya Abuya Ust Hasan sering ke Mekkah berziarah ke kediaman beliau dan sekaligus untuk mencari dana. Sambutan yang luar biasa diberikan oleh Sayyid Muhammad dan beliau sendiri yang menulis surat kepada para aghniya/memberikan memo agar membantu pembangunan pondok Dalwa.
Menurut penuturan Abuya Ust. Hasan Baharun bahwa apabila beliau ke Makkah beliau memperlakukan dirinya sebagai santri Abuya Sayyid Muhammad dan mengakui bahwa Sayyid Muhammad adalah guru beliau di samping Al-Habib Abdul Qodir Bin Ahmad Assegaff. Walaupun demikian Abuya Sayyid Muhammad memberikan penghormatan kepada Ust. Hasan sebagai ulama bahkan beliau diberi ruang khusus serta dilengkapi dengan telepon untuk memudahkan urusan.
Dan untuk mempererat hubungan yang telah terjalin Abuya Ust Hasan mengirim putranya Al-Habib Zain Bin Hasan Baharun dan beberapa santri Dalwa untuk belajar pada Abuya Sayyid Muhammad serta beberapa Alumni Sayyid Muhammad yang di Jawa Timur oleh Ust Hasan diminta untuk mengajar di Mahad Dalwa seperti Ust. Ihya Ulumuddin, Ust Ahmad Bin Husin Assegaff, Ust. Abdul Hadi Surabaya, Ust. Sholeh Al-Idrus, Ust Muhammad Al-Haddad, Ust. Abdullah Mulahelah (Malang), Ust. Hilmi, Ust. Amir Syarifudin, Ust. Abdullah Umar, dan lain sebagainya. Demikian pula Abuya Sayyid Muhammad mempunyai perhatian yang besar terhadap mahad Dalwa selain para santrinya yang berasal dari kawasan Jawa Timur (Probolinggo, Pasuruan, Malang Sidoarjo, Surabaya dan Gresik) dianjurkan untuk mengajar di Mahad Dalwa, beliau juga senantiasa memberikan bantuan dan mengawasi perkembangannya.
Hubungan dengan Ulama Hadromaut
Hubungan Ustadz Hasan Baharun dengan ulama Hadromaut bermula ketika beliau berziarah ke Hadromaut dan bertemu dengan para ulama disana. Melihat tradisi salaf dan keilmuan yang ada di Hadramaut maka beliau tertarik untuk mengirimkan santri-santrinya ke beberapa ribath (pondok) yang dipimpin para masyayikh di sana. Sehingga hubungan antara Ust. Hasan dengan para ulama Hadramaut Yaman semakin baik sampai kewafatan beliau bahkan diteruskan oleh penerusnya (Ust. Zain Hasan Baharun) sampai sekarang.
J. Hubungan dengan Para Pejabat / Pemerintah
Hubungan Ust. Hasan dengan para pejabat dilatar belakangi karena urusan lembaga pendidikan, sebab sebuah lembaga tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa keterlibatan instansi dan pihak lain terutama dengan instansi pemerintah. Oleh karena itu beliau menjalin kerjasama dengan pemerintah dalam kerangka kepentingan pondok dan kepentingan dakwah serta perjuangan bukan termotivasi atas kepentingan pribadi.
Beliau mampu menempatkan diri sebagai ulama yang harus dalam posisi terhormat, berwibawa, perlu dimintai fatwa dan ditaati sarannya sehingga beliau tetap mulia walaupun ada tudingan miring yang diarahkan kepada beliau namun beliau dapat menunjukkan kedekatan dengan para pejabat semata-mata dalam rangka dakwah, hal ini terbukti bahwa posisinya sebagai ketua MUI sangat diperhitungkan. Setiap Acara di Kabupaten Pasuruan layaknya kegiatan di pesantren, dan ada pemisahan antara putra-dan putri, serta acara di pendopo tidak akan dimulai kecuali beliau sudah datang ketempat acara. Bahkan ada yang bilang bahwa Bupati Pasuruan adalah Bupatinya Ust. Hasan.
Sebuah contoh keberhasilan dakwah beliau di kalangan pejabat adalah mereka senantiasa berkonsultasi dan minta pendapat beliau apabila ada permasalahan di masyarakat. Dan juga beliau mampu menciptakan kegiatan-kegiatan keagamaan di beberapa instansi strategis misalnya dengan secara rutin mengadakan acara pengajian di Kantor Kodim, Sholat taubat/tasbih secara rutin dengan pihak Kapolres yang melibatkan seluruh anggota Kapolsek se-Kabupaten Pasuruan.
Beliau dapat pula mengontrol setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah walaupun sulitnya bersikap, karena saat itu dominasi dan kuatnya pengaruh pemerintahan orde baru, namun Al-hamdulillah beliau mampu berkiprah semaksimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dan kaum muslimin.
K. Hubungan dengan Masyarakat Umum
Disela-sela kesibukan yang sangat padat Ust.. Hasan Baharun sangat perhatian dengan masyarakat umum, terutama tokoh-tokoh masyarakat, apabila ada waktu beliau senantiasa menyempatkan diri bersilaturrahmi walaupun hanya sebentar dan beliau siap menerima segala keluhan masyarakat selama dua puluh empat jam bahkan seluruh lapisan masyarakat sangat mudah menemui beliau di kantor pondok karena sepanjang hari mulai pukul 02.00 malam sampai pukul 10 malam berada dikantor untuk melayani kepentingan santri, wali murid dan masyarakat umum. Hal ini terbukti setiap hari dan setiap saat banyak masyarakat yang datang bersilaturrrahmi mulai yang datang untuk bertanya masalah hukum agama, minta barokah doa, minta bantuan biaya sekolah, bantuan pembangunan masjid dan lembaga pendidikan dan sosial, minta biaya pengobatan bahkan ada beberapa yang secara rutin disuruh datang untuk mengambil jatah kebutuhan yang ditanggung oleh beliau.
L. Perhatian Ust. Hasan Baharun terhadap Pengembangan dan Penyebaran Bahasa Arab
Ust. Hasan Baharun mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan dan pengembangan Bahasa Arab. Selain Beliau banyak mengarang kita-kitab yang berhubungan dengan Bahasa Arab seperti Kamus Bahasa Dunia Al Ashriyyah, Muhawarah Jilid I dan II, Qawaidul Irab, Kalimatul Asma Al Yaumiyyah dan Kalimatul Afal Al Yaumiyyah, 40 Kaidah-kaidah Nahwu (Pengantar Ilmu Nahwu) serta beliau mewajibkan seluruh santri dan para guru untuk senantiasa menggunakan Bahasa Arab.
Disamping mengembangkan Bahasa Arab di pondok pesantren beliau sendiri, juga mengajar secara rutin di beberapa pondok pesantren, seperti di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Asembagus Sukorejo Situbondo, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan di beberapa pondok pesantren lainnya mulai dari Banyuwangi sampai ke Jawa Tengah.
Adapun bentuk perhatian beliau terhadap Bahasa Arab :antara Lain
o Beliau sering mengisi seminar-seminar di berbagai perguruan tinggi dan pondok pesantren serta berbagai lembaga pendidikan untuk menjelaskan pentingnya Bahasa Arab.
o Mengirim beberapa guru dan santri untuk mengajar khusus Bahasa Arab di beberapa lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren.
o Menerima dan mengadakan kursus Bahasa Arab secara gratis di Pondok Pesantren Darullughah yang terbuka untuk umum serta beliau menangani sendiri setiap ada rombongan kursus dari pondok-pondok dan perguruan tinggi.
o Senantiasa memberikan motivasi kepada para ulama/kyai untuk membiasakan berbahasa Arab. Dan menyarankan agar mewajibkan santrinya berbahasa Arab.
o Senantiasa menyuruh guru-guru untuk mengarang hal-hal yang berhubungan dengan bahasa Arab.
o Mengawasi guru-guru agar menerangkan pelajaran dengan bahasa Arab dan menegurnya apabila diketahui menjelaskan pelajaran di kelas dengan menggunakan bahasa selainnya.
M. Cita Cita Besar Ust. Hasan Baharun
Beberapa bulan sebelum beliau wafat sering mengungkapkan cita-cita besar beliau yaitu ingin membuat organisasi yang dapat menyatukan Ummat Islam. Karena beliau berpendapat bahwa dengan persatuan Ummat Islam banyak hal yang bisa dilakukan. Bahkan ketika ada perrtemuan Ulama di Jakarta dan beliau berhalangan hadir beliau menitip surat kepada Ust Qosim Baharun yang mewakilinya untuk membacakan surat tersebut sebagai usulan dari beliau yaitu agar para ulama menggagas Organisasi Persatuan Habaib, Ulama, Kiyai, Santri dan para simpatisan dalam ikatan satu wadah non politik yang tujuannya murni untuk kepentingan Ummat Islam. Bahkan beliau berjanji sanggup meninggalkan pondok dan menyerahkan urusan pondok kepada putranya Al-Habib Zain Baharun sedangkan beliau sendiri ingin bersilaturrrahmi ke para Ulama di seluruh nusantara untuk mensosialisasikan ide besar dan mulia tersebut.
N. Sifat-Sifat Dan Kisah-Kisah Keteladanan Abuya Ust. Hasan Baharun
Beberapa sifat yang menonjol Ust. Hasan yang sudah sangat makruf di kalangan santri, dan guru-guru, kalangan habaib dan masyarakat yang sering berkomunikasi dengan beliau sebagai seorang figur ulama sebagai pewaris nabi betul-betul beliau mewarisi sifat-sifat sikap dan perjuangan Datuknya Al-Musthofa Nabi Muhammad SAW. Dan Agar kita lebih jelas akan dipaparkan sifat-sifat tersebut serta contoh-contoh sebagian peristiwa serta kehidupan beliau sehingga kita dapat meniru sifat dan sikap keteladanan beliau yang juga senantiasa ditanamkan bagi santri-santrinya adalah sebagai berikut ;
Sabar
Adapun salah satu sifat yang menonjol pada diri beliau adalah sifat sabar. Kesabaran Ust Hasan sangat dikenal oleh semua kalangan baik santri, dewan guru, pejabat dan orang-orang yang mengenal beliau, Sifat kesabarannya sangat luar biasa sebagaimana kesaksian dan cerita yang dilukiskan oleh Ayahandanya sendiri Al-Habib Ahmad bin Husein Baharun: Hasan itu sangat sabar, kalau saya marahi walaupun dia tidak salah tidak pernah menjawab dan apabila difitnah dan diganggu orang tidak pernah membalas dan hanya kepada saya dia menceritakan agar didoakan sehingga diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan dan fitnahan tersebut. Begitu menurut penuturan Hb. Ahmad Baharun pada waktu Ust. Hasan menghadap ilahi. Kesabaran beliau sulit dilukiskan baik dalam membina dan membimbing santri serta menghadapi kenakalan santri dan orang-orang yang mengganggu pondok.
Ust. Hasan dalam menghadapi orang-orang yang memfitnah dan mengganggu pondok justru mereka diberi hadiah dan berulang kali bahkan membantu urusan mereka seakan-akan beliau tidak tahu bahwa orang tersebut mengganggunya.
Suatu kisah pada waktu zaman reformasi ada orang datang memberi tahu kepada beliau bahwa dia akan membawa orang sebanyak 2-3 truk untuk menghancurkan dan membumi hanguskan rumah orang yang mengganggu pondok namun beliau malah mencegahnya karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah SAW. Adapun cerita-cerita tentang kesabaran Ust Hasan banyak sekali sehingga tidak mungkin untuk diungkapkan disini.
Istiqomah
Sifat Istiqomah Ust Hasan Baharun sudah tidak diragukan salah satu tanda dari sifat tersebut tercermin pada aktifitas beliau sehari-hari karena beliau bangun setiap pukul 02.00 malam kemudian Qiyamullail dan membangunkan santri dan Asatidzah pada pukul tiga malam bahkan untuk menjaga keistiqomahan tersebut mewajibkan santri yang menjaga malam di pintu gerbang untuk membangunkan tepat pukul dua malam dan di pos jaga tesebut tertulis diantara tugas/kewajiban penjaga malam wajib membangunkan Ust. Hasan tepat pada pukul 02. 00 ( tidak boleh lebih atau kurang ).
Suatu ketika beliau datang dari Makkah / Timur Tengah namun masih mampir di Jakarta karena masih ada urusan yang harus diselesaikan dan bermalam di salah satu rumah wali santri di Bekasi (di rumah Haji Yusuf) dan tampak tanda-tanda bahwa beliau dalam keadaan sangat lelah, maka untuk menjaga agar beliau tidak terlambat bangun beliau berpesan kepada H. Yusuf untuk membangunkannya pada pukul 02.00 dan juga menelpon ke santri yang menjaga maktab agar mengingatkan Haji Yusuf supaya membangunkan tepat pukul 02.00 malam dan tidak cukup itu saja beliau masih memberi tahu ke pos jaga agar juga mengingatkan H. Yusuf sebelum jam 02.00 untuk membangunkan Ust. Hasan. Begitulah salah satu contoh kesungguhan beliau dalam menjaga keistiqomahan tersebut.
Tawakkal
Abuya Ust. Hasan mempunyai jiwa tawakkal yang luar biasa sebagai suatu gambaran dari sifat ketawakkalan beliau adalah bahwa ketika beliau mempunyai rencana untuk membangun gedung asrama santri berlantai tiga pada waktu awal-awal terjadinya krisis moneter dengan dana awal sekitar lima juta rupiah dan ketika sahabat beliau datang ke maktab mengungkapkan rencana tersebut barangkali bisa membantu, namun orang tersebut justru bertanya dengan nada terheran-heran: Ya Ustadz, bagaimana dengan dana yang sedikit itu antum akan membangun bangunan sebesar itu? Apalagi sekarang Indonesia dalam krisis moneter! Kemudian apa kata beliau, Ya Ustadz, yang krisis itu kan Indonesia, negara lain khan tidak! Apalagi Allah, apakah Allah kenal krisis moneter? Sebuah umpan balik dan argumen yang luar biasa, kemudian beliau melanjutkan kata-katanya, Kalau kita punya rencana maka kita jangan sekali-kali mengukur dengan kemampuan kita, apabila kita mengukur dengan kemampuan kita maka hasilnyapun Allah akan memberikan sesuai dengan kemampuan kita, tetapi apabila kita mengukur dengan kemampuan Allah maka kemampunnya tiada terbatas dan yakinlah bahwa selama kita berniat memperjuangkan Agama Allah bahwa Allah itu akan menolong kita, Inilah diplomasi yang menggambarkan betapa tingginya tingkat ketawakkalan beliau.
Bahkan apabila mau membangun beliau justru menghabiskan segala uang yang tersisa dan membagikan kepada fakir miskin sebagi pancingan datangnya rahmat dan pemberian Allah dan beliau mengibaratkan orang mancing maka apabila pancing dan umpannya besar maka akan memperoleh ikan yang besar pula. Hal ini sering diungkapkan pula ketika ada panitia pembangunan masjid dan Lembaga Pendidikan Islam bahwa apabila berniat ingin membangun maka disarankan tidak perlu khawatir pembangunan tersebut tidak selesai dan menyuruhnya membongkar/ memulai pembangunan tersebut tanpa menunggu terkumpulnya dana untuk pembangunan karena menurut beliau bahwa pembangunan masjid dan LPI tersebut merupakan proyek Allah SWT. dan Insya-Allah pasti selesai tinggal menata niat panitia serta berusaha semaksimal mungkin sebagai sunnatullah dan harus disertai dengan banyak berdoa. Begitulah saran-saran beliau kepada para takmir dan panitia yang datang minta saran dan sumbangan kepada beliau.
Dermawan dan Sangat Perhatian terhadap Fakir Miskin dan Anak Yatim
Kedermawanan yang ada pada beliau tumbuh dan berkembang sejak beliau karena hal tersebut sudah ditanamkam oleh aba dan kakeknya sebagaimana kisah-kisah sebelumya sehingga beliau tumbuh dan berkembang mempunyai jiwa sosial terutama memiliki kepedulian kepada para ffakir-miskin dan anak yatim. Bentuk kepedulian terhadap mereka diantaranya adalah bahwa kebiasaan belia membagikan hadiah pakaian hari raya, beras dan kebutuhan sehari-hari, membagikan daging kurban kepada para tetangga pondok, famili beliau yang tidak mampu, serta kepada orang-orang yang datang minta bantuan, mulai pengobatan sampai pada biaya sekolah anak-anak mereka kepada orang yang tak mampu.
Ikhlas
Sebagaimana sering diungkapkan oleh beliau dalam menasehati para santri dan para guru agar senantiasa menata niat dalam setiap tindakan dan amal yang akan dilakukan. Hal ini merupakan cerminan dari kepribadian beliau yang senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai pondasi dari setiap amaliah yang beliau laksanakan, termasuk pendirian pondok. Sebagai sebuah bukti dari keikhlasan beliau ketika ada guru-guru yang mengusulkan agar membuat papan nama pondok di tepi jalan beliau tidak langsung mengabulkan permintaan tersebut. Namun karena beberapa kali guru-guru tetap mengusulkan dengan alasan banyak wali santri yang tidak tahu lokasi pondok dan sering kesasar dan bingung mencari alamat pondok, baru tersebut dikabulkan tiga tahun sebelum beliau wafat.
Demikian pula beliau dalam rekrutmen/seleksi guru-guru, maka yang pertama kali dilihat adalah keikhlasannya. Para guru baru yang mau mengajar di pondok, diuji tingkat keikhlasannya, bahkan beliau tidak memperhatikan selama satu tahun. Karena beliau berpendapat bahwa apabila gurunya tidak ikhlas akan menularkan ilmu yang tidak ikhlas pula.
Tawadlu
Walaupun beliau sebagai ulama besar yang dihormati dan disegani, baik di dalam maupun di luar negeri, dan kebesaran beliau diakui oleh Sayyid Muhammad sehingga pada saat beliau datang ke Mekkah di majlis talim Sayyid Muhammad diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan / taujihat pada jamaah haji dan para ulama sedunia yang berkumpul di majlis tersebut, dan juga dalam acara haul Nabiyullah Nuh AS di Yaman beliau senantiasa mengelak ketika diminta untuk memberikan sambutan, tetapi pada kunjungan yang terakhir beliau mau memberikan sambutan namun tetap dengan sikap tawadlu beliau mengatakan bahwa tidak bermaksud memberikan nasehat kepada yang hadir yang kebanyakan terdiri dari para ulama dan auliya, tetapi nasehat tersebut ditujukan untuk santri-santri beliau yang belajar di sana.
Beliau senantiasa menunjukkan sikap tawadlu dalam kehidupan sehari-hari dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau adalah orang besar. Siapapun tamu yang datang dilayani dengan ramah bahkan apabila menyajikan makanan beliau sering mengangkat sendiri sajian makanan dari dapur dan menyuguhkannya kepada para tamu.
Diantara doa yang menunjukkan sikap dan sifat tawadlunya tersebut dengan senantiasa memanjatkan doa agar beliau dan putra-putra serta murid-muridnya dijadikan orang-orang yang memiliki kebesaran tetapi tersembunyi (minal masturiin).
Kesederhanaan Pribadi Ust. Hasan
Apabila orang bertemu dengan Ust. Hasan Baharun dan orang tersebut sebelumnya belum mengenal beliau maka orang tersebut tidak akan menyangka bahwa ust Hasan adalah Ulama besar yang sangat dihormati dan disegani karena beliau memang mempunyai penampilan yang sangat sederhana, pakaian yang dipakai sehari-hari di dalam pondok dan ketika keluar pondok biasa-bisa saja yaitu memakai gamis dan kopyah putih tanpa imamah dan rihda kecuali apabila beliau akan menyampaikan ceramah atau menghadiri majlispertemuan yang harus menampilkan sebagai sosok untuk menjaga kehormatan dan kebesaran serta kewibawaan Ulama. Maka beliau akan berpakain lengkap dengan jubah kebesarannnya.
Selain kesederhanaan dalam berpakaian beliau juga memiliki kesederhanaan dalam pola kehidupan sehari-hari, banyak orang yang tertarik dan menaruh simpati kepada beliau ketika membandingkan fasilitas pondok yang serba lengkap dan baik dengan rumah beliau yang atapnya rusak dan sering bocor karena tidak sempat untuk diperbaiki serta perabot rumah tangga yang semuanya serba biasa-biasa saja, hal ini sudsah menjadi pilihan beliau yang lebih terkonsentrasi memikirkan bagaimana memenuhi fasilitas santri.
O. Kesaksian Dan Komentar-komentar Ulama, Tokoh Masyarakat dan Dewan Guru tentang Ust. Hasan Baharun
Kesaksian Para Ulama, Pejabat dan tokoh masyarakat tentang utadz Hasan baharun antara Lain adalah sebagai berikut :
1. Kesaksian Abuya Syd. Muhammad Bin Alawi Al-Maliki Makkah
Kesaksian Abuya Sayyid Muhammad ini sering terlontar ketika beliau mengajar murid-muridnya, beliau mengatakan bahwa: Apabila kamu ingin mencontoh kesabaran, jiwa perjuangan dan tawakkal, maka contohlah Ustadz Hasan Baharun.
2. Kesaksian Habib Umar Bin Hafidz Hadhromaut Yaman
Ustadz Hasan adalah orang pertama yang membuka kembali hubungan antara Yaman dan Indonesia setelah terputus puluhan tahun lamanya dan beliau yang mulai mengirimkan santrinya untuk belajar di Yaman sehingga semua pahala orang yang belajar keYaman akan kembali pahalanya kepada Al-Alim Al-Allamah Addai Ilallah Al-Ustadz Hasan Baharun. Demikian penuturan Habib Umar Bin hafidz di depan para santri dan ulama dalam ziarohnya di Pondok Raci 2 tahun setelah wafatnya Ust. Hasan
3. Kesaksian Ust. Al Habib Ahmad bin Husein Assegaf Bangil
Ustadz Hasan Adalah Putra tebaik sejawa timur darii keturunan Sadah Baalawi unkapan ini terlontar ketika beliau memberikan sambutan pada acara pemakaman Ust. Hasan.
4. Kesaksian Ust. Sholeh Bin Sahl Jalan Jawa Pasuruan
Seandainya kamu tahu bahwa ada orang besar di Pasuruan niscaya kamu tidak akan mendatangi saya. Dan setelah beberapa hari kemangkatan Ustadz Hasan beliau mengungkapkan kembali kepada tamu-tamunya bahwa yang memegang Pasuruan telah tiada.
5. Kesaksian Bupati Pasuruan (Bpk Dade Angga)
Walaupun Saya baru kenal terhadap Ust. Hasan seakan-akan sudah lama mengenalnya beliau itu ibarat, Saudara, teman, Orang tua dan Guru saya yang senatiasa menegur dan senantiasa memberikan nasihat yang sangat berharga
Syekh Ali al-Khowwash adalah termasuk salah satu waliyullah paling tenar dari daerah Burullus di Profinsi Kafr Syekh. Di sekitar pesisir Burullus terdapat banyak kelompok para wali yang disebut al-Syurofa' al-Amiriyyah. Al-Maqrizi mengatakan : "Mereka berasal dari suku Quraisy dari Bani Adiy dan Ka'ab, sebagian dari mereka ada yang memegang dinas rahasia raja-raja Turki (Usmaniyyah) di Kairo dan Damaskus selama kira-kira seratus tahun".
Lahir untuk zuhud
Syekh Ali al-Khowwash tumbuh dalam keluarga miskin yang menyebabkan ia harus menekuni pekerjaan rendahan agar bisa makan pada hari itu. mula-mula ia keliling menjual sabun dan korma. Setelah pindah ke Kairo beliau membuka toko minyak untuk beberapa tahun. Untuk selanjutnya beliau membuat keranjang, karena inilah beliau disebut dengan al-Khowwash (pembuat keranjang) sampai beliau meninggal. Beliau sama sekali tidak memakan makanan para penguasa yang dhalim maupun kroninya. Beliau tidak menggunakan uang para penguasa untuk kepentingan dirinya dan keluarga. Beliau menerima untuk kemudian memberikannya pada para janda, orang tua dan orang yang tidak mampu bekerja.
Diceritakan suatu ketika mata beliau bengkak agak parah, tapi beliau tetap saja membuat keranjang, lalu datanglah seorang kaya dengan memberi uang kepadanya, sambil mengatakan: "Wahai tuanku belanjakanlah uang ini, istirahatlah sampai kedua mata tuan sembuh", Ali al-Khowwash menjawab: "Demi Allah saya dalam kedaan semacam ini (sakit), saya merasa tidak nyaman dengan penghasilan saya, apalagi dari penghasilan orang lain".
Bahkan dalam kekurangan, Syekh Ali al-Khowwash sangat dermawan dan rendah hati. Setiap hari jumat beliau selalu berkhidmah untuk masjid-masjid, bersedekah pada orang-orang fakir dan yang membutuhkan dengan tanpa memperhitungkan berapa yang ia keluarkan dan bagaimana ia nanti makan. Ia juga mewajibkan dirinya mengerjakan hal-hal yang terkait dengan sentral pengatur air yaitu membersihkan dan mensucikannya. Hal ini sebelum datang musim banjir.
Syekh as-Sya'rani, murid kesayangan wali agung ini bercerita :"Syekh Ali al-Khawwas menyapu masjid, membersihkan kamar kecil. Beliau juga menyapu sentral pengatur air (sungai nil di pulau Raudhah) setiap tahunnya. Pada hari itu beliau banyak membagikan rezeki pada fakir miskin. Beliau membagi-bagikan gula dan manisan pada setiap petugas penjaga sentral pengatur air dan orang-orang sekitarnya. Setelah itu beliau turun, melepas tutup kepala dan berwudhu dengan air tersebut sambil menangis dan meratap bagaikan pohon bambu yang di ombang-ambingkan angin. Sebentar kemudian beliau naik untuk sholat dua rakaat. Beliau memerintahkan para muridnya untuk turun ke bawah membersihkan tangga sentral pengatur air, sedangkan beliau sendiri mengangkat tanah liat yang ada di bawah tangga itu dengan tanpa mau dibantu.
Beliau mempunyai satu jubah dan satu peci kecil. setahun sekali beliau mencucinya. "Semua ini untuk menghemat sabun untuk orang miskin", papar beliau suatu ketika tentang jubah dan pecinya itu.
Keilmuan Al-Khowwas
Ali al-Khowwas bukanlah orang yang mengenyam bangku sekolah. Dia bahkan tidak bisa baca tulis. Sufi agung ini rupanya seorang yang buta huruf. Kendati demikian para ulama heran dan takjub dengan kealiman beliau. Syekh kita ini sangat mahir dalam mengupas Alquran dan Hadis. Ulasan beliau bisa disaksikan dalam kitab karangan muridnya Syekh Abdul Wahhab asy-Sya'roni. “Banyak sekali kami menulis dalam kitab al-jawahir wa al-duror semua jawaban beliau, yang mana para ulama' besar kesulitan menjwabnya, sehingga membuat kagum para ulama seperti Syekh Syihabuddin al-Futuhi al-Hambali, Syihabuddin bin al-Syalabi al-Hanafi, Syekh Nasiruddin al-Laqoni al-Maliki, Syekh Syihabuddin al-Romli as-Syafi'iy", demikian cerita Syekh Sya'roni tentang gurunya itu.
Lebih jatuh Syekh al-Futuhi mengatakan: "Saya telah bergelut dengat ilmu selama 70 tahun, tidak terlintas dalam hatiku,- bukan pertanyaan juga bukan jawaban- sesuatu masalah seperti yang ada dalam kitab al-jawahir wa al-duror".
Tentang keilmuan, beliau mempunyai pendapat yang berbeda dengan kebanyakan ulama'. "Seseorang tidak bisa dikatakan berilmu kalau ilmunya itu didapatkan dari orang lain. Orang yang berilmu adalah orang yang tidak pernah mengambil ilmu dari orang lain. Ilmunya asli, langsung dari Allah. Orang yang mendapatkan ilmu dari orang lain hakikatnya hanyalah menceritakan pendapat orang tersebut. Namun orang itu akan tetap mendapatkan pahala, yaitu pahala orang yang membawa dan menyebarkan ilmu bukan pahala orang alim. Dan Allah tidak menyia-nyiakan pahalanya orang yang berbuat kebaikan".
Ilmu Syekh Ali al-Khowwas tidak terpokuskan pada ilmu syariat saja, tetapi beliau juga mahir dalam ilmu kedokteran, beliau bisa menyembuhkan penyakit lepra, lumpuh dan penyakit yang sukar lainnya, setiap apa yang disarankan untuk dijadikan obat sangat manjur hasilnya.
Ali al-Khowwas dan tasawuf
Dalam masalah tasawwuf sufi agung yang buta huruf ini juga mempunyai komentar menarik : "Seseorang tidak akan sampai pada jajaran ahli Thariqat kecuali dia alim dalam ilmu syariat, mujmal mubayyannya, nasikh mansukhnya, khos dan ammahnya. Orang yang tidak mengetahui salah satu dari hal-hal tersebut dia gugur dari jajaran para tokoh thariqat". Mendengar pernyataan semacam itu murid kesayangannya, Sya'roni bertanya: "Kalau begitu para syekh sekarang jatuh dari derajat ini, sebab mereka buta dalam masalah syari'at ?, beliau menjawab: "itu memang benar, mereka mengarahkan manusia pada sebagian jalan agama saja. Padahal mutashawwif adalah orang meskipun sendirian, dia mampu memberikan apa yang dibutuhkan masyarakat baik masalah syari'at maupun hakikat".
Kecerdasan tokoh satu ini menyangkut juga dalam masalah al-kholwah. Dalam hal ini beliau mengatakan : "Menyendiri, menyepi dengan Allah SWT saja yang dalam dunia sufi terkenal dengan nama sebutan al-kholwah tidak mungkin dilakukan kecuali oleh wali al-Qutb al-Ghouts pada setiap masa. Ketika badannya berpisah dengan nur-nya dan berpindah ke alam akhirat, Allah SWT mengganti sang wali tersebut dengan wali lainnya. Allah SWT sama sekali tidak menyendiri dengan dua orang dalam satu masa.
Agaknya pendapat ini selarasa dengan yang terjadi pada diri Syekh Abdul Qadir Jailani yang terkenal dengan munajatnya "Anta wahidun fis sama' wa ana wahidun fi-al ardh (Engkau sendirian berkuasa di langit-Mu Ya Allah, dan aku sendirian di bumi tanpa penolong selain-Mu Ya Allah).
Dalam hubungan murid dengan guru (sykeh-mursyid) beliau mengutarakan: "Seharusnya para murid itu mengutarakan penyakit hatinya pada gurunya. Kalau dia mempunyai hati yang jelek, gurunya akan menunjukkan jalan kesembuhannya. Kalau dia tidak melakukan hal itu karena malu, ada kemungkinan dia mati dengan penyakitnya itu". Beliau juga mengatakan: "Kalau kalian ditanya tentang guru kalian, jawablah: "kami adalah pembantunya" dan jangan menjawab "kami adalah temannya(shohib)" karena kedudukan suhbah (pertemanan ) itu sangat tinggi".
Beliau mempunya banyak perkataan yang belum diucapkan oleh siapapun. Suatu ketika ia berbicara tentang epistem manusia. " al-Idrok (Ilmu pengetahuan) adalah sifat akal. Pendengaran, penglihatan, perasaan dan penciuman, kesenangan dan marah adalah sifat nafsu. Mengingat, senang, pasrah, dan sabar adalah sifatnya ruh. Fitrah, cahaya, hidayah, keyakinan adalah sifat rahasia (as-sir). Akal, nafsu, ruh, sir, semua itu adalah sifat manusia".
Masjid Ali al-Khowwash
Masjid Ali al-Khowwash, asalnya adalah Zawiyyah-nya Syekh Barakat al-Khoyyat,yang didirikan oleh muridnya yaitu Syekh Ramadlan, di depan Bab al-Futuh, tapi ketika Syekh Ali al-Khowwas di semayamkan di situ, maka masjid tadi menjadi terkenal dengan sebutan masjid al-Khowwash.
Sayyid Alwi bin Salim Al-Idrus
Sayyid Alwi bin Salim Al-Idrusi lahir di kota Malang Jawa Timur dari pasangan Habib Salim bin Ahmad dengan Hababah Fatimah. Tak heran jika kelak Sayyid Alwi menjadi ulama besar yang sarat dengan karisma. Disamping berkah kewara'an kedua orang tuanya, beliau sendiri, juga karena memang ibunda beliau pernah mendapat bisyaroh (khabar gembira) di kala mengandungnya.
Sejak kecil Habib Alwi telah menunjukan kecintaan dan kepeduliannya terhadap ilmu. Menuntut ilmu beliau geluti tanpa mengenal lelah. 'Tiada Hari Tanpa Belajar', demikianlah mungkin motto beliau semasa muda. Kapan dan di manapun beliau senantiasa belajar. Begitu urgen ilmu di mata Habib Alwi, hingga akhir hayatpun beliau senantiasa setia merangkulnya.
Habib Alwi lebih banyak belajar kepada Al 'Allamah Al Quthb Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih. Seorang ulama terkemuka yang mendapatkan sanjungan dari salah seorang maha gurunya Al Habib Alwi bin Abdulloh bin Syihab, _"Wabilfagiihi fil fighi kal adzro'i, wa fittashowwufi wal adabi muttasi'i". Marga bilfagih (Hb. Abdul Qodir) dalam bidang fiqih bagai Imam Adzro'i, Dan dalam ilmu tasawuf serta kesusastraan bak lautan yang tak bertepi.
Habib Alwi adalah figur yang akrab dengan akhlaqul karimah. Apabila bertemu dengan muslim, beliau senantiasa menebar salam lebih dahulu. Dengan siapapun beliau selalu berkomunikasi dengan tutur kata yang halus dan sopan, bahkan sering kali tutur katanya membuat hati yang mendengarkan menjadi tenang. Sikap yang lemah lembut dan rendah hati senantiasa menghiasi hari-harinya. Tidak berlebihan jika beliau disebut sebagai Bapak anak yatim, kasih sayang dan kepedulian kepada mereka sangat kental dengan pribadi Hb. Alwi.
Keluhuran akhlaq dan keluasan ilmunya mampu melunakkan hati semua orang, kafir sekalipun. Suatu saat ada seorang non-muslim keturunan Tionghoa bertandang di kediaman beliau guna mendiskusikan ajaran agama islam. Dengan ramah dan senang hati Hb. Alwi menemuinya dan mengajaknya berkomunikasi dengan tutur kata dan akhlaq yang luhur. Mendengarkan penjelasan dan petuah-petuahnya orang tersebut tercengang dan terkesima. Seketika ia memantapkan hati menyatakan diri memeluk agama islam.
Dalam urusan mengajar dan berdakwah Hb. Alwi senantiasa berada di barisan terdepan. Sakit, hujan ataupun sedikitnya yang hadir dalam majlis beliau, semuanya tak mengurangi sedikitpun semangat bahkan keikhlasannya dalam mengajar dan berdakwah. Suatu ketika Habib 'Alwi mengajar di desa Gondanglegi Malang. Dalam perjalanan menuju desa tersebut hujan turun sangat lebat. Melihat kondisi demikian, salah seorang murid beliau yang menyertainya ketika itu mengusulkan agar majlis tersebut ditunda. Namun tidak demikian dengan Habib Alwi, karena beban dan tanggung jawab sebagai pengemban risalah nabawiyah, beliau tetap konsisten. Ironisnya, ketika sampai di tempat, ternyata yang hadir saat itu hanya segelintir manusia. Meskipun demikian Hb. Alwi tak patah semangat.
Bagi Hb. Alwi, apalah artinya semangat jika tanpa disertai keikhlasan. Pernah Habib Alwi diundang ceramah di wilayah Sukorejo. Beliau berangkat tidak dijemput dengan mobil mewah layaknya para muballigh lainnya. Tapi beliau hanya dijemput oleh salah seorang utusan panitia. Nanum, dengan landasan ikhlas yang tinggi dan ditopang semangat juang yang gigih, beliau berangkat ke Sukorejo hanya dengan mengendarai oplet, demi misi syiar islam.
Kesederhanaan memang tersirat dalam diri Habib Alwi. Memang untuk urusan mengajar beliau bukan tipe ulama yang perhitungan. Di mana dan kapanpun selagi tidak ada udzur syar'i. Siapapun orangnya yang meminta sampai harus naik apa, beliau bersedia hadir. Tidak jarang beliau diundang oleh orang miskin, di pelosok desa yang penuh rintangan, naik dokar sekalipun Habib Alwi menyanggupinya.
Hampir setiap sore terutama hari kamis Hb. Alwi memberikan pengajian di masjid Jami' Malang. Takmir masjid tidak menyediakan mobil jemputan untuk Hb. Alwi. Untuk itu beliau rela pulang pergi dari rumah ke masjid dengan naik becak.
Da'wah Hb.Alwi melegenda ke segenap lapisan masyarakat. Mereka mengenal sosok Hb. Alwi sebagai ulama' yang memiliki kepribadian yang santun dan bersahaja. Maka tak heran jika beliau memiliki pengaruh kuat yang membuahkan hasil perubahan dan peningkatan. Keberaniannya dalam menyatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil mampu menembus dinding baja ruang kerja para pejabat pemerintah. Ketika ada di antara mereka yang bertindak semau gue tanpa mengindahkan syariat agama islam, beliau tidak segan-segan menegurnya.
Demi misi dakwah, Habib Alwi sanggup merelakan segalanya. Dalam hidupnya beliau tidak ingin merepotkan siapapun. Lebih-lebih ketika berdakwah di pedesaan, beliau membawa makanan sendiri dan dibagi-bagikan kepada hadirin. Hampir setiap hari, dalam pengajian yang beliau gelar di kediamannya, Hb. Alwi menjamu para santrinya. Belum lagi ketika beliau mengadakan pengajian secara mendadak, maka beliau tidak segan-segan untuk merogoh koceknya sendiri demi langgengnya dakwah islamiyah. Begitu ramah dan supelnya Hb. Alwi, sehingga tukang becak atau pengemis sekalipun tidak merasa sungkan bertamu kepada beliau. Lebih heran lagi, Hb. Alwi tidak pernah membeda-bedakan tamunya, ini pejabat, ini tukang becak dan sebagainya. Beliau menghormati semua tamunya dengan pelayanan yang proporsional. Sebagai tuan rumah beliau tidak segan-segan mengeluarkan sendiri hidangan untuk tamunya.
Suatu ketika ada seorang pengemis bertamu kepada Hb. Alwi. Kala itu beliau sedang istirahat siang sementara beberapa santrinya berjaga-jaga di serambi rumah beliau. Rupanya sang pengemis tersebut bersikeras ingin bertemu sang Habib sekalipun para santri tidak mengizinkannya. Namun akhirnya pun sang pengemis angkat kaki dari rumah Hb. Alwi membawa kekecewaan yang mendalam. Rupanya Hb.Alwi mengetahuinya. "Tadi ada tamu pengemis ya?", tanya Hb.Alwi kepada santrinya. "Iya Bib, tapi habib sedang istirahat", jawab salah seorang santrinya. "Kenapa tidak membangunkan saya? Iya kalau yang datang tadi pengemis betulan, kalau ternyata Nabiyulloh Khidir as?", tegas Hb. Alwi.
Habib Alwi meninggal pada tahun 1995M dan dimakamkan di pemakaman Kasin Malang di sebelah utara kubah maha gurunya Al 'Arif billah Al Quthb Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih.
Al Habib Nuh bin Muhammad Al Habsyi
Dikisahkan bahwa Kiyai Agung Muhammad bin ‘Abdullah as-Suhaimi BaSyaiban memang selalu mengamalkan bacaan maulid Junjungan Nabi s.a.w., tetapi kadangkala beliau meninggalkannya.
Pada satu malam, beliau bermimpi dan dalam mimpi tersebut beliau bertemu dengan Junjungan Nabi s.a.w. dan Habib Nuh yang ketika itu sudah pun berpulang ke Rahmatullah. Dalam mimpi tersebut, Habib Nuh sedang mengiringi Baginda Nabi s.a.w. yang sedang berjalan di hadapan rumah Kiyai Agung, lalu Habib Nuh pun berkata kepada Baginda Nabi s.a.w.: “Ya RasulAllah, marilah kita ziarah rumah kawan saya Muhammad Suhaimi.”
Tetapi Junjungan Nabi s.a.w. enggan berbuat demikian sambil bersabda: “Saya tak hendak menziarahinya kerana Muhammad Suhaimi ini selalu lupakan saya, karena dia selalu meninggalkan bacaan maulid saya.” Habib Nuh merayu kepada Baginda Nabi s.a.w.: “Saya bermohonlah kepada tuan supaya dia diampuni.” Setelah itu baharulah Junjungan Nabi s.a.w. mahu masuk dan duduk di dalam rumah Kiyai Agung. Inilah kisah mimpi Kiyai Agung, selepas isyarat mimpi itu, maka Kiyai Agung tidak lagi meninggalkan bacaan maulid, hatta dalam pelayaran sekalipun dan walaupun hanya 2 atau 3 orang sahaja dalam majlis pembacaan tersebut.
Ini cerita mimpi, percaya atau tidak terpulanglah, kuceritakan kisah ini sebagai pengenalan kepada ketinggian maqam seorang waliyUllah yang bermakam di Singapura. Beliau yang kumaksudkan dan kuharapkan keberkatannya bagi diriku dan ahli keluargaku serta sekalian muslimin adalah Habib Nuh bin Muhammad al-Habsyi yang hidup sekitar tahun 1788M - 1866M.
Makam beliau terletak di Palmer Road, Tanjong Pagar, Singapura. Keistimewaan Habib Nuh al-Habsyi makin tersohor apabila kerajaan Singapura sewaktu pembinaan lebuh raya coba untuk memindahkan makam beliau tetapi gagal. Akhirnya, makam beliau dibiarkan dan sehingga kini terus di bawah penjagaan Majlis Ugama Islam Singapura.
Habib Nuh al-Habsyi wafat pada hari Jum'at, 14 Rabi`ul Awwal 1283H. Sebelum meninggal, beliau telah mewasiatkan agar dikebumikan di atas sebuah bukit kecil di Jalan Palmer tersebut. Wasiat ini dipandang ganjil kerana tempat yang ditunjukkannya itu adalah terpencil daripada perkuburan orang Islam dan berada di tepi laut yang terdedah kepada pukulan ombak dan hakisan laut. Maka ahli keluarga beliau memutuskan agar jenazahnya dimakamkan saja di tanah perkuburan biasa. Setelah selesai urusan jenazah dan ketika hendak dibawa ke tanah perkuburan biasa, jenazah beliau tidak dapat diangkat oleh orang yang hendak membawanya. Diceritakan puluhan orang cuba untuk mengangkat jenazah tersebut, semuanya gagal. Akhirnya mereka diperingatkan agar mematuhi sahaja wasiat Habib Nuh berhubung tempat pengkebumiannya. Maka apabila jenazahnya hendak dibawa ke tempat menurut wasiatnya tersebut, maka orang-orang yang membawanya merasa jenazahnya amat ringan dan mudahlah mereka mengusungnya. Tahun 1962, kerajaan Singapura telah menambak dan menebus guna laut sekitar makam Habib Nuh, dan sekarang makam tersebut berada di tengah daratan dan bukan lagi tepi laut. Makam beliau tetap terpelihara sehingga sekarang dan menjadi tempat ziarah bagi mereka-mereka yang mencari keberkahan seorang sholih lagi wali.
Karamah Habib Nuh al-Habsyi zahir sewaktu hayatnya lagi. Diceritakan bahawa pernah beliau dipenjarakan oleh penjajah orang putih. Anehnya, Habib Nuh boleh berada di luar penjara pada bila-bila masa sahaja yang dia kehendaki, walaupun dalam penjara kaki dan tangannya dirantai. Walaupun ditangkap semula, beliau tetap dapat keluar dari penjara, sehingga penjajah tidak betah lagi untuk memenjarakan beliau kerana penjara tidak lagi mempunyai apa-apa arti buat beliau.
Diceritakan lagi bahwa pada satu ketika ada seorang saudagar yang sedang dalam pelayaran ke Singapura. Dalam pelayaran, kapalnya telah dipukul ribut kencang. Dalam suasana cemas tersebut, saudagar itu berdoa kepada Allah agar diselamatkan kapalnya dari ribut tersebut dan dia bernazar jika sekiranya dia selamat sampai ke Singapura dia akan menghadiahkan kain kepada Habib Nuh. Alhamdulillah, dia dan dagangannya diselamatkan Allah dari keganasan ribut tersebut. Setibanya di Singapura, dia hairan kerana Habib Nuh telah sedia menunggu kedatangannya di pelabuhan dan memintanya melaksanakan nazar yang telah dibuatnya di tengah laut itu.
Diceritakan lagi bahwa seorang yang hendak belayar membawa dagangan yang mahal mengikut sebuah kapal telah menghadap Habib Nuh memohon doa agar pelayarannya selamat. Habib Nuh dengan keras melarang dia membawa dagangannya tersebut. Memandangkan ketegasan Habib Nuh tersebut, maka saudagar tersebut tidaklah jadi membawa dagangannya dengan kapal tersebut. Tidak berapa lama selepas kapal tersebut berlepas, penduduk Singapura dimaklumkan bahawa kapal tersebut telah terbakar dan tenggelam.
Banyak lagi kejadian aneh yang dihubungkan kepada karamah Habib Nuh ini. Walau apa pun khawariqul adah yang berlaku pada dirinya, maka itu bukanlah tuntutan kita. Yang pasti, sejarah telah menyaksikan bahawa Habib Nuh al-Habsyi adalah seorang sholeh yang taat kepada ajaran Islam. Apa yang kita citakan ialah agar dapat mencontohi jejak langkah beliau dalam menuruti perjalanan para leluhurnya sambung-menyambung sehingga ke hadhrat Junjungan Nabi s.a.w. Mahabbah kepada para sholihin adalah dituntut dan ingat seseorang itu nanti akan berada bersama orang yang dikasihinya. Sesungguhnya istiqamah atas agama itu lebih baik daripada 1000 kekeramatan mencarik adat. Karamah maknawi itu lebih bermakna dari karamah hissi. Mudah-mudahan keberkatan Habib Nuh al-Habsyi mengalir terus kepada kita dan anak keturunan kita, keberkatan yang dengan sebabnya diharap Allah memandang kita dengan pandangan rahmat dan kasih sayangNya.
Habib 'Abdur Rahman bin Ahmad bin 'Abdul Qadir as-Saqqaf
Hari Senin, waktu Dzuhur tanggal 7 Rabi`ul Awwal 1428H (26 Mac 2007) kembali seorang lagi ulama kita ke rahmatUllah. Habib 'Abdur Rahman bin Ahmad bin 'Abdul Qadir as-Saqqaf dilahirkan di Cimanggu, Bogor. Beliau telah menjadi yatim sejak kecil lagi apabila ayahandanya berpulang ke rahmatUllah dan meninggalkan beliau dalam keadaan dhoif dan miskin. Bahkan beliau sewaktu-waktu terkenang zaman kanak-kanaknya pernah menyatakan: "Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya. Waktu Lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak punya sandal apa lagi sepatu."
Tapi kemiskinan tidak sekali-kali menghalangi beliau dalam menuntut ilmu agama. Bermula dengan pendidikan di Jamiat al-Khair, Jakarta, dan seterusnya menekuni belajar dengan para ulama sepuh seperti Habib 'Abdullah bin Muhsin al-Aththas rahimahUllah yang lebih terkenal dengan panggilan Habib Empang Bogor. Beliau sanggup berjalan kaki berbatu-batu semata-mata untuk hadir pengajian Habib Empang Bogor. Selain berguru dengan Habib Empang Bogor, beliau turut menjadi murid kepada Habib 'Alwi bin Thahir al-Haddad (mantan Mufti Johor), Habib 'Ali bin Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Ali bin Husein al-Aththas (Habib Ali Bungur), Habib Ali bin 'Abdur Rahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) dan beberapa orang guru lagi. Dengan ketekunan, kesungguhan serta keikhlasannya, beliau dapat menguasai segala pelajaran yang diberikan dengan baik. Penguasaan ilmu-ilmu alat seperti nahwu telah membuat guru-gurunya kagum, bahkan menganjurkan agar murid-murid mereka yang lain untuk belajar dengan beliau.
Maka bermulalah hidup beliau menjadi penabur dan penyebar ilmu di berbagai madrasah sehinggalah akhirnya beliau mendirikan pusat pendidikan beliau sendiri yang dinamakan Madrasah Tsaqafah Islamiyyah di Bukit Duri, Jakarta. Dunia pendidikan memang tidak mungkin dipisahkan dari jiwa almarhum Habib 'Abdur Rahman, yang hampir seluruh umurnya dibaktikan untuk ilmu dan pendidikan sehingga dia disebut sebagai gurunya para ulama. Sungguh almarhum adalah seorang pembimbing yang siang dan malamnya menyaksikan keluhuran akhlak dan budi pekertinya, termasyhur dengan kelembutan perangainya, termasyhur dengan khusyu'nya, termasyhur dengan keramahannya oleh segenap kalangan masyarakat, orang-orang miskin, orang kaya, pedagang, petani, kiyai, ulama dan orang-orang awam yang masih belum mendapat hidayah pun menyaksikan kemuliaan akhlak dan keramahan beliau rahimahullah, termasyhur dengan keluasan ilmunya, guru besar bagi para Kiyai dan Fuqaha di Indonesia, siang dan malamnya ibadah, rumahnya adalah madrasahnya, makan dan minumnya selalu bersama tamunya, ayah dan ibu untuk ribuan murid-muridnya.
Selain meninggalkan anak-anak kandung serta ribuan murid yang menyambung usahanya, beliau turut meninggalkan karangan-karangan bukan sahaja dalam Bahasa 'Arab tetapi juga dalam Bahasa Jawa dan Sunda. Karangannya pula tidak terbatas pada satu cabang ilmu sahaja, tetapi berbagai macam ilmu, mulai dari tauhid, tafsir, akhlak, fiqh hinggalah sastera. Antara karangannya yang dicetak untuk kegunaan santri-santrinya :
1. Hilyatul Janan fi hadyil Quran;
2. Safinatus Sa`id;
3. Misbahuz Zaman;
4. Bunyatul Ummahat; dan
5. Buah Delima.
Maka bulan mawlid tahun ini menyaksikan pemergian beliau ke rahmatUllah. Mudah-mudahan Allah menempatkan beliau bersama para leluhur beliau sehingga Junjungan Nabi s.a.w. dan semoga Allah jadikan bagi kita yang ditinggalkannya pengganti.
Syech Yusuf al makasari
Cikal bakal pendekar pendekar Banten yang terkenal sakti tak lepas dari upaya Syech Yusuf al makasari. Ulama kelahiran Bugis Makasar ini lama menetap di Banten dan menjadi Kaki tangan Sultan Ageng Tirtayasa berjuang bersama dalam mensyiarkan Islam dan melawan Penjajahan belanda. Sekitar tahun 1670 sekembalinya dari timur tengah Syech Yusuf al makasari tinggal di banten dan menikah dengan Putri Sultan Ageng Tirtayasa. Kedalaman ilmu yang dimiliki Syeck Yusuf menjadikan Beliu begitu cepat terkenal dan menjadikan Banten sebagai Pusat pendidikan Islam. Banyak Murid murid yang berdatangan dari berbagai penjuru negri untuk belajar kepada Syech Yusuf . Disamping mengajarkan tentang ilmu-ilmu syariat beliau juga mengajarkan ilmu beladiri untuk berjuang bersama melawan penjajah Belanda.
Putra Bugis sulawesi lahir di tallo 13 jui 1627 ,Ayahnya bernama Abdulloh dan ibunya bernama Aminah, sejak kecil di didik dalam lingkungan yang islami belajar kepada ulama-ulama setempat namun yang menarik perhatiaannya adalah kecintaannya untuk memperdalam ilmu tasawuf. Menginjak remaja beliau belajar kepada seorang ulama terkenal di Makasar bernama Syech Jalaludin al aidit. Tahun 1644 Syech yusuf dengan menumpang kapal melayu belayar menuju Timur tengah untuk memperdalam ilmu-ilmu agama. Di Damaskus beliau berguru kepada Syech Abu al barkah dan gurunya tersebut yang memberi nama syech yusup dengan “Al makasari” serta memberikan ijazah Tarekat Khalwati kepadanya. DI samping belajar syech yusul al makasri juga mengajar di Mekkah kepada santri-santri yang berasal dari indonesia . Konsep tasawuf yang di ajarkan Syech Yusuf tentang Pemurnian kepercayaan pada keesaan Tuhan sangat menarik minat pelajar-pelajar yang berada di Mekkah . Menurut Syech Yusuf bahwa Tauhid adalah komponen penting dalam ajaran Islam maka bagi yang tidak percaya tentang tauhid dikategorikan sebagai kafir. Hakekat Tuhan sendiri menurut Syech Yusuf adalah kesatuan dari sifat-sifat yang saling bertentangan dan tak seorangpun dapat memahami Sirr ( rahasia) kecuali mereka yang telah di beri Kasyaf oleh Tuhan. Beliau menegaskan bahwa seseorang yang mengamalkan Syariat itu lebih baik daripada orang yang mengamalkan Tasawuf tapi mengabaikan ajaran Hukum Islam.
Selama Menetap di banten Syech Yusuf al makassari menjabat sebagai Penasehat Spritual Sultan Ageng Tirtayasa, pengaruhnya terhadap masyarakat banten untuk melawan Penjajah Belanda sangat ditakutkan oleh belanda, apalagi Murid -murid Syech yusuf Al makassari terkenal sebagai pendekar pendekar Banten yang kebal terhadap Senjata membuat Pasukan Belanda kalang kabut. Maka tehnik licik belandapun dilakukannya dengan memecah belah serta mengadu domba terhadap keluarga Sultan. Hasutan-hasutan Belanda terhadap putra Sultan Ageng tirtayasa yang bernama Sultan Haji rupanya telah berhasil. Dengan dukungan militer Belanda Sultan Haji Putra Sultan Ageng bertempur dengan Ayahnya Sendiri Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam pertempuran tersebut Syech Yusuf di tawan Belanda dan diasingkan ke Pulau Ceylon ( srilangka) . Di pengasingannya beliu bertemu dengan Ulama Sri langkah bernama Syech Ibrahim bin mi’an dan sering mengadakan diskusi kegamaan dan majlis ta’lim . Pembahasan tentang konsep Tasawuf yang diajarkan oleh Syech Yusuf sangat menarik minta para ulama serta jama’ah setempat dan mereka meminta kepada Syech Yusuf untuk membuat sebuah Kitab tentang Tasawuf. Dan Syech yusufpun akhirnya mengarang Kitab tentang Konsep tawasuf yang berjudul “kaypiyyah At tasawuf”. Rupanya Belanda tak mau kecolongan lagi dengan pengaruh - pengaruh Syech Yusuf sehingga Syech yusufpun kembali di asingkan ke Afrika Selatan sampai akhir hayatnya. Syech yusuf al makassari wafat tahun 1699 dalam usia 72 tahun dan di makamkan di Afrika selatan. Dan yang menarik adalah sekitar tahun 1705 kerangka Syech yusuf Al makassari yang di makamkan di afrika selatan di pindahkan oleh murid-murid beliau ke Tanah kelahirannya di Sulawesi selatan.
Ust. Hasan Baharun
A. Sejarah Kelahiran dan Sisilah Ust. Hasan Baharun
Al Habib Hasan Baharun lahir di Sumenep pada tanggal 11 Juni 1934 dan merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari Al Habib Ahmad bin Husein dengan Fathmah binti Ahmad Bachabazy.
Adapun silsilah dzahabiyah yang mulia dari beliau adalah Al Habib Hasan Bin Ahmad bin Husein bin Thohir bin Umar Bin Baharun
B. Sejarah Masa Kanak-kanak Ust . Hasan Baharun
Sejak kecil kedisiplinan dan kesederhanaan telah ditanamkan oleh kedua orang tua beliau sehingga mengantarkannya tumbuh menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlaq dan sifat yang terpuji.
C. Sejarah Pendidikan Ust. Hasan Baharun
Pendidikan agama selain diperoleh dari bimbingan kedua orang tuanya ia dapatkan dari Madrasah Makarimul Akhlaq Sumenep dan dari kakeknya yang dikenal sebagai ulama besar dan disegani di Kabupaten Sumenep yaitu Ustadz Achmad bin Muhammad Bachabazy. Setelah kakeknya meninggal dunia beliau menimba ilmu agama dari paman-pamannya sendiri yaitu Ust. Usman bin Ahmad Bachabazy dan Ust. Umar bin Ahmad Bachabazy. Semangat belajar Ust. Hasan Baharun sejak kecil memang dikenal rajin dan ulet, bahkan apabila bulan Ramadhan tiba beliau belajar semalam suntuk, mulai sehabis tadarrus sampai menjelang shubuh. Beliau belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama khususnya ilmu fiqih serta menjadi murid kesayangan Al-Faqih Al-Habib Umar Baaqil Surabaya.
Disamping pendidikan agama beliau juga menuntut pendidikan ilmu umum mulai dari Sekolah Rakyat (SR / setingkat SD), Pendidikan Guru Agama (PGA) 6 tahun dan hanya sampai di kelas 4 karena pindah dan melanjutkan ke SMEA di Surabaya.
D. Masa Remaja dan Pengalaman Organisasi Ust. Hasan Baharun
Semasa remaja beliau senang berorganisasi baik Remaja Masjid ataupun organisasi lainnya seperti Persatuan Pelajar Islam (PII) bahkan beliau pernah diutus untuk mengikuti Muktamar I PII se-Indonesia yang diselenggarakan di Semarang. Dan pernah menjabat Ketua Pandu Fatah Al Islam di Sumenep. beliau aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas menyampaikan kebenaran. Dan di Pasuruan menjabat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia ( MUI ) sampai akhir hayat beliau.
E. Perjalanan dan Konsep Dakwah Ust. Hasan Baharun
Setelah menamatkan sekolah beliau sering mengikuti ayahnya ke Masalembu untuk berdawah sambil membawa barang dagangan. Keluarga Ustadz Hasan pada saat itu dikenal ramah dan ringan tangan, apabila ada orang yang tidak mampu membayar hutangnya disuruh membayar semampunya bahkan dibebaskan. Sifat-sifat inilah yang diwarisi beliau yang dikenal apabila berdagang tidak pernah membawa untung karena senantiasa membebaskan orang-orang yang tidak mampu membayarnya.
Dan pada waktu berkeliling menjajakan dagangan beliau dikenal suka membantu menyelesaikan permasalahan dan konflik yang terjadi dimasyarakat serta senantiasa berusaha mendamaikan orang dan tokoh-tokoh masyarakat yang bermusuhan.
Pada tahun 1966 beliau merantau ke Pontianak berdawah keluar masuk dari satu desa ke desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa namun dengan penuh kesabaran dan ketabahan semua itu tidak dianggapnya sebagai rintangan . Dengan penuh kearifan dan bijaksana dikenalkannya dakwah Islam kepada orang-orang yang masih awam terhadap Islam. Dan alhamdulillah dakwah yang beliau lakukan mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat ataupun tokoh-tokoh lainnya. Di setiap daerah yang beliau masuki untuk berdakwah beliau senantiasa bersilaturahmi terlebih dajhulu kepada tokoh masyarakat dan ulama/kyai setepat untuk memberitahu sekaligus minta izin untuk berdakwah di daerah tersebut sehingga dengan budi pekerti, akhlaq dan sifat-sifat yang terpuji itulah masyarakat beserta tokohnya banyak yang simpati dan mendukung terhadap dakwah yang beliau lakukan.
Pada waktu melakukan dakwah beliau senantiasa membawa seperangkat peralatan pengeras suara (Loadspeaker/Sound System) yang pada saat itu memang masih langka di Pontianak sehingga dengan hal itu tidak merepotkan yang punya hajat/mengundangnya untuk mencari sewaan pengeras suara. Dan tak lupa pula beliau membawa satir/tabir untuk menghindari terjadinya ikhtilat (percampuran) antara laki-laki dan perempuan dan perbuatan maksiat/dosa lainnya yang akan menghalang-halangi masuknya hidayah Allah SWT., sedangklan pahala dakwah yang beliau lakukan belum tentu diterima Allah SWT.
Berdagang yang beliau lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dijadikan sarana pendekatan untuk berdakwah kepada masyarakat. Kedermawanan dan belas kasihnya kepada orang yang tidak mampu menyebabkan dagangannya tidak pernah berkembang karena keuntungannya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu serta membebaskan orang yang tidak mampu membayarnya. Selain itu pula beliau mempunyai keahlian memotret dan cuci cetak film yang beliau gunakan pula sebagai daya tarik dan mengumpulkan massa untuk didakwahi, karena pengambilan hasil potretan yang beliau lakukan sudah ditentukan waktunya, sehingga aabila mereka sudah berkumpul sambil menunggu cuci cetak selesai waktu menunggu tersebut diisi dengan ceramah dan tanya jawab masalah agama.
Selain berdakwah beliau aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas di dalam menyampaikan kebenaran sehingga pada saat itu sempat diperiksa dan ditahan. Namun pada saat itu masyarakat akan melakukan demonstrasi besar-besaran apabila beliau tidak segera dikeluarkan dan atas bantuan pamannya sendiri yang saat itu aktif di Golkar membebaskan beliau dari tahanan. Dan tak lama setelah kejadian tersebut, sekitar tahun 1970 atas permintaan dan perintah dari ibundanya, beliau pulang ke Madura dan disuruh untuk berdakwah di Madura atau di Pulau Jawa saja. Namun karena kegigihan beliau selama 2 tahun masih tetap aktif datang ke Pontianak untuk berdakwah walaupun telah menetap di Jawa Timur.
Pada tahun 1972 beliau mengajar di Pondok Pesantren Gondanglegi Malang mengembangkan Bahasa Arab, sehingga pondok Gondanglegi pada saat itu terkenal maju dalam bidang Bahasa Arabnya.
F. Sejarah Pendirian Pondok dan Perkembangannya
Mahad ini didirikan pada tahun 1981 di Bangil dengan menempati sebuah rumah kontrakan. Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Ust. Hasan Baharunn mengasuh dan mendidik para santrinya, sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat dan dalam waktu yang relative singkat jumlah santri berkembang dengan pesat.
Selain membina santri putra, pada tahun 1983 pondok ini menerima santri putri yang berjumlah 16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Dan pada tahun 1984 lokal pemondokan santri menempati sampai sebanyak 13 rumah kontrakan.
Atas petunjuk Musyrif Mahad Darullughah Waddawah Abuya Sy. Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, pada tahun 1985 Pondok Pesantren Darullughah Waddawah dipindah ke Desa Raci.
Kesuksesan Ust. Hasan Baharun dalam berdakwah dan membangun Pondok Pesantren Darullughah Waddawah tidak lepas dari peran besar dari seorang wanita sholihah yang sudah terdidik dan terlatih kesabaran, kegigihan serta ketegarannya dalam menghadapi kehidupan oleh ayahandanya Al-Habib Muhammad Al-Hinduan, beliau adalah Syarifah Khodijah binti Muhammad Al-Hinduan, istri tercinta yang senantiasa dengan penuh ketabahan dan kesabaran mendampingi pahit getirnya perjuangan serta senantiasa memberikan semangat bagi sang suami. Bahkan jiwa besar dan perjuangannya ditunjukkan oleh ustadzah ketika Ust. Hasan membutuhkan dana untuk pondok maka ustadzah dengan senang hati menjual seluruh barang-barang berharga dan semua perhiasan yang dimilikinya bahkan yang mengandung kenangan dan sejarah dijualnya pula.
Pada tanggal 23 Mei 1999 M bertepatan tanggal 8 Shafar 1420 H beliau berpulang ke rahmatullah, kemudianestafet kepemimpinan dilanjutkan oleh putra beliau Al Ustadz Ali Zainal Abidin bin Hasan Baharun.
Pada tahun 2006 dibuka Pondok Pesantren II Darullughah Waddawah yang berlokasi di Desa Pandean Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan yang sekarang ditempati 334 santri putra untuk tingkat idadiyah dan kelas I dan II ibtidaiyah.
G. Metode Pengkaderan dan Pendidikan Putra-putra Beliau
Dalam mendidik putra-putranya beliau sangat disiplin dan memperlakukan putra-putranya seperti santri-santri pada umumnya. Putra-putra beliau disuruh tinggal di asrma/kamar santri, peraturan yang berlaku untuk santri juga diberlakukan untuk putra-putra beliau, seperti piket menyapu, mengepel, membersihkan kamar mandi dan lain sebagainya. Dan apabila ketahuan ada santri memberi hadiah - uang atau membantu / menggantikan piketnya maka putra beliau dan santri yang membantu tersebut akan diberikan sanksi. Apabila putra beliau melanggar peraturan pondok akan menerima sanksi 2 kali lipat. Sehingga dengan kedisiplinan, kesederhanaan serta kemandirian yang ditanamkan oleh beliau alhamdulillah putra-putra beliau berhasil mengikuti jejak beliau menjadi ahli ilmu dan terjun di dunia pendidikan dan dakwah. Bahkan untuk mengikat dan memberikan motivasi, beliau mengatakan kepada putra-putranya bahwa mereka tidak berhak menggunakan fasilitas pondok apabila tidak turut serta membantu pondok.
H. Pemikiran dan Konsep konsep Pendidikan Ust. Hasan Baharun
Secara singkat akan kami uraikan beberapa pemikiran dan konsep-konsep pendidikan yang dapat kami tangkap dari ungkapan dan ide-ide serta realitas yang beliau jalankan dalam mengelola lembaga pendidikan dan pondok pesantren antara lain :
o Apabila seorang kyai sudah mendirikan pondok maka dia harus rela meninggalkan semua aktifitas dan hobinya yang ada diluar pondok yang dapat mengganggu konsentrasinya dalam membina santrinya. Beliau mengibaratkan seorang pengasuh pondok pesantren sebagai induk ayam yang sedang mengerami telur, maka apabila sering meninggalkan sarangnya kemungkinan besar telur tesebut tidak jadi menetas, dan telur tersebut akan busuk.
o Untuk mendirikan pondok pesantren harus dijiwai dengan ikhlas dan guru-guru yang akan mengajar harus diseleksi tingkat keikhlasannya, sehingga tidak akan menularkan kepada santrinya ilmu yang tidak ikhlas dan seterusnya. Dan apabila diniati dengan hati yang ikhlas maka pondok pesantren tidak usah khawatir akan datangnya murid sebab Allah akan memproklamasikan/ mengumumkan kepada para malaikat untuk menanamkan kemantapan pada kaum muslimin. Begitu jawaban Ust Hasan ketika ditanya sistem promosi apa yang dipakai pondok sehingga sangat cepat perkembangan santrinya dan berasal dari berbagai propinsi bahkan dari beberapa negara tetangga.
o Sasaran yang diutamakan dan mendapat perhatian khusus dari beliau adalah :
+ Putra para kyai dan para habaib khususnya yang memmpunyai pondok pesantren dan majlis talim, hal ini dilakukan karena mereka sudah jelas ditunggu oleh ummat dan sebagai proses pengkaderan agar mereka bisa menjadi penerus orang tua mereka memimpin pondok pesantren.
+ Putra-putra daerah yang disana jarang ada ulama/kyai/ustadz, sehingga diharapkan nanti bisa pulang kembali untuk berdakwah menyebarkan Islam dan merintis lembaga pendidikan/majlis talim.
+ Putra aghniya, yang dengan masuknya putra mereka di pondok dengan beberapa pertimbangan diantaranya diharapkan perhatiannya terhadap Islam/pondok pesantren lebih besar dan sebagai wasilah masuknya dakwah kepada orang tua mereka, menyelamatkan harta mereka serta sebagai bentuk subsidi silang terhadap santri yang tidak mampu.
+ Putra-putri dari orang-orang yang pernah berjasa dalam perintisan pondok .
I. Hubungan Ust. Hasan Baharun dengan Ulama
Abuya Ust Hasan Baharun dikenal sangat supel dan luwes dalam menjalin hubungan dengan semua kalangan. Beliau mampu menjalin hubungan dan memelihara hubungan tersebut dengan baik hal ini terlihat bahwa beliau mampu melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam perjuangan dan dakwah Islam serta mengajak mereka berpartisipasi dalam perintisan dan pembangunan pondok pesantren, baik itu tokoh masyarakat dari kalangan NU maupun tokoh-tokoh Muhammadiyah. Dan di Pasuruan beliau secara aklamasi di tunjuk sebagai ketua MUI walaupun beliau memberikan syarat kalau pertemuan MUI harus di Pondok Darullughah Wddawah, hal ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Ust. dikalangan para Ulama Pasuruan. Hal ini sangat wajar karena beliau juga selain hubungan pribadi juga beliau meluangkan waktunya untuk membantu mengajar bahasa Arab di berbagai pondok besar mulai dari Banyuwangi sampai ke Jawa Tengah. Adapun hubungan beliau dengan ulama-ulama luar negeri, terutama dengan ulama besar Timur Tengah sekilas dapat kami unkapkan sebagai berikut:
Hubungan dengan Abuya Sy. Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani
Hubungan Abuya Ust. Hasan Baharun dengan Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki bermula sejak beliau ditunjuk untuk menjadi penerjemah ceramah dalam kunjungan dan silaturrahmi Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki ke beberapa pondok pesantren di Jawa Timur. Abuya Sayyid Muhammad sangat tertarik dengan kemampuan Bahasa Arab dan Kepribadian Ust. Hasan Baharun sehingga setiap kunjungan ke Jawa Timur beliau menjadi langganan sebagai penerjemahnya. Bahkan Abuya Ust. Hasan dipercaya untuk mengajar Bahasa Arab istri Abuya Sayyid Muhammad sebelum diajak ke Makkah Al-Mukarromah. Dengan pandangan hati Abuya memerintah Ust. Hasan untuk membuka pondok pesantren serta setelah perkembangan pondok cukup pesat beliau pula yang menyuruh agar pondok yang asalnya mengontrak rumah di Bangil agar pindah ke lokasi di Desa Raci Kecamatan Bangil (lokasi pondok sekarang) dan memberi dana pertama untuk membangun pondok Raci. Selanjutnya Abuya Ust Hasan sering ke Mekkah berziarah ke kediaman beliau dan sekaligus untuk mencari dana. Sambutan yang luar biasa diberikan oleh Sayyid Muhammad dan beliau sendiri yang menulis surat kepada para aghniya/memberikan memo agar membantu pembangunan pondok Dalwa.
Menurut penuturan Abuya Ust. Hasan Baharun bahwa apabila beliau ke Makkah beliau memperlakukan dirinya sebagai santri Abuya Sayyid Muhammad dan mengakui bahwa Sayyid Muhammad adalah guru beliau di samping Al-Habib Abdul Qodir Bin Ahmad Assegaff. Walaupun demikian Abuya Sayyid Muhammad memberikan penghormatan kepada Ust. Hasan sebagai ulama bahkan beliau diberi ruang khusus serta dilengkapi dengan telepon untuk memudahkan urusan.
Dan untuk mempererat hubungan yang telah terjalin Abuya Ust Hasan mengirim putranya Al-Habib Zain Bin Hasan Baharun dan beberapa santri Dalwa untuk belajar pada Abuya Sayyid Muhammad serta beberapa Alumni Sayyid Muhammad yang di Jawa Timur oleh Ust Hasan diminta untuk mengajar di Mahad Dalwa seperti Ust. Ihya Ulumuddin, Ust Ahmad Bin Husin Assegaff, Ust. Abdul Hadi Surabaya, Ust. Sholeh Al-Idrus, Ust Muhammad Al-Haddad, Ust. Abdullah Mulahelah (Malang), Ust. Hilmi, Ust. Amir Syarifudin, Ust. Abdullah Umar, dan lain sebagainya. Demikian pula Abuya Sayyid Muhammad mempunyai perhatian yang besar terhadap mahad Dalwa selain para santrinya yang berasal dari kawasan Jawa Timur (Probolinggo, Pasuruan, Malang Sidoarjo, Surabaya dan Gresik) dianjurkan untuk mengajar di Mahad Dalwa, beliau juga senantiasa memberikan bantuan dan mengawasi perkembangannya.
Hubungan dengan Ulama Hadromaut
Hubungan Ustadz Hasan Baharun dengan ulama Hadromaut bermula ketika beliau berziarah ke Hadromaut dan bertemu dengan para ulama disana. Melihat tradisi salaf dan keilmuan yang ada di Hadramaut maka beliau tertarik untuk mengirimkan santri-santrinya ke beberapa ribath (pondok) yang dipimpin para masyayikh di sana. Sehingga hubungan antara Ust. Hasan dengan para ulama Hadramaut Yaman semakin baik sampai kewafatan beliau bahkan diteruskan oleh penerusnya (Ust. Zain Hasan Baharun) sampai sekarang.
J. Hubungan dengan Para Pejabat / Pemerintah
Hubungan Ust. Hasan dengan para pejabat dilatar belakangi karena urusan lembaga pendidikan, sebab sebuah lembaga tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa keterlibatan instansi dan pihak lain terutama dengan instansi pemerintah. Oleh karena itu beliau menjalin kerjasama dengan pemerintah dalam kerangka kepentingan pondok dan kepentingan dakwah serta perjuangan bukan termotivasi atas kepentingan pribadi.
Beliau mampu menempatkan diri sebagai ulama yang harus dalam posisi terhormat, berwibawa, perlu dimintai fatwa dan ditaati sarannya sehingga beliau tetap mulia walaupun ada tudingan miring yang diarahkan kepada beliau namun beliau dapat menunjukkan kedekatan dengan para pejabat semata-mata dalam rangka dakwah, hal ini terbukti bahwa posisinya sebagai ketua MUI sangat diperhitungkan. Setiap Acara di Kabupaten Pasuruan layaknya kegiatan di pesantren, dan ada pemisahan antara putra-dan putri, serta acara di pendopo tidak akan dimulai kecuali beliau sudah datang ketempat acara. Bahkan ada yang bilang bahwa Bupati Pasuruan adalah Bupatinya Ust. Hasan.
Sebuah contoh keberhasilan dakwah beliau di kalangan pejabat adalah mereka senantiasa berkonsultasi dan minta pendapat beliau apabila ada permasalahan di masyarakat. Dan juga beliau mampu menciptakan kegiatan-kegiatan keagamaan di beberapa instansi strategis misalnya dengan secara rutin mengadakan acara pengajian di Kantor Kodim, Sholat taubat/tasbih secara rutin dengan pihak Kapolres yang melibatkan seluruh anggota Kapolsek se-Kabupaten Pasuruan.
Beliau dapat pula mengontrol setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah walaupun sulitnya bersikap, karena saat itu dominasi dan kuatnya pengaruh pemerintahan orde baru, namun Al-hamdulillah beliau mampu berkiprah semaksimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dan kaum muslimin.
K. Hubungan dengan Masyarakat Umum
Disela-sela kesibukan yang sangat padat Ust.. Hasan Baharun sangat perhatian dengan masyarakat umum, terutama tokoh-tokoh masyarakat, apabila ada waktu beliau senantiasa menyempatkan diri bersilaturrahmi walaupun hanya sebentar dan beliau siap menerima segala keluhan masyarakat selama dua puluh empat jam bahkan seluruh lapisan masyarakat sangat mudah menemui beliau di kantor pondok karena sepanjang hari mulai pukul 02.00 malam sampai pukul 10 malam berada dikantor untuk melayani kepentingan santri, wali murid dan masyarakat umum. Hal ini terbukti setiap hari dan setiap saat banyak masyarakat yang datang bersilaturrrahmi mulai yang datang untuk bertanya masalah hukum agama, minta barokah doa, minta bantuan biaya sekolah, bantuan pembangunan masjid dan lembaga pendidikan dan sosial, minta biaya pengobatan bahkan ada beberapa yang secara rutin disuruh datang untuk mengambil jatah kebutuhan yang ditanggung oleh beliau.
L. Perhatian Ust. Hasan Baharun terhadap Pengembangan dan Penyebaran Bahasa Arab
Ust. Hasan Baharun mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan dan pengembangan Bahasa Arab. Selain Beliau banyak mengarang kita-kitab yang berhubungan dengan Bahasa Arab seperti Kamus Bahasa Dunia Al Ashriyyah, Muhawarah Jilid I dan II, Qawaidul Irab, Kalimatul Asma Al Yaumiyyah dan Kalimatul Afal Al Yaumiyyah, 40 Kaidah-kaidah Nahwu (Pengantar Ilmu Nahwu) serta beliau mewajibkan seluruh santri dan para guru untuk senantiasa menggunakan Bahasa Arab.
Disamping mengembangkan Bahasa Arab di pondok pesantren beliau sendiri, juga mengajar secara rutin di beberapa pondok pesantren, seperti di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Asembagus Sukorejo Situbondo, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan di beberapa pondok pesantren lainnya mulai dari Banyuwangi sampai ke Jawa Tengah.
Adapun bentuk perhatian beliau terhadap Bahasa Arab :antara Lain
o Beliau sering mengisi seminar-seminar di berbagai perguruan tinggi dan pondok pesantren serta berbagai lembaga pendidikan untuk menjelaskan pentingnya Bahasa Arab.
o Mengirim beberapa guru dan santri untuk mengajar khusus Bahasa Arab di beberapa lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren.
o Menerima dan mengadakan kursus Bahasa Arab secara gratis di Pondok Pesantren Darullughah yang terbuka untuk umum serta beliau menangani sendiri setiap ada rombongan kursus dari pondok-pondok dan perguruan tinggi.
o Senantiasa memberikan motivasi kepada para ulama/kyai untuk membiasakan berbahasa Arab. Dan menyarankan agar mewajibkan santrinya berbahasa Arab.
o Senantiasa menyuruh guru-guru untuk mengarang hal-hal yang berhubungan dengan bahasa Arab.
o Mengawasi guru-guru agar menerangkan pelajaran dengan bahasa Arab dan menegurnya apabila diketahui menjelaskan pelajaran di kelas dengan menggunakan bahasa selainnya.
M. Cita Cita Besar Ust. Hasan Baharun
Beberapa bulan sebelum beliau wafat sering mengungkapkan cita-cita besar beliau yaitu ingin membuat organisasi yang dapat menyatukan Ummat Islam. Karena beliau berpendapat bahwa dengan persatuan Ummat Islam banyak hal yang bisa dilakukan. Bahkan ketika ada perrtemuan Ulama di Jakarta dan beliau berhalangan hadir beliau menitip surat kepada Ust Qosim Baharun yang mewakilinya untuk membacakan surat tersebut sebagai usulan dari beliau yaitu agar para ulama menggagas Organisasi Persatuan Habaib, Ulama, Kiyai, Santri dan para simpatisan dalam ikatan satu wadah non politik yang tujuannya murni untuk kepentingan Ummat Islam. Bahkan beliau berjanji sanggup meninggalkan pondok dan menyerahkan urusan pondok kepada putranya Al-Habib Zain Baharun sedangkan beliau sendiri ingin bersilaturrrahmi ke para Ulama di seluruh nusantara untuk mensosialisasikan ide besar dan mulia tersebut.
N. Sifat-Sifat Dan Kisah-Kisah Keteladanan Abuya Ust. Hasan Baharun
Beberapa sifat yang menonjol Ust. Hasan yang sudah sangat makruf di kalangan santri, dan guru-guru, kalangan habaib dan masyarakat yang sering berkomunikasi dengan beliau sebagai seorang figur ulama sebagai pewaris nabi betul-betul beliau mewarisi sifat-sifat sikap dan perjuangan Datuknya Al-Musthofa Nabi Muhammad SAW. Dan Agar kita lebih jelas akan dipaparkan sifat-sifat tersebut serta contoh-contoh sebagian peristiwa serta kehidupan beliau sehingga kita dapat meniru sifat dan sikap keteladanan beliau yang juga senantiasa ditanamkan bagi santri-santrinya adalah sebagai berikut ;
Sabar
Adapun salah satu sifat yang menonjol pada diri beliau adalah sifat sabar. Kesabaran Ust Hasan sangat dikenal oleh semua kalangan baik santri, dewan guru, pejabat dan orang-orang yang mengenal beliau, Sifat kesabarannya sangat luar biasa sebagaimana kesaksian dan cerita yang dilukiskan oleh Ayahandanya sendiri Al-Habib Ahmad bin Husein Baharun: Hasan itu sangat sabar, kalau saya marahi walaupun dia tidak salah tidak pernah menjawab dan apabila difitnah dan diganggu orang tidak pernah membalas dan hanya kepada saya dia menceritakan agar didoakan sehingga diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan dan fitnahan tersebut. Begitu menurut penuturan Hb. Ahmad Baharun pada waktu Ust. Hasan menghadap ilahi. Kesabaran beliau sulit dilukiskan baik dalam membina dan membimbing santri serta menghadapi kenakalan santri dan orang-orang yang mengganggu pondok.
Ust. Hasan dalam menghadapi orang-orang yang memfitnah dan mengganggu pondok justru mereka diberi hadiah dan berulang kali bahkan membantu urusan mereka seakan-akan beliau tidak tahu bahwa orang tersebut mengganggunya.
Suatu kisah pada waktu zaman reformasi ada orang datang memberi tahu kepada beliau bahwa dia akan membawa orang sebanyak 2-3 truk untuk menghancurkan dan membumi hanguskan rumah orang yang mengganggu pondok namun beliau malah mencegahnya karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah SAW. Adapun cerita-cerita tentang kesabaran Ust Hasan banyak sekali sehingga tidak mungkin untuk diungkapkan disini.
Istiqomah
Sifat Istiqomah Ust Hasan Baharun sudah tidak diragukan salah satu tanda dari sifat tersebut tercermin pada aktifitas beliau sehari-hari karena beliau bangun setiap pukul 02.00 malam kemudian Qiyamullail dan membangunkan santri dan Asatidzah pada pukul tiga malam bahkan untuk menjaga keistiqomahan tersebut mewajibkan santri yang menjaga malam di pintu gerbang untuk membangunkan tepat pukul dua malam dan di pos jaga tesebut tertulis diantara tugas/kewajiban penjaga malam wajib membangunkan Ust. Hasan tepat pada pukul 02. 00 ( tidak boleh lebih atau kurang ).
Suatu ketika beliau datang dari Makkah / Timur Tengah namun masih mampir di Jakarta karena masih ada urusan yang harus diselesaikan dan bermalam di salah satu rumah wali santri di Bekasi (di rumah Haji Yusuf) dan tampak tanda-tanda bahwa beliau dalam keadaan sangat lelah, maka untuk menjaga agar beliau tidak terlambat bangun beliau berpesan kepada H. Yusuf untuk membangunkannya pada pukul 02.00 dan juga menelpon ke santri yang menjaga maktab agar mengingatkan Haji Yusuf supaya membangunkan tepat pukul 02.00 malam dan tidak cukup itu saja beliau masih memberi tahu ke pos jaga agar juga mengingatkan H. Yusuf sebelum jam 02.00 untuk membangunkan Ust. Hasan. Begitulah salah satu contoh kesungguhan beliau dalam menjaga keistiqomahan tersebut.
Tawakkal
Abuya Ust. Hasan mempunyai jiwa tawakkal yang luar biasa sebagai suatu gambaran dari sifat ketawakkalan beliau adalah bahwa ketika beliau mempunyai rencana untuk membangun gedung asrama santri berlantai tiga pada waktu awal-awal terjadinya krisis moneter dengan dana awal sekitar lima juta rupiah dan ketika sahabat beliau datang ke maktab mengungkapkan rencana tersebut barangkali bisa membantu, namun orang tersebut justru bertanya dengan nada terheran-heran: Ya Ustadz, bagaimana dengan dana yang sedikit itu antum akan membangun bangunan sebesar itu? Apalagi sekarang Indonesia dalam krisis moneter! Kemudian apa kata beliau, Ya Ustadz, yang krisis itu kan Indonesia, negara lain khan tidak! Apalagi Allah, apakah Allah kenal krisis moneter? Sebuah umpan balik dan argumen yang luar biasa, kemudian beliau melanjutkan kata-katanya, Kalau kita punya rencana maka kita jangan sekali-kali mengukur dengan kemampuan kita, apabila kita mengukur dengan kemampuan kita maka hasilnyapun Allah akan memberikan sesuai dengan kemampuan kita, tetapi apabila kita mengukur dengan kemampuan Allah maka kemampunnya tiada terbatas dan yakinlah bahwa selama kita berniat memperjuangkan Agama Allah bahwa Allah itu akan menolong kita, Inilah diplomasi yang menggambarkan betapa tingginya tingkat ketawakkalan beliau.
Bahkan apabila mau membangun beliau justru menghabiskan segala uang yang tersisa dan membagikan kepada fakir miskin sebagi pancingan datangnya rahmat dan pemberian Allah dan beliau mengibaratkan orang mancing maka apabila pancing dan umpannya besar maka akan memperoleh ikan yang besar pula. Hal ini sering diungkapkan pula ketika ada panitia pembangunan masjid dan Lembaga Pendidikan Islam bahwa apabila berniat ingin membangun maka disarankan tidak perlu khawatir pembangunan tersebut tidak selesai dan menyuruhnya membongkar/ memulai pembangunan tersebut tanpa menunggu terkumpulnya dana untuk pembangunan karena menurut beliau bahwa pembangunan masjid dan LPI tersebut merupakan proyek Allah SWT. dan Insya-Allah pasti selesai tinggal menata niat panitia serta berusaha semaksimal mungkin sebagai sunnatullah dan harus disertai dengan banyak berdoa. Begitulah saran-saran beliau kepada para takmir dan panitia yang datang minta saran dan sumbangan kepada beliau.
Dermawan dan Sangat Perhatian terhadap Fakir Miskin dan Anak Yatim
Kedermawanan yang ada pada beliau tumbuh dan berkembang sejak beliau karena hal tersebut sudah ditanamkam oleh aba dan kakeknya sebagaimana kisah-kisah sebelumya sehingga beliau tumbuh dan berkembang mempunyai jiwa sosial terutama memiliki kepedulian kepada para ffakir-miskin dan anak yatim. Bentuk kepedulian terhadap mereka diantaranya adalah bahwa kebiasaan belia membagikan hadiah pakaian hari raya, beras dan kebutuhan sehari-hari, membagikan daging kurban kepada para tetangga pondok, famili beliau yang tidak mampu, serta kepada orang-orang yang datang minta bantuan, mulai pengobatan sampai pada biaya sekolah anak-anak mereka kepada orang yang tak mampu.
Ikhlas
Sebagaimana sering diungkapkan oleh beliau dalam menasehati para santri dan para guru agar senantiasa menata niat dalam setiap tindakan dan amal yang akan dilakukan. Hal ini merupakan cerminan dari kepribadian beliau yang senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai pondasi dari setiap amaliah yang beliau laksanakan, termasuk pendirian pondok. Sebagai sebuah bukti dari keikhlasan beliau ketika ada guru-guru yang mengusulkan agar membuat papan nama pondok di tepi jalan beliau tidak langsung mengabulkan permintaan tersebut. Namun karena beberapa kali guru-guru tetap mengusulkan dengan alasan banyak wali santri yang tidak tahu lokasi pondok dan sering kesasar dan bingung mencari alamat pondok, baru tersebut dikabulkan tiga tahun sebelum beliau wafat.
Demikian pula beliau dalam rekrutmen/seleksi guru-guru, maka yang pertama kali dilihat adalah keikhlasannya. Para guru baru yang mau mengajar di pondok, diuji tingkat keikhlasannya, bahkan beliau tidak memperhatikan selama satu tahun. Karena beliau berpendapat bahwa apabila gurunya tidak ikhlas akan menularkan ilmu yang tidak ikhlas pula.
Tawadlu
Walaupun beliau sebagai ulama besar yang dihormati dan disegani, baik di dalam maupun di luar negeri, dan kebesaran beliau diakui oleh Sayyid Muhammad sehingga pada saat beliau datang ke Mekkah di majlis talim Sayyid Muhammad diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan / taujihat pada jamaah haji dan para ulama sedunia yang berkumpul di majlis tersebut, dan juga dalam acara haul Nabiyullah Nuh AS di Yaman beliau senantiasa mengelak ketika diminta untuk memberikan sambutan, tetapi pada kunjungan yang terakhir beliau mau memberikan sambutan namun tetap dengan sikap tawadlu beliau mengatakan bahwa tidak bermaksud memberikan nasehat kepada yang hadir yang kebanyakan terdiri dari para ulama dan auliya, tetapi nasehat tersebut ditujukan untuk santri-santri beliau yang belajar di sana.
Beliau senantiasa menunjukkan sikap tawadlu dalam kehidupan sehari-hari dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau adalah orang besar. Siapapun tamu yang datang dilayani dengan ramah bahkan apabila menyajikan makanan beliau sering mengangkat sendiri sajian makanan dari dapur dan menyuguhkannya kepada para tamu.
Diantara doa yang menunjukkan sikap dan sifat tawadlunya tersebut dengan senantiasa memanjatkan doa agar beliau dan putra-putra serta murid-muridnya dijadikan orang-orang yang memiliki kebesaran tetapi tersembunyi (minal masturiin).
Kesederhanaan Pribadi Ust. Hasan
Apabila orang bertemu dengan Ust. Hasan Baharun dan orang tersebut sebelumnya belum mengenal beliau maka orang tersebut tidak akan menyangka bahwa ust Hasan adalah Ulama besar yang sangat dihormati dan disegani karena beliau memang mempunyai penampilan yang sangat sederhana, pakaian yang dipakai sehari-hari di dalam pondok dan ketika keluar pondok biasa-bisa saja yaitu memakai gamis dan kopyah putih tanpa imamah dan rihda kecuali apabila beliau akan menyampaikan ceramah atau menghadiri majlispertemuan yang harus menampilkan sebagai sosok untuk menjaga kehormatan dan kebesaran serta kewibawaan Ulama. Maka beliau akan berpakain lengkap dengan jubah kebesarannnya.
Selain kesederhanaan dalam berpakaian beliau juga memiliki kesederhanaan dalam pola kehidupan sehari-hari, banyak orang yang tertarik dan menaruh simpati kepada beliau ketika membandingkan fasilitas pondok yang serba lengkap dan baik dengan rumah beliau yang atapnya rusak dan sering bocor karena tidak sempat untuk diperbaiki serta perabot rumah tangga yang semuanya serba biasa-biasa saja, hal ini sudsah menjadi pilihan beliau yang lebih terkonsentrasi memikirkan bagaimana memenuhi fasilitas santri.
O. Kesaksian Dan Komentar-komentar Ulama, Tokoh Masyarakat dan Dewan Guru tentang Ust. Hasan Baharun
Kesaksian Para Ulama, Pejabat dan tokoh masyarakat tentang utadz Hasan baharun antara Lain adalah sebagai berikut :
1. Kesaksian Abuya Syd. Muhammad Bin Alawi Al-Maliki Makkah
Kesaksian Abuya Sayyid Muhammad ini sering terlontar ketika beliau mengajar murid-muridnya, beliau mengatakan bahwa: Apabila kamu ingin mencontoh kesabaran, jiwa perjuangan dan tawakkal, maka contohlah Ustadz Hasan Baharun.
2. Kesaksian Habib Umar Bin Hafidz Hadhromaut Yaman
Ustadz Hasan adalah orang pertama yang membuka kembali hubungan antara Yaman dan Indonesia setelah terputus puluhan tahun lamanya dan beliau yang mulai mengirimkan santrinya untuk belajar di Yaman sehingga semua pahala orang yang belajar keYaman akan kembali pahalanya kepada Al-Alim Al-Allamah Addai Ilallah Al-Ustadz Hasan Baharun. Demikian penuturan Habib Umar Bin hafidz di depan para santri dan ulama dalam ziarohnya di Pondok Raci 2 tahun setelah wafatnya Ust. Hasan
3. Kesaksian Ust. Al Habib Ahmad bin Husein Assegaf Bangil
Ustadz Hasan Adalah Putra tebaik sejawa timur darii keturunan Sadah Baalawi unkapan ini terlontar ketika beliau memberikan sambutan pada acara pemakaman Ust. Hasan.
4. Kesaksian Ust. Sholeh Bin Sahl Jalan Jawa Pasuruan
Seandainya kamu tahu bahwa ada orang besar di Pasuruan niscaya kamu tidak akan mendatangi saya. Dan setelah beberapa hari kemangkatan Ustadz Hasan beliau mengungkapkan kembali kepada tamu-tamunya bahwa yang memegang Pasuruan telah tiada.
5. Kesaksian Bupati Pasuruan (Bpk Dade Angga)
Walaupun Saya baru kenal terhadap Ust. Hasan seakan-akan sudah lama mengenalnya beliau itu ibarat, Saudara, teman, Orang tua dan Guru saya yang senatiasa menegur dan senantiasa memberikan nasihat yang sangat berharga
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan Mesej