Whatsap Saya

Jawatan Kosong Kerajaan & Swasta Terkini 2020

koleksi kitab

Tuesday, May 30, 2017

Maka memberi faham kepada kita kenapa PAS begitu begini dengan dap....

Kaedah fiqh ada menyebut :
لا ينكر تغير الأحكام بتغيرالزمان والمكان
Tdk diingkari bolih berubah hukum  (yg berdasarkan  ijtihad) krn beredar masa  dan berubah tempat.

Maka memberi faham kepada kita kenapa PAS begitu begini dengan dap....

Monday, May 29, 2017

Dajjaal akhir zaman


Terhadap Wahabi yang berdalih mereka bukan pengikut Dajjal karena Dajjal tak boleh masuk Madinah, maka ini jawabnya:
Meski Dajjal tidak boleh memasuki kota Madinah, namun para pengikutnya yang terdiri dari orang2 kafir dan munafik. Saat guncangan 3x, pengikut Dajjal ini akan keluar dari Madinah.
(goncangan di sini boleh bermaksud konflik, perselisihan politik, perselisihan pendapat ....)
sebagaimana berlaku goncangan dlm satu parti Islam, perselisihan pendapat, kalah pemilihan atau matlamat mereka tak tercapai
Dari Anas r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada suatu negeripun melainkan akan diinjak oleh Dajjal, kecuali hanya Makkah dan Madinah yang tidak. Tiada suatu lorongpun dari lorong-lorong Makkah dan Madinah itu, melainkan di situ ada para malaikat yang berbaris rapat untuk melindunginya. Kemudian Dajjal itu turunlah di suatu tanah yang berpasir -di luar Madinah- lalu kota Madinah bergoncanglah sebanyak tiga goncangan dan dari goncangan-goncangan itu Allah akan mengeluarkan akan setiap orang kafir dan munafik.” (Riwayat Muslim)
Fakta tambahan adalah Wahabi dan Arab Saudi itu dekat dgn AS yang dikuasai Zionis Yahudi. Dajjal adalah Yahudi. Begitu pula berbagai simbol di Arab Saudi seperti Simbol Polisi Riyadh yang berupa Mata Satu. Simbol organisasi Yahudi Illuminati.
Cuma hadis2 shahih ini hendaknya kita pelajari. Agar kita tidak termasuk golongan tersebut. Hendaknya kita bangga sebagai Muslim. Hindari sikap Fanatik Golongan. Ingat azab kubur dan siksa neraka. Jangan sampai semua ciri2 khawarij / pengikut Dajjal yang disebut Nabi ada pada diri kita. Mau masuk neraka?
ذُكِرَ الدَّجَّالُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَأَنَا لَفِتْنَةُ بَعْضِكُمْ أَخْوَفُ عِنْدِي مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ وَلَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِمَّا قَبْلَهَا إِلَّا نَجَا مِنْهَا وَمَا صُنِعَتْ فِتْنَةٌ مُنْذُ كَانَتْ الدُّنْيَا صَغِيرَةٌ وَلَا كَبِيرَةٌ إِلَّا لِفِتْنَةِ الدَّجَّالِ
Suatu ketika ihwal Dajjal disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ’alaih wa sallam kemudian beliau bersabda: ”Sungguh fitnah yang terjadi di antara kalian lebih aku takuti dari fitnah Dajjal, dan tiada seseorang yang dapat selamat dari rangkaian fitnah sebelum fitnah Dajjal melainkan akan selamat pula darinya (Dajjal), dan tiada fitnah yang dibuat sejak adanya dunia ini – baik kecil ataupun besar – kecuali untuk fitnah Dajjal.” (HR. Ahmad 22215)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”مَا أَهْبَطَ اللَّهُ إِلَى الأَرْضِ مُنْذُ خَلَقَ آدَمَ إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ فِتْنَةً أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ
“Allah tidak menurunkan ke muka bumi fitnah yang lebih besar dari fitnah Dajjal.” (HR. Thabrani 1672)
لَا يَخْرُجُ الدَّجَّالُ حَتَّى يَذْهَلَ النَّاسُ عَنْ ذِكْرِهِ وَحَتَّى تَتْرُكَ الْأَئِمَّةُ ذِكْرَهُ عَلَى الْمَنَابِرِ
“Dajjal tidak akan muncul sehingga sekalian manusia telah lupa untuk mengingatnya dan sehingga para Imam tidak lagi menyebut-nyebutnya di atas mimbar-mimbar.” (HR. Ahmad 16073)
Kemunculan Dajjal merupakan puncak dari munculnya fitnah paling besar dan mengerikan di muka bumi ini bagi umat manusia khususnya umat Muslim. Kemunculannya di akhir zaman, di masa imam Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam, akan banyak mempengaruhi besar bagi umat muslim sehingga banyak yang mengikutinya kecuali orang-orang yang Allah jaga dari fitnahnya.
Dalam hadis disebutkan :
قام رسول الله صلى الله عليه و سلم في الناس فأثنى على الله بما هو أهله، ثم ذكر الدجال فقال: ” إني لأنذركموه، وما من نبي إلا وقد أنذر قومه
“ Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia dan memuji keagungan Allah, kemudianbeliau menyebutkan Dajjal lalu mengatakan : “ Sesungguhnya aku memperingatkan kalian akan dajjal,tidak ada satu pun seorang nabi, kecuali telah memperingatkan umatnya akan dajjal “. (HR. Bukhari : 6705)
Dalam hadis lain, Nabi bersabda :
ليس من بلد إلا سيطؤه الدجال
“ Tidak ada satu pun negeri, kecuali akan didatangi oleh dajjal “. (HR. Bukhari : 1782)
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إنَّ مِن بعْدِي مِنْ أُمَّتِي قَوْمًا يَقْرَؤُنَ اْلقُرآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَلاَقِمَهُمْ يَقْتُلُوْنَ أَهْلَ اْلإسْلاَمِ وَيَدَعُوْنَ أَهْلَ اْلأَوْثَانِ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ اْلإسْلاَمِ كمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مَنَ الرَّمِيَّةِ، لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ
“ Sesungguhnya setelah wafatku kelak akan ada kaum yang pandai membaca al-Quran tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala,mereka lepas dari Islam seperti panah yang lepas dari busurnya seandainya (usiaku panjang dan) menjumpai mereka (kelak), maka aku akan memerangi mereka seperti memerangi (Nabi Hud) kepada kaum ‘Aad “.(HR. Abu Daud, kitab Al-Adab bab Qitaalul Khawaarij : 4738)
Nabi juga bersabda :
سَيَكُونُ فِى أُمَّتِى اخْتِلاَفٌ وَفُرْقَةٌ قَوْمٌ يُحْسِنُونَ الْقِيلَ وَيُسِيئُونَ الْفِعْلَ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ لاَ يَرْجِعُونَ حَتَّى يَرْتَدَّ عَلَى فُوقِهِ هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ طُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ وَقَتَلُوهُ يَدْعُونَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ وَلَيْسُوا مِنْهُ فِى شَىْءٍ مَنْ قَاتَلَهُمْ كَانَ أَوْلَى بِاللَّهِ مِنْهُمْ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا سِيمَاهُمْ قَالَ : التَّحْلِيقُ
“ Akan ada perselisihan dan perseteruan pada umatku, suatu kaum yang memperbagus ucapan dan memperjelek perbuatan, mereka membaca Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan, mereka lepas dari Islam sebagaimana anak panah lepas dari busurnya, mereka tidak akan kembali (pada Islam) hingga panah itu kembali pada busurnya. Mereka seburuk-buruknya makhluk. Beruntunglah orang yang membunuh mereka atau dibunuh mereka. Mereka mengajak pada kitab Allah tetapi justru mereka tidak mendapat bagian sedikitpun dari Al-Quran. Barangsiapa yang memerangi mereka, maka orang yang memerangi lebih baik di sisi Allah dari mereka “, para sahabat bertanya “ Wahai Rasul Allah, apa cirri khas mereka? Rasul menjawab “ Bercukur gundul “. (Sunan Abu Daud : 4765)
Nabi juga bersabda :
سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمانِ قَومٌ أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ قَوْلَ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنَ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ، فَإذَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ ، فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْراً لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ اْلقِيَامَة
“ Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda, berucap dengan ucapan sbeaik-baik manusia (Hadis Nabi), membaca Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya, maka jika kalian berjumpa dengan mereka, perangilah mereka, karena memerangi mereka menuai pahala di sisi Allah kelak di hari kiamat “. (HR. Imam Bukhari 3342)
Dalam hadis lain Nabi bersabda :
يَخْرُجُ نَاسٌ مِنَ اْلمَشْرِقِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْانَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ كُلَّمَا قَطَعَ قَرْنٌ نَشَأَ قَرْنٌ حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُهُمْ مَعَ اْلمَسِيْخِ الدَّجَّالِ
“ Akan muncul sekelompok manusia dari arah Timur, yang membaca al-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali Qarn (kurun / generasi) mereka putus, maka muncul generasi berikutnya hingga generasi akhir mereka akan bersama dajjal “ (Diriwayatkan imam Thabrani di dalam Al-Kabirnya, imam imam Abu Nu’aim di dalam Hilyahnya dan imam Ahmad di dalam musnadnya)
Ketika sayyidina Ali dan para pengikutnya selesai berperang di Nahrawain, seseorang berkata :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَبَادَهُمْ وَأَرَاحَنَا مِنْهُمْ
“ Alhamdulillah yang telah membinasakan mereka dan mengistirahatkan kita dari mereka “, maka sayyidina Ali menyautinya :
كَلاَّ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ مِنْهُمْ لَمَنْ هُوَ فِي أَصْلاَبِ الرِّجَالِ لَمْ تَحْمِلْهُ النِّسَاءُ وَلِيَكُوْنَنَّ آخِرَهُمْ مَعَ اْلمَسِيْحِ الدَّجَّال
“ Sungguh tidak demikian, demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya akan ada keturunan dari mereka yang masih berada di sulbi-sulbi ayahnya dan kelak keturunan akhir mereka akan bersama dajjal “.
Penjelasan :
Dalam hadis di atas Nabi menginformasikan pada kita bahwasanya akan ada sekelompok manusia dari umat Nabi yang lepas dari agama Islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya dengan sifat dan ciri-ciri yang Nabi sebutkan dalam hadits-haditsnya di atas sebagai berikut :
1. Senantiasa membaca al-Quran, Namun kata Nabi bacaanya tidak sampai melewati tenggorokannyaartinya tidak membawa bekas dalam hatinya.
2. Suka memerangi umat Islam.
3. Membiarkan orang-orang kafir.
4. Memperbagus ucapan, namun parkteknya buruk.
5. Selalu mengajak kembali pada al-Quran, namun sejatinya al-Quran berlepas darinya.
6. Qoza' ---- adalah memotong rambut secara tidak rata sehingga sebagian dicukur habis (dibotaki), sebagian lainnya tidak dipotong atau dibiarkan panjang.
7. Berusia muda.
8. Lemahnya akal.
9. Kemunculannya di akhir zaman.
10. Generasi mereka akan terus berlanjut dan ujud hingga menajdi pengikut dajjal.
إني حدثتكم عن الدجال، حتى خشيت أن لا تعقلوا ، إن المسيح الدجال قصير أفحج ، جعد أعور ، مطموس العين ، ليست بناتئة ، ولا جحراء ، فإن التبس عليكم ، فاعلموا أن ربكم ليس بأعور
“ Sesungguhnya aku ceritkan pada kalian tentang dajjal, karena aku khawatir kalian tidak boleh mengenalinya, sesungguhnya dajjal itu pendek lagi congkak, ranbutnya keriting (kribo), matanya buta sebelah dan tidak menonjol dan cengkung, jika kalian masih samar, maka ketahuilah sesungguhnya Tuhan kalian tidaklah buta sebelah matanya “. (HR. Abu Dawud)
يَخْرُجُ نَاسٌ مِنَ اْلمَشْرِقِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْانَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ كُلَّمَا قَطَعَ قَرْنٌ نَشَأَ قَرْنٌ حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُهُمْ مَعَ اْلمَسِيْخِ الدَّجَّالِ
“ Akan muncul sekelompok manusia dari arah Timur, yang membaca al-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali Qarn ( kurun / generasi ) mereka putus, maka muncul generasi berikutnya hingga generasi akhir mereka akan bersama dajjal “ (Diriwayatkan imam Thabrani di dalam Al-Kabirnya, imam imam Abu Nu’aim di dalam Hilyahnya dan imam Ahmad di dalam musnadnya).
Arah Timur yang Nabi maksud tidak ada lain adalah arah Timur kota Madinah yaitu Najd sebab Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam telah menspesifikasikan letak posisinya yaitu tempat dimana ciri-ciri khas penduduknya orang-orang yang memiliki banyak unta dan baduwi yang berwatak keras dan berhati kasar dan tempat di mana menetapnya suku Mudhar dan Rabi’ah, dan semua itu hanya ada di Najd Saudi Arabia,Nabi bersabda :
مِنْ هَا هُنَا جَاءَتِ اْلفِتَنُ ، نَحْوَ اْلمَشْرِقِ ، وَاْلجَفَاءُ وَغِلَظُ اْلقُلوْبِ فيِ اْلفَدَّادِينَ أَهْلُ اْلوَبَرِ ، عِنْدَ أُصُوْلِ أَذْنَابِ اْلإِبِلِ وَاْلَبقَرِ ،فِي رَبِيْعَةْ وَمُضَرً
“Dari sinilah fitnah-fitnah akan bermunculan, dari arah Timur, dan sifat kasar juga kerasnya hati pada orang-orang yang sibuk mengurus onta dan sapi, kaum Baduwi yaitu pada kaum Rabi’ah dan Mudhar “.(HR. Bukhari)

LikeShow more reactions
Comment

Kata Tan Sri Khalid Ibrahim“..kita sebenarnya mendapat Guthrie secara percuma.”


Kata Tan Sri Khalid Ibrahim“..kita sebenarnya mendapat Guthrie secara percuma.”
Pada 7 haribulan September tahun 1981, kota London digemparkan dengan pengambilalihan mengejut syarikat perladangan Guthrie di London. Guthrie yang berusia lebih 100 tahun dan merupakan antara syarikat perladangan terbesar British jatuh ke tangan pihak asing (Malaysia) di dalam masa 4 jam sahaja.
Klik Utk Tengok Sejarah “Dawn Raid” — Serang Hendap Kuala Lumpur Ke Atas Kota London pada…
JOMJALAN.COM.MY

Patutlah PAN tak ada pemilihan

Patutlah PAN tak ada pemilihan ...

https://web.facebook.com/aalam.aabidullah/posts/1365287333508424

Satu article yg amat menarik utk dibaca bagi mereka yg mahukan kefahaman ttg peristiwa yg berlaku keatas Ust Ahmad Awang dan kelicikan dap dalam mengkaldaikan PAS perak semasa pr memerintah perak dan Ust Ahmad Awang berjawatan pesuruhjaya PAS perak. Tak hairan lah mb nizar bg pajakan tanah 999 tahun kpd kroni dap..
*Kenapa Ahmad Awang “TERPULAU” ?*
Ahmad Awang, Penasihat parti AMANAH (PAN) dalam akhbar Sinar Harian berkata berkata, sehingga kini, terdapat 14 masjid yang telah melakukan sekatan berkenaan walaupun beliau telah berceramah atau memberi kuliah sejak 40 tahun lalu.
Dalam perenggan lain pada akhbar Sinar Harian yang sama dia berkata “Saya telah berdakwah dan berceramah di masjid itu sejak lebih 20 tahun. Namun selepas pengumuman saya hendak menentang Abdul Hadi, mereka terus tamatkan khidmat saya.
Nampak tak 20 dan 40?? lebai rasa ini maybe kesilapan teknikal.
25 Oktober 2009 Aduka Taruna yang pernah kena tangkap hina Sultan dan menyerang Presiden PAS selepas kuliah Jumaat di Rusila mengeluarkan artikel dalam blognya mencabar ahli PAS pro Hadi bunuh Ahmad Awang.
Ugutan itu diterima sejurus Ahmad Awang membuat pengumuman bertanding jawatan presiden PAS, lapor Sinar Harian.
“Selepas saya buat pengumuman itu, anak saya telah mendapat satu khidmat SMS yang mengugut untuk membunuh saya sekiranya kekal bertanding menentang Abdul Hadi,” katanya.
Ini bermakna pada sekitar Mei 2015 Ahmad Awang ada terima lagi ugutan bunuh. Mengikut logik akal lebai kehidupan Ahmad Awang bermula 2009 sangat bahaya dan terancam boleh dibunuh bila-bila masa. Tapi peliknya Ahmad Awang tak nak buat report polis bila ditanya wartawan. Mungkin sebagai seorang yang mendalami ilmu agama BERSERAH kepada ALLAH itu lebih aula.
Atau Ahmad Awang buka fitnah kepada pimpinan dan ahli PAS. Yang ini minta Islam tak ajar.
Itu belum lagi ugutan lain yang diterima oleh Ahmad Awang. Dia mengakui menerima beberapa ugutan lain tetapi enggan memanjang isu itu. Hal itu didedahkannya ketika mengulas sekatan di 14 masjid di Selangor kepada Malay Mail.
Ini juga bagi lebai adalah suatu kenyataan yang MEMBUKA FITNAH yang Islam tak ajar.
Penguasaan Masjid dan Surau
Lebai terfikir hebat juga PAS boleh menguasai masjid dan surau di Selangor dan Perak. Kata ramai yang masuk AMANAH (PAN), takkan tak ada ahli masjid atau surau yang boleh bawa Ahamad Awang berkualiah??
Ahmad Awang ni tinggal di Perak. Kalau di Perak masjidnya dikuasai UMNO. Habis dimana Ahmad Awang tak boleh mengajar? Di Markaz PAS?? Takkan engkau tu penasihat parti AMANAH (PAN) nak mengajar di Masjid atau Markaz PAS.... Lebai rasa orang bodoh pun boleh berfikir.
Isu ini ditimbulkan semula setelah 2 tahun berlalu untuk apa? Kalau Malaysiakini sudah pasti kita tahu mereka ada agenda anti Islam dan parti yang benar-benar nakkan Islam ialah PAS. Maka sudah pasti PAS menjadi sasaran persepsi buruk mereka.
Lebai berpendapat Ahmad Awang bukan di pulau tetapi "TERPULAU" oleh sikapnya sendiri selepas dia terjembak masuk dalam kumpulan yang mahu menjatuhkan Presiden PAS.
Mari kita mengkaji...
Ahmad Awang dan fitnah kepada pimpinan PAS
Oleh kerana ini cerita lama yang dibangkitkan semula demi untuk membuat persepsi buruk kepada PAS adalah lebih baik kita mengali semula cerita-cerita dalaman yang boleh kita berfikir bersama.
Lebai suka mengulas artikel Polis Pencen 20 Jun 2009.
Ahmad Awang pada tahun 2009 adalah Naib Presiden PAS. Semasa ucapan pengulangan Muktamar 2009 dia mendedahkan ada pemimpin tertinggi PAS yang menghubungi beliau untuk memikirkan semula keputusan yang dibuat oleh PAS Perak dan mencadangkan pergabungan dengan UMNO. Anda boleh dengar dengan teliti ucapan berkenaan.
Kenyataan Ahmad Awang yang menyebut ada pimpinan PAS yang menghubungi dia tanpa menyebut nama dalam sesi pengulungan muktamar PAS adalah satu FITNAH kepada PIMPINAN PAS yang juga rakan seperjuangannya.
Ini titik mula Ahmad Awang menyalahi agama.
Kenapa Awang tidak menyebut sahaja misalnya Dr. Haron Din, Timbalan Mursyidur Am pada masa itu mungkin lebih mudah ahli-ahli PAS mendapat maklumat balas daripada Dr. Haron Din kenapa dan mengapa dia berfikiran begitu.
Semasa 2009 banyak webblog mengulas perkara ini dan ingin identiti “Pengkhianat” ini didedahkan. Pelbagai tuduhan dan prasangka dalam pelbagai bentuk tulisan telah dilemparkan kepada pemimpin-pemimpin PAS yang tidak sehaluan.
Fitnah dan tuduhan tanpa bukti yang terlarang dalam Islam telah menjadi mainan mulut penulis-penulis perjuangan Islam.
Ramailah pimpinan PAS menjadi mangsa fitnah sedangkan yang menghubungi Ahmad Awang seorang sahaja kita pun tak tahu apa perbincangan tersebut. Sejauh mana katanya nak bergabung dengan UMNO itu nak dilaksanakan.
Nama-nama seperti Dr Hassan Ali, Mustafa Ali, Ustaz Nasharudin Mat Isa dan beberapa orang lagi menjadi mangsa dalam kenyataan Ahmad Awang secara umum ini. PAS bergolak dengan sikap tidak berhati-hati dan emosi Ahmad Awang dalam muktamar ke-55, 2009.
Dalam artikel berkenaan mengulas isu ini Polis Pencen telah membuat komen pada blog Ahmad Awang dan meminta dia membetulkan perkara ini kerana perkara menjadi fitnah sudah pasti akan dipersoalkan oleh Azzawajalla. Tapi Ahmad Awang tidak membalas komen tersebut.
Hubungan Abdul Hadi dengan Nik Abdul Aziz Sangat Baik, Tapi Ada yang jadi batu api
Lebai suka mengulas perkara ini berdasarkan tulisan-tulisan BatuApi@FireStone sekitar tahun 2010 yang ada kaitan dengan Ahmad Awang.
Tan Sri Harussani Zakaria ada mengulas mengenai usaha gabungan UMNO-PAS di Perak.
Tan Sri Harussani Zakaria berkata;
"Saya telah berjumpa dengan Mursyidul Am Pas, Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat di Kelantan dan berbincang hampir dua jam, pada awalnya beliau tidak bersetuju tetapi akhirnya dia kata idea itu bagus tetapi tidak dapat memberi keputusan kerana ia bergantung kepada Presiden, Datuk Seri Abdul Hadi Awang.
Mengikut maklumat yang lebai tahu Tan Sri Harussani Zakaria tanpa dipengaruhi sesiapa dia berfikir adalah lebih untuk Perak UMNO-PAS bergabung. Kebetulan pada masa itu PAS hanya berpakat dengan PKR dan DAP keluar daripada BARISAN ALTERNATIF. Sebenarnya tak wujud lagi PAKATAN RAKYAT. TS Harussani tak tahu pun Selangor boleh buat Pakatan PAS-PKR-DAP.
Dengan iniasitif sendiri dia memandu dalam keadaan hujan lebat untuk berjumpa dengan Tuan Guru Nik Abdul Aziz Nik Mat di Kelantan kerana dia tidak begitu rapat dengan Tuan Guru Haji Abdul Hadi, Presiden PAS.
Satu perkara yang lebai nak minta pembaca berfikir, pada masa itu TGNA tak rasa dirinya lebih daripada TGHH sebagai Presiden. Dia penasihat parti melalui Majlis Syura. Sebab itu dia menjawab yang boleh buat keputusan hanya Presiden.
Tan Sri Harussani Zakaria berkata
"Saya maklumkan bahawa tidak berapa rapat dengan Hadi, jadi jika cadangan itu baik saya minta beliau (Nik Aziz) maklumkan kepada Hadi. Semasa dalam perjalanan balik iaitu berada di Cameron Highlands, Hadi telah hubungi saya dan bersetuju dengan cadangan itu.
"Tetapi Hadi kata dia tidak boleh buat keputusan kerana ia bergantung pada negeri iaitu Pesuruhjaya Pas Negeri (Ahmad). Saya juga telah hubungi Timbalan Mursyidul Am Pas, Datuk Dr. Haron Din dan dia juga bersetuju," katanya.
Sakali lagi lebai nak pembaca berfikir secara matang bahawa TGHH juga tidak mengunakan kuasa Presiden dalam memutuskan isu gabungan UMNO-PAS di Perak cadangan TS Harussani, Mufti Perak.
Pada permulaannya TGNA bersetuju, TGHH pun bersetuju tapi yang tak setuju ialah Ahmad Awang. Dr. Haron Din bersetuju dan mengikut maklumat beliaulah yang minta Ahmad Awang berfikir semula.
Antara yang lebai difahamkan menjadi isu semasa UMNO memerintah Perak, bukan Islam hanya dapat satu jawatan Exco. Jika PR dibentuk DAP Perak menekan PAS dengan pelbagai syarat dan meminta 8 exco termasuk syarat-syarat bagi memberikan PAS jawatan MB. PKR membantah perkara ini. Yang ini rasa lebih baik lebai menulis khusus baru kita memahami secara rasional. PAS Perak dibawah Ahmad Awang sebagai Persuruhjaya bersetuju semua syarat DAP.
Pada masa itu tak wujud lagi PR dan PAS hanya bertahaluf dengan PKR tanpa DAP.
Di Selangor pula Khir Toyo telah menghubungi Dr Hassan Ali melalui seorang wartawan Harakah untuk berjumpa. Cikgu Pa pada masa itu, Ketua Lajnah politik bersama Dr Hassan Ali pergi jumpa UMNO tanpa pengetahuan pimpinan PAS lain dan UMNO menawarkan semua jawatan exco termasuk MB kepada PAS. Pertemuan ini menjadi heboh dan Khalid Samad mengamuk.
Oleh kerana baru sehari keputusan pilihanraya berlaku, memang banyak perkara dan macam-macam idea nak bentuk kerajaan di Selangor dan Perak.
PAS Pusat membuat mesyuarat tergempar dan mesnyuarat tersebut memutuskan untuk berjumpa dengan UMNO bagi mengetahui apa yang UMNO nak sampaikan. Mulanya wakil PAS ialah Presiden, Ustaz Nasha dan Cikgu Pa. Tapi ahli mesyuarat tak setuju Presiden pergi minta ganti dengan Khalid Samad.
Setelah itu PAS Pusat membuat keputusan PAS lebih bersedia untuk membentuk PAKATAN RAKYAT berbanding untuk bersama UMNO.
Ada beberapa perkara yang perlu kita berfikir secara rasional;
1. Keputusan PRU 2008 suatu yang diluar jangka
2. Idea dan pandangan berbeza hanya pandangan bersifat individu dan diselesaikan dalam mesyuarat secara syura.
3. Sikap dan tawaran UMNO Selangor dan Perak berbeza menunjukkan mereka juga kelam kabut dalam masa yang singkat.
4. Keputusan akhir PAS Pusat bersama PR patut dipersetujui dan isu ini tak perlu dipergunakan untuk memburuk pimpinan PAS terutama dikalangan ualama dengan isu UG UMNO-PAS.
5. Sikap TGNA selepas PAKATAN RAKYAT wujud sangat berbeza dan dilihat cuba mengawal TGHH. Siapa dalang dibelakang TGNA sehingga maklumat yang tak benar mengenai TGHH sehingga wujud macam krisis antara TGNA-TGHH. Akhir hayat TGNA bersama kembali dengan TGHH. TGNA 'pecat' Anuar Bakri, pencilkan Husam ke Putrajaya, Lantik Ustaz Ahmad sebagai MB dll. Ini perlu penulisan lain.... tunggu Insya-Allah jika kesempatan kita akan dapat rangkai cerita ini menjadi jalan yang benar dan melihat bagaimana pengkhianatan dalam PAS tumpas.
Belum habis lagi...
Projek Pangkor II, Apa Ahmad Awang Nak Jawab Nanti?
Untuk Projek Pangkor II lebai suka membawa tulisan-tulisan Nordin Ali yang sangat baik mengulas perkara ini.
Mujahid Yusof Rawa menulis ketika cuba menjatukan Abdul Hadi Awang sebagai Presdien PAS dalam Muktamar PAS 2015 antara lain "Ketegasan Ahmad Awang memulakan inisiatif kerajaan Pakatan Rakyat (PR) di Perak pada 2008, walaupun pada masa itu Umno mengajak membentuk kerajaan perpaduan menjadi punca beliau dicalonkan sebagai presiden, kata PAS Bukit Gelugor"Mujahid menekan kerajaan PAKATAN RAKYAT (PR) di Perak di bawah Ahmad Awang tapi menyembunyikan maklumat sebanar apa yang PAS Perak dan DAP membuat perjanjian yang untuk tidak melaksakan Undang-undang Islam. Penjajian ini dikenali sebagai PERJANJIAN PANGKOR II.
'Perjanjian Pangkor II' antara PAS Perak dan DAP terbocor pada tahun 2008 apabila abang kepada Mohamad Nizar iaitu Fadhil Jamaluddin telah mendedahkan perkara ini kepada umum dan menyebut adiknya tidak layak menjadi MB kerana menepikan Islam.
Katannya, Mohammad Nizar telah terikat dengan perjanjian bersama DAP sebelum bersetuju dilantik sebagai menteri besar dengan syarat-syarat yang telah ditekankan oleh DAP kerajaan Perak tidak boleh membuat keputusan terutama perkara yang menyentuh soal Islam tidak boleh dilaksanakan walaupun sekadar disebut.
Lebih melengkapkan dakwaan tersebut Fadhil menganggap adiknya, Mohammad Nizar tidak layak menjadi Menteri Besar kerana menandatangani 'Perjanjian Pangkor II' bersama DAP yang antara isi kandungannya melarang Menteri Besar menyebut negeri Perak diperintah oleh lslam. Dalam perjanjian itu juga didakwa, Mohammad Nizar tidak dibenarkan menyebut terma yang berkaitan dengan Pas atau bahasa Arab seperti Hudud, Qisas dan sebagainya.
Perkara ini menyebabkan Sultan murka. Satu pertemuan sulit antara Sultan Perak dengan Presiden PAS telah dilakukan atas permintaan sultan. Presiden PAS minta untuk membawa seorang sebagai saksi dan mencadangkan DS Anwar sebagai teman bersama. Tapi sultan tak setuju. TGHH nak juga ada saksi maka Salahudin Ayub hadir dalam pertemuan tertutup tersebut. Banyak perkara yang sultan murka boleh tanya Salahudin Ayub. Ini juga antara faktor sultan tidak membantu kepada kejatuhan Pakatan Rakyat di Perak.
Pesuruhjaya PAS Perak pada masa isu perjanjian Pangkor II ialah Ahmad Awang. Dialah yang menjadi rujukan kepada PAS Perak.
Oleh kerana tiada bukti secara mutlak dan hitam putih isu ini hampir mati.
Allah s.w.t. mentakdirkan dengan bukti baru tentang perjanjian yang hampir sama dengan penjanjian Pangkor II yang menjadi titik tolak penyelewengan dakwah Islam dalam PAS. Allah s.w.t. akan pasti membantu Jamaah Islam dan mereka yang menyeleweng pasti akan gugur dalam misi dakwah sebagaimana tulisan Fathi Yakan. Tak hairan penulis wahyu Rasulullah sendiri pun muktad. Sebab hidayah itu Allah yang punya. Jangan kita sombong dan takabur dengan Allah menepikan hakNya.
2015 akhirnya Nizar sekali lagi dengan persetujuan Ahmad Awang dan menepikan Pesuruhjaya PAS Perak yang baru untuk membuat penjajian tidak melaksakan hukum Hudud, Qisas dan syariat Islam. Dengan wujudnya perjanjian bertulis ini maka apa yang disebut oleh abang kandungnya Fadhil adalah BENAR belaka!!
Ahmad Awang adalah orang yang bertanggungjawab.
Ditakdirkan oleh Allah s.w.t. Perak jatuh kepada UMNO. Siapa dan bagaimana kita menjawab di hadapan Allah bahawa kita tak nak buat hudud?? Mana kita nak letak muka kita yang sombong dengan Allah ini di akhir nanti. Adakah anda nak bersama mereka untuk menjawab di sisi Allah nanti? Agaknya apa AHMAD AWANG nak jawab di hadapan Allah kerana membuat perjanjian dengan DAP untuk tidak melaksanakan Islam??
Ahmad Awang Sebenarnya Dipergunakan oleh puak PARTI AMANAH (PAN)
Untuk lawan Hadi, Ahmad Awang dimita tanding. Kalau menang Ahmad Awang akan menjadi Presiden PAS. Tapi dia kalah teruk.
Bila AMANAH (PAN) ditubuhkan. Dia tak pun dicadangkan jadi Presiden... Jadi Penasihat yang kerjanya sebagai simbol untuk ikon dan bergambar buat publisti. Tak lebih daripada itu. Dalam AMANAH (PAN) ada IKRAM yang memang tak setuju dengan geng syiah. Mat Sabu dan Ahmad Awang tak lama akan 'disingkir'. Dia hanya digunakan untuk serang pak lebai aje...
AHMAD AWANG bukan disisih tapi TERSISIH kerana sikapnya sendiri. Lawan Presiden tak salah, tapi bila kalah buat parti baru itu itu yang salah. Kalau macam tu 2 tahun sekali akan wujud parti baru.
PATULAH AMANAH (PAN) tak ada pemilihan... main lantik aje!
Lebai Hassan Omar

Wasiat Buat Bangsaku Melayu!!!

Wasiat Buat Bangsaku Melayu!!!
Oleh: YBhg Ayahanda Syeikh Haji Abdul Rahim Pfordten

Masa aku kanak2 dulu aku telah menyaksikan bangsa China yang datang ke Tanah Melayu ini adalah terdiri dari apek2 Tongsan yang berpakaian seluar ‘katok’. Masih terbayang keadaan seluar mereka yang panjangnya hanya sekerat pada kadar dibawah sedikit dari lutut. Mereka seharian berbaju kain kasar yang berbutang lima sambil menghisap candu dengan menggunakan paip buluh.

Mereka tidur bergelempangan, bermalas-malasan dek ketagih candu. Untuk tidur, cukup dengan berbantalkan kayu dan berselimut pendek berwarna merah. Itulah yang aku ingat.

Kerja mereka di bandar-bandar pada ketika itu adalah sebagai penarik "langcha". Bukan beca roda tiga tetapi beroda dua yang merekalah penariknya. Itulah pengangkutan ’teksi’ di bandar-bandar ketika itu.

Selain itu orang-orang Cina ini juga bekerja sebagai tukang kandar tong najis dari jamban-jamban (tandas) jenis angkut. Hiii! Najisnya yang penuh di dalam tong itulah yang mereka pikul untuk dikumpul dan dibuang di tempat pembuangan. Busuk? Tak usah ceritalah. Sekarang tugas itu diambil alih oleh Indah Water!!

Mereka juga jadi kuli-kuli dan pekerja lombong bijih timah milik orang puteh. Tinggal di berek-berek dan rumah papan ala setinggan – bersesak dan tanpa kemudahan asas.

Dikampung-kampung pula mereka menumpang tanah orang Melayu yang terbiar bersemak-samun,. Mereka duduk percuma sambil menyangkul dan bertanam sayur. Hasil tanaman mereka, meraka kandar (pikul) - bawa berjaja keliling kampung dan ke pekan-pekan.

Mereka bertungkus lumus mencari sesuap nasi untuk makan minum – mengalas perut mereka sekeluarga. Mereka terpaksa pandai berjimat cermat. Rezeki yang di dapat tidak dibelanjakan semua. Mereka datang sebatang kara. Tiada saudara mara yang boleh menolong ketika sesak dan sulit.

Orang Melayu hidup manja di kelilingi keluarga dan saudara mara. Ketika susah, ada tempat untuk meminta pertolongan. Paling mudah mereka akan pandai berhutang hingga dikatakan hutang keliling pinggang. itulah salah satu kepakaran bangsaku. Sebab itu orang melayu jarang beringat dan berjimat. Lebih banyak boros dan berpesta kenduri kendara. Sanggup berhutang asal status terjaga atau dapat elak dari diumpat kata nesta jiran tetangga.

Orang Melayu yang belajar diasuh pula dengan pemikiran makan gaji. Kalau makan gaji, walaupun gajinya kecil dan 'ciput', itu sudah jadi kebanggaan sekampung dan dibualkan dengan penuh rasa puas tercapai hajat yang sangat hebat.

Orang Cina dalam susah dan derita air mata, mengharung hidup dengan mata menjeling peluang. Apa saja yang terleka dek orang Melayu, mereka berlumba-lumba menyambarnya.

Tidak perlu sakit hati dengan mereka. Itulah lumrah kehidupan. Yang pemalas dan manja akan tertinggal jauh di belakang. Yang rajin berusaha dan gigih mencari peluang baru akan berpindah menapak setakah demi setakah.

Orang Melayu kekal semakin jauh di himpit kesusahan. Orang Cina akhirnya muncul menjadi bangsa yang berada di atas, dalam kitaran ekonomi. Orang Melayu tercungap-cungap kelemasan. Aku tak tahu bilakah watak bangsa Melayu ini boleh diubah menjadi bangsa yang rajin, bangsa yang bersungguh-sungguh dan sanggup bangkit membela masa depan mereka sendiri.

Kalau dulu, orang-orang Cina datang sehelai sepinggang, hari ini ramai orang Melayu yang papa kedana dan merempat di tanah air sendiri. Bangsa yang tidak leka akan lebih peka dan berjaya. Orang-orang Cina sedang melakar sejarah mereka yang hebat di bumi tanah tumpah datuk nenek kita.

Hari ini anak cucu mereka sudah jadi taukeh-taukeh besar membangun perniagaan di bandar-bandar yang mereka ciptakan. Tanah orang Melayu mereka beli dengan harga yang murah dan dibangunkan hartanah yang ratusan kali ganda nilai harganya!! Mereka kuasai ekonomi dalam negara ini dan orang Melayu menjadi kuli malah ada yang jadi ‘hamba pecacai’ mereka.

Jangan sakit hati dengan mereka. Negara kita berlaku adil dengan semua bangsa yang ada. Kaum yang cerdik dan pintar akan berjaya berada di persada indah. Kaum yang lemah, penakut, berjiwa kecil, bersikap negatif akan terus hanyut di telan banjir bah arus dunia tanpa sempadan.

Tidaklah salah jika kaum Cina merancang merebut kuasa politik yang selama ini didominasi oleh orang Melayu. Dengan wang yang ada, ramai orang Melayu yang mudah rosak dengan ganjaran wang di depan mata. Orang Melayu yang lemah dalam semua sudut ini mudah untuk menjual apa saja demi untuk makan minum sehari dua. Orang Melayu lebih serius memikirkan hal makan minum dalam jangka waktu hanya sehari dua. Bangsa lain merancang mengukuhkan pegangan dalam pelbagai sektor kehidupan.

Inilah yang sedang berlaku di dalam negara kita. Puncanya pada orang Melayu sendiri. Kesian pada anak cucu kita yang kemungkinan akan jadi penumpang dalam negara bertuah ini seperti apa yang berlaku kepada orang-orang Melayu di Singapura. Malah agama mereka pun turut semakin hilang.

Orang Melayu mudah dirosakkan dengan hiburan, keseronokan mungkar dan maksiat. Kini, sudah ada sejumlah sejuta orang anak-anak muda Melayu yang kebanyakannnya berusia seawal belasan tahun sudah menjadi penagih dadah. Taukeh dadah yang kaya raya tentulah bukan orang Melayu. Yang menjadi pengedar dan yang ditangkap untuk dihukum di tali gantung pun adalah anak-anak Melayu.

Adakah kehinaan bangsa ini, sudah sampai kemuncaknya? Terlalu ramai anak-anak melayu penagih dadah yang sedang menjadi bangkai bernyawa. Jika tidak berbuat sesuatu, mereka akan mati beragan dan bayangkan api neraka yang sedang mengaum hendak meratah tubuh badan mereka.

Percayalah wahai bangsaku, kekuatan tunggal kita bukan semangat kebangsaan lagi tetapi kekuatan iman dan taqwa. Dengan iman dan taqwa sahajalah orang Melayu akan kembali sayangkan negara tercinta ini. Dengan keyakinan terhadap kasih sayang dan rahmat Allah, orang Melayu boleh bangkit membaiki diri, keluarga dan masyarakat mereka.

Orang Melayu yang dipimpin hati jiwanya dengan rasa takut Allah rindu Nabi saw tak akan sanggup jual syurga dan bidadarinya dengan keseronokan dunia yang mungkar dan maksiat. Mereka tak akan sanggup berzina, mengandung luar nikah dan membuang anak di merata tong sampah.

Mereka akan kembali menjadi bangsa yang mulia, berharga, bernilai dan dihormati kawan dan lawan. Taqwalah sahaja cara bagaimana hati mereka perlu dididik. Dengan kekuatan taqwa,  Allah yang Maha Gagah Perkasa akan menjadi pembela kepada bangsa Melayu.

Insaflah wahai bangsaku!!! Cari lah ilmu agama sebagai asas kepada iman dan taqwa. Dapatkanlah bimbingan orang-orang soleh dan insan-insan bertaqwa yang masih ada. Laksanakanlah suruhan Allah dan jauhilah laranganNya. Hayatilah sembahyang yang menjadi anak kunci kepada mendapatkan taqwa. Laksanakanlah solat dengan bersungguh-sungguh tepat pada waktunya. Peliharalah mata, telinga, lidah, kaki-tangan, perut dan kemaluan dari menyentuh dosa. Jauhilah akhlak keji dan amalkanlah akhlak mulia.

Bermodalkan iman dan taqwa bangsa Melayu akan jadi satu bangsa yang kuat dan mulia. Bangsa yang berani, berwibawa, rajin, berkasih-sayang dan berpadu. Inilah bangsa yang akan digeruni oleh musuh. Dan Allah janjikan syurga di akhirat. Lihatlah sejarah, bagai mana umat Islam dulu telah pernah menguasai tiga suku dunia selama tujuh ratus tahun dengan bermodalkan kekuatan iman dan taqwa. Inilah jalan-jalan kemenangan dan kejayaan yang Allah janjikan. Tidak ada jalan lain selain ini.

Ya Allah! limpahkanlah kepada bangsaku Melayu akan rahmat, hidayah dan taufiqMu. Amiin ya Allah!

Posted by suara mujahidin.

Jack sparrow

Jack sparrow

Yusuf Reis, nama asalnya Jack "Birdy" Ward. Laksamana armada laut Turki Uthmaniyyah awal abad ke-17. Lahir tahun 1553 di Faversham, Kent, selatan England era Ratu Elizabeth I.

Orang Tunisia memanggilnya Jack Asfour sempena  gelaran "Birdy". Kawasan jagaannya sekitar Tunisia.

Insiden pengIslamannya ketika meninggalkan kapal tawanannya 60 tan "Reniera e Soderina" bersama 400 krew Muslim dan 150 krew Inggeris tenggelam di teluk Greece. Ramai rakyat Tunisia bengang tetapi Uthman Bey tawarkan perlindungan kepada Jack di Tunisia.

Mahu tak mahu, dengan Raja James I menolak pengampunan diraja terhadap Jack, maka kembali Jack ke Tunisia dan dilindungi oleh Uthman Bey. Jack masuk Islam dan bernikah dengan wanita Muslim Itali serta masih mengirim nafkah kepada isterinya di England.

Pada tahun 1612, drama pementasan bertajuk "A Christian Turn'd Turk" ditulis oleh dramatis Robert Dabone berkenaan pengIslaman Jack Ward.

Friday, May 26, 2017

Apakah DAP & Pakatan Harapan Sokong LGBT, Soal Pemuda PAS.

Apakah DAP & Pakatan Harapan Sokong LGBT, Soal Pemuda PAS.

Dewan Pemuda Pas Malaysia (DPPM) mempersoalkan penglibatan seorang pemimpin DAP Subang yang terlibat dalam penganjuran Kempen LGBT anjuran Universiti Taylor yang sudah dibatalkan baru-baru ini.

Naib Ketua Pemudanya, Ahmad Fadhli Shaari mendakwa Setiausaha Organisasi DAPSY Subang, Numan Afifi terlibat dalam penganjuran program Courage In The Face Of Adversity.

Program yang dijadualkan di Subang Jaya itu menyokong golongan homoseksual di mana Numan juga merupakan presiden penaja kepada Pelangi Campaign, sebuah pergerakan memperjuangkan hak-hak LGBT.

“Untuk rekod, presiden penaja kepada Pelangi Campaign ialah saudara Numan Afifi yang juga merupakan Setiausaha Organisasi DAPSY Subang.

“DPPM turut mempersoalkan adakah parti DAP turut sama merestui LGBT memandangkan keterlibatan setiausaha organisasi DAPSY Subang di dalam gerakan Pelangi Campaign ini?

“Jika benar, apakah pula pandangan rakan-rakan DAP di dalam Pakatan Harapan?” kata Fadhli dalam satu kenyataan media hari ini.

DPPM juga memberi amaran supaya Pelangi Campaign tidak melampaui batas dan kebebasan hak asasi manusia ada batasnya.

“DPPM ingin mengingatkan kepada Pelangi Campaign bahawa kebebasan hak asasi manusia ada hadnya di dalam Islam.

“Malaysia sebagai sebuah negara yang mengiktiraf Islam sebagai agama rasmi di dalam Perkara 3(1) Perlembagaan Persekutuan wajib meletakkan sistem nilai Islam sebagai keutamaan apatah lagi apabila bertembung dengan isu transgender yang jelas mempunyai kaedah tersendiri di dalam Islam untuk menanganinya,” katanya lagi.

Kempen itu yang dijadualkan berlangsung semasa umat Islam berpuasa pada bulan Ramadan dan bakal menayangkan filem pendek serta perarakan LGBT di dalam kampus universiti swasta terbabit pada 6 hingga 8 Jun ini.

Ahmad Fadhli berkata, pihaknya bimbang terhadap respon Pelangi Campaign yang mana ia seolah-olah menggalakkan lagi dan menyokong berlakunya perkara bertentangan dengan agama di negara ini.

“Menganjurkan program seperti itu yang antara acaranya ialah Perarakan LGBT sekaligus menyemarakkan budaya buruk dalam kalangan rakyat Malaysia dan menjadi pintu kepada penyuburan homoseksual di negara ini,” katanya.

Menurut Fadhli lagi, tindak-tanduk pemimpin DAP yang terlibat dalam aktiviti sedemikian menimbulkan persoalan sama ada Pakatan Harapan (PH) boleh diharap dalam menjaga kesucian agama Islam.

“Persoalan untuk rakyat Malaysia khususnya umat Islam, bolehkah PH diharapkan untuk memperkasakan Islam dan menjaga kesuciannya di dalam suasana seperti hari ini?” ujarnya. – MalaysiaGazette

https://aidcnews.wordpress.com/2017/05/24/apakah-dap-pakatan-harapan-sokong-lgbt-soal-pemuda-pas/

http://malaysiagazette.com/v2/blog/2017/05/24/pemuda-pas-persoal-penglibatan-pemimpin-dap-dalam-program-lgbt/

Thursday, May 25, 2017

Isu exco selangor *Kenyataan Akhbar PAS Negeri Selangor*

*Kenyataan Akhbar PAS Negeri Selangor*

PAS Selangor telah mengambil maklum terhadap Titah Tuanku DYMM Sultan Selangor melalui kenyataan khas terhadap kedudukan Exco PAS dalam Kerajaan Negeri Selangor. Kenyataan ini juga sekaligus mengambil maklum terhadap pendirian yang telah dibuat oleh PKR melalui kenyataan Presidennya sejurus selepas mesyuarat Biro Politik mereka. PAS menjunjung kasih dan menghargai kepercayaan yang diberikan oleh DYMM Tuanku Sultan serta berterima kasih atas pendirian yang telah dibuat oleh PKR.

Sejak dari awal mandat rakyat ini diperolehi melalui Kerajaan Pakatan Rakyat mei  2013, PAS Selangor begitu TEGUH DAN SETIA bersama-sama dengan semua Menteri Besar yang diperkenankan oleh DYMM Tuanku Sultan Selangor. Sama ada ketika Selangor dipimpin oleh Tan Sri Abdul Khalid Ibrahim apatah lagi dengan Menteri Besar Selangor sekarang, Dato’ Seri Mohammad Azmin Ali. PAS Selangor percaya bahawa KESETIAAN dan KEYAKINAN terhadap pemimpin yang diperkenankan oleh DYMM Tuanku Sultan adalah asas penting untuk mempastikan KESTABILAN POLITIK dapat dipelihara dengan baik dan waktu yang sama KEPERCAYAAN RAKYAT dapat dilaksanakan dengan jayanya.

PAS Selangor telah mempertegaskan sebelum ini bahawa keputusan untuk putus Tahaluf Politik adalah yang berkaitan dengan persediaan menghadapai pilihanraya yang akan datang dan tidak berkait dengan urustadbir kerajaan negeri. PAS Selangor juga mengambil pendirian bahawa putus tahaluf bukan bermakna putus silaturrahim, putus setiakawan, putus hubungan kerjasama dalam melakukan kebaikan (Taawun). Bahkan  akan terus memperkukuhkannya.

PAS Selangor melalui 3 Exco dan 10 wakil rakyatnya akan terus bekerja bersungguh-sungguh dan meneruskan kesetiaan dan khidmat cemerlang mereka  bersama dengan Dato’ Menteri Besar dan kesemua exco dan wakil rakyat kerajaan Negeri Selangor. Apa yang penting bagi kami, kepentingan rakyat dan kestabilan politik adalah keutamaan yang tiada tukar gantinya.

Menyedari terhadap demografi masyarakat negeri Selangor, PAS akan terus menggunakan Budaya Politik Matang dan Sejahtera (BPMS) dalam menghadapi situasi yang mendatang. Berpolitik secara santun, berpolitik secara hujjah bukan sumpah seranah, berpolitik secara rasional dan bukan emosional adalah antara keperluan bagi memastikan kestabilan kerajaan tercapai. Bagi pihak-pihak yang sering mengeluarkan perkataan sumbang, yang dengki dengan kejayaan Kerajaan Selangor dan yang mengambil kesempatan untuk mengeruhkan suasana konflik politik di Selangor harap dapat mengambil pengajaran dan peringatan terhadap Titah  DYMM Tuanku Sultan Selangor serta meyakini pendirian yang telah dinyatakan oleh Presiden PKR. Teguh dan setia bersama rakyat.

Salam Ramadhan Karim

YB TUAN HJ SALLEHEN BIN MUKHYI
Pesuruhjaya PAS
Negeri Selangor Darul Ehsan

Wednesday, May 24, 2017

Kalau nak memerintah, nak jadi kerajaan... pilih samada bersama UMNO atau bersama PAS !

Ayat yang buat penyokong pakatan harapan pening..wlaupun agak senang nk faham tapi xleh jgk nak faham..jadi,bertebaran la fitnah...wiii
Ayob Hussin
48 mins
Kalau nak potong roti potonglah samada dengan pisau atau kapak
Kedua duanya mampu memotong, tapi akibatnya tak serupa / tak sama !
Kalau nak memerintah, nak jadi kerajaan... pilih samada bersama UMNO atau bersama PAS !
begitu lah ucapan Tghh yg ramai org tak faham
kalau kamu pilih bersama UMNO, mungkin kamu bolih menang
kalau kamu pilih bersama PAS , mungkin kamu boleh menang
Selain dari dua tu , kemungkinan nak menang adalah tipis !
Pilih salah satu samada nak bersama UMNO dan mengekal kemenangan BN memerintah dan terus berkuasa
Pilih bersama PAS untuk membuat perubahan ke arah keadilan umum dan bersama Islam !

BOLEHKAH KAFIR ZHIMMI MENJAWAT JAWATAN HAKIM ?

BOLEHKAH KAFIR ZHIMMI MENJAWAT JAWATAN HAKIM ?

http://mahir-al-hujjah.blogspot.my/2008/12/bolehkah-kafir-zhimmi-menjawat-jawatan.html#!/tcmbck

1.0 PENGENALAN
Institusi kehakiman merupakan salah satu institusi yang tertinggi di dalam pentadbiran sesebuah Negara. Tugas mereka amatlah berat demi memastikan keadilan dan kemaslahatan umum akan dapat dilaksanakan dengan sewajarnya. Institusi kehakiman seharusnya berada di tempat yang sepatutnya bagi mengekalkan status mereka sebagai majlis pengadilan yang dihormati lagi disegani. Di dalam suasana hidup bermasyarakat hari ini, kita pasti berdepan dengan pelbagai cabaran dan dugaan terutamanya terhadap hubungan dan perpaduan masyarakat seperti pertelingkahan, perbalahan dan sebagainya.
 Hakim merupakan satu jawatan yang sangat penting dalam sistem kehakiman dimana mempunyai tugas dalam memberikan penghakiman terhadap segala persengketaan yang timbul. Dalam menegakkan keadilan kepada manusia, sesebuah institusi kehakiman itu hendaklah mempunyai hakim-hakim yang cekap, berketerampilan, berilmu, beretika, bijaksana dan bermoral tinggi. Ini adalah supaya mereka terkawal sepanjang mereka menjalankan tugasnya dengan tepat dan adil.
1.1 Struktur Kehakiman Islam Dan Organisasinya. Secara mudah, institusi kehakiman bermaksud satu saluran untuk mengadili dan menyelesaikan kes kesalahan menerusi penghakiman dan pemutusan hukum berdasarkan undang-undang yang sedia ada satu ijtihad hakim. Justeru itu, organisasinya di dalam bentuk yang mudah, sekurang-kurangnya meliputi hakim, para saksi dan pencatat. Hakim dan para saksi adalah memainkan peranan yang sangat penting dalam penghakiman dan pemutusan hukum. Jawatan hakim merupakan suatu jawatan yang tinggi kedudukannya dari kaca mata syarak, hingga dikatakan lebih tinggi daripada jawatan menteri, malahan ada di antara ulama’ yang mengatakan bahawa jawatan itu sama dengan jawatan pemerintah atau sultan. dalam membincangkan jawatan hakim ini, terdapat beberapa aspek yang perlu dititik beratkan antaranya hokum perlantikan hakim, kuasa melantik hakim, cara pemilihan hakim, cara perlantikan, lafaz perlantikan, syarat perlantikan dan permohonan jawatan hakim.
2.0 TUGAS SEORANG HAKIM Dr. Wahbah al-Zuhaili (6:487) telah menyenaraikan sepuluh tanggungjawab yang dianggap sebagai tugas seseorang hakim:
1. Menyelesaikan pergaduhan di antara dua pihak sama ada dengan cara berdamai atau menerusi hokum yang diwajibkan.
2. Membenteraskan kezaliman, pencerobohan dan lain-lain serta melindungi mereka yang menzalimi disamping menyampaikan hak kepada yang berhak. 3. Melaksanakan hudud dan memelihara kesemua hak Allah.
4. Menguruskan kes-kes jenayah nyawa dan kecederaan.
5. Menguruskan harta anak-anak yatim dan orang gila serta melantik pengawal bagi memelihara harta benda mereka.
6. Menguruskan harta-harta wakaf.
7. Melaksanakan wasiat.
8. Melaksanakan akad perkahwinan bagi perempuan yang tidak mempunyai wali atau walinya ingkar.
9. Mengawasi apa saja yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti pengawasan terhadap jalanraya dan lain-lain.
10. Menyuruh melakukan kebaikan (ma’ruf) dan melarang melakukan kemungkaran (mungkar) sama ada menerusi ucapan atau perbuatan.

2.1 Syarat Kelayakan Menjadi Hakim Memandangkan kepada tugas-tugas di atas dengan berdasarkan kepada nas-nas tertentu dan pemahaman mereka tentang tuntutan syara’ (maqasid syari’ah), para fuqaha’ telah meletakkan beberapa syarat kelayakan dirin yang ketat pada calon hakim yang berperanan di dalam penghakiman sesuatu kesalahan, seperti:
1. syarat berakal,
2. baligh,
3. merdeka,
4. beragama Islam,
5. boleh mendengar,
6. melihat,
7. bercakap,
8. bersifat adil,
9. lelaki dan
10. mampu berijtihad
Tiga di antara syarat-syarat tersebut, iaitu bersifat adil, lelaki dan mampu berijtihad adalah di antara syarat yang dipertikai oleh para fuqaha’ tetang kepentingan dan keperluannya pada diri hakim.
Bersifat Adil: Ia menjadi syarat menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Dengan itu mereka tidak mengharuskan seorang fasiq dan siapa saja yang tidak diterima kesaksiaannya menjadi hakim. Berbeza dengan pendapat ulama mazhab Hanafiyang menatakan seseorangitu biarpun fasiq adalah layak untuk menjadi hakim. Walaupun begitu, mereka tidak menggalakkan tugas besar itu diserahkan kepadanya (orang yang fasiq).
Lelaki: Hakim hendaklah seorang lelaki. Ini adalah pendapat ulama mazhab-mazhab Maliki, Syafi’e dan Hanbali. Kelemahan akal dan fizikal adalah di antara sebab wanita tidak layak untuk menjadi hakim (pada sebahagian kes) disamping itu kerja-kerja penghakiman sentiasa akan berdampingan dengan orang-orang lelaki seperti fuqaha, para saksi dan mereka yang terlibat di dalam dakwaan.
Ulama mazhab Hanafi membolehkan seorang perempuan menjadi hakim di dalam kes-kes harta benda kerana kesaksiannya harus terima di dalam kes tersebut. tetapi di dalam kes hudud dan qisas, mereka adalah sependapat dengan ulama-ulama lain.
Hanya Ibn Jarir al-Tabari sahaja yang megatakan adalah harus secara mutlak orang-orang perempuan menjadi hakim kerana jika mereka harus menjadi mufti maka tentulah mereka diharuskan menjadi hakim.
Mampu Berijtihad: Kemampuan ini menjadi syarat pada diri seorang hakim menurut ulama mazhab Maliki, Syafi’i, Hanbali dan sebahagian ulama mazhab Hanafi.
Lantaran itu seorang yang jahil tentang hukum-hukum syara’ dan juga seorang muqallid tidak harus menjadi hakim kerana kedua-duanya tidak layak untuk memberi fatwa, maka sudah tentu mereka lebih tidaak berkelayakan untuk menjadi hakim. Biarpun begitu, di dalam mazhab Maliki, seorang muqallid harus menjadi hakim jika bersama-samanya terdapat seorang yang mampu berijtihad (mujtahid).
Menurut jumhur mazhab Hanafi, hakim tidak disyaratkan dari kalangan mujtahid. Pada mereka, kelayakan beritihad itu hanya merupakan syarat utama sahaja. Dengan itu adalah harus melantik seorang bukan mujtahid menjadi hakim dan dia dibenarkan menjatuhkan hukum dengan cara bertaqlid kepada pandapat seorang yang mujtahid dan dengan cara begini dia sudah mampu melaksanakan ytanggungjawabnya. Tetapi keadaan sebegini tidaklah digalakkan. Sekalipun ulama mazhab Syafi’e menekankan tentang perlunya syarat ini, tetapi di dalam suasana yang lain mereka mengatakan, jika seorang pemerintah yang berkuasa di dalam sesebuah kawasan melantik seorang fasik atau muqllid menjadi hakim maka penghakimannya adalah diharuskan kerana darurat.
Beragama Islam:   Syarat ini pada dasarnya diterima oleh semua ulama, tetapi di dalam perlaksanaannya mereka telah berpecah kepada beberapa kumpulan. Ulama mazhab Hanafi, misalnya membolehkan perlantikan seorang hakim bukan Islam untuk mengendalikan kes-kes kesalahan mereka sendiri. Begitu juga halnya dengan saksi-saksi bukan Islam, mereka dibenarkan memberi kenyataan di dalam kes-kes yang khusus di dalam kelompok mereka kerana, pada pendapat ulama mazhab ini, kelayakan menjadi hakim dibina atas kelayakan menjadi saksi, sedangkan seorang Dhimmi adalah layak untuk memberi kesaksiannya terhadap dhimmi yang lain.
Memandangkan hakim adalah satu jawatan dalam sebuah kerajaan kerana itu ditentukan oleh kahalifah atau sultan sama seperti jawatan menteri, maka Islam telah menetapkan syarat-syarat yang ketat kepada mereka yang ingin menduduki jawatan tersebut. Jester itu, para khlifah dan pemimpi terdahulu sangat teliti dan berwaspada dalam memilih calon yang benar-benar berkelayakan.
Oleh itu, perlantikan hakim-hakim perlu diberi perhatian oleh pihak berwajib dengan menetiliti sifat-sifat dan syarat-syarat yang digariskan oleh syarak. Sharbini al-Khatib mengatakan: “tidak ada jalan yang lebih menonjol (dalam menyelesaikan pertelingkahan) selain daripada kehakiman. Jadi, ia tidak boleh diberikan kepada orang kafir kerana matlamatnya ialah menyelesaikan pertelingkahan, sedangkan orang kafir jahil mengenainya.” Ini menunjukkan kepada bahawa penegahan terhadap jawatan hakim di pegang oleh orang kafir.(al-syariah, kehakiman Islam, jilid 2)
Namun demikian, mazhab Hanafi membolehkan orang bukan Islam menjadi hakim untuk menyelesaikan pertelingkahan diantara mereka yang seagama dengannya kerana perlantikan itu tidak mendatangkan kemudaratan sebagaimana perlantikan orang Islam untuk menjadi hakim bago orang-orang Islam. Selain itu, mereka juga berhujah dengan Qiyas iaitu, sekiranya persaksian orang bukan Islam sesame mereka diterima, maka penghakiman sesame mereka juga seharusnya diterima. Madkur, salah seorang ulama’ mutakhir memilih pendapat ini. Beliau juga membolehkan penghakiman orang kafir ke atas orang Islam dalam masalah sivil, tetapi tidak didalam masalah kekeluargaan.
Ulama mazhab Hanbali di dalam satu kes yang khusus telah mengharuskan penerimaan kesaksian saksi seorang bukan Islam, iaitu kes wasiat seorang Islam ketika di dalam perjalanan. Penerimaan ini, kemungkinan besar berdasarkan kepada kesedaran mereka tentang suasana darurat yang berlaku. Begitu juga diriwayatkan daripada Imam Malik, beliau telah mengharuskan kesaksian dua doktor bukan Islam dalam menetukan kadar kecederaan dan sebahagian kecacatan anggota ketika ketiadaan saksi-saksi Islam. Sikap ini juga boleh dianggap sebagai mengambil kira suasana darurat seperti kes wasiat di atas. Jika di dalam suasana darurat ulama telah mengharuskan penerimaan kesaksian saksi-saksi bukan Islam di dalam kes-kes wasiat dan kecederaan, maka lanjutan keadaan ini apakah tidak harus diterima kesaksian mereka di dalam kes-kes lain di mana tidak terdapat saksi-saksi Islam? Ini juga merupakan suasana darurat.
Maka kita dapati bahawa Ulama mutakhir Hanbali membolehkannya. Di dalam hubungan ini Dr. ‘Abd al-Mun‘im Ahamad Barakah berpendapat, setelah beliau meneliti pelbagai nas berkaitan dengan saksi dan juga pendapat para fuqaha, bahawa kesaksian saksi bukan Islam hanya tidak diharuskan terhadap orang-orang Islam di dalam kes talak dan seumpamanya yang berkaitan dengan hukum-hukum kekeluargaan. Tetapi dalam kes-kes kesalahan sivil lain, kesaksian harus diterima tanpa mengambil kira perbezaan agama. Berdasarkan kepada kenyataan ini, bolehlah dirumuskan dari sudut siyasah shar’iyyah, bahawa adalah tidak sah pengahakiman hakim bukan Islam di dalam .kes-kes berkaitan dengan undang-undang diri, sekalipun boleh dikatakan keharusannya di dalam kes-kes sivil dan seumpamanya. Hal ini disebabkan realiti masyarakat memaksa syarat ini diberi sifat murunah (flexibility) khususnya apabila sesuatu kes itu berlaku di dalam masyarakat yang berbilang etnik dan agama seperti apa yang sedang kita hadapi di Malaysia hari ini. Jika kita andaikan sesuatu kesalahan itu berlaku di kalangan orang-orang Islam sahaja, maka sudah tentu syarat Islam seseorang hakim itu dapat diselaraskan, tetapi bagaimana dengan kes yang berlaku di antara orang-orang bukan Islam sahaja. Jika mereka merujuk kepada kehakiman Islam, tentulah hakimnya seorang Islam. Tetapi bagaimana jika mereka merujuk kepada kehakiman mereka (berdasarkan kepada pendapat yang mengharuskannya)? Tentulah hakim mereka adalah ahli agama mereka sendiri yang tidak beragama Islam. Dengan itu di dalam kes seperti ini, syarat beragama Islam pada diri seorang hakim tidak dapat dipertahankan.
3.0 HAKIM BUKAN ISLAM
Pendapat fuqaha: Dalam isu perlantikan hakim bukan Islam ini didapati para fuqaha mazhab-mazhab Islam telah berpecah kepada tiga kelompok besar, Kelompok Pertama: Tidak harus sama sekali bagi pemerintah melantik hakim bukan Islam sama ada untuk menghakimi kes orang-orang Islam atau bukan Islam. Mereka berhujah dengan kedudukan seorang bukan Islam yang tidak layak untuk menjadi saksi sekalipun ke atas orang-orang bukan Islam. Jika dia tidak layak untuk menjadi saksi, maka sudah tentu dia tidak layak diterima untuk menjadi hakim. Ini adalah pendapat jumhur fuqaha. Kelompok Kedua: Harus bagi pemerintah melantik seorang bukan Islam menjadi hakim sekalipun penghakimannya tidak sah bagi kesalahan seorang Islam. Pada mereka, seorang hakim dhimmi harus menghakimi kes ahl al-dhimmiah.
Kedudukannya sebagai hakim khusus bagi mereka tidak menjejaskan apa-apa sudut kuasanya (wilayahnya) sama seperti mengkhususkan hakim Islam menghakimi kesalahan orang-orang Islam. Mereka berhujah dengan kedudukan seorang dhimmi yang berkelayakan menjadi saksi bagi kes orang-orang dhimmi dan musta’min maka sudah tentu dia berkelayakan untuk menghakimi kes-kes kesalahan mereka kerana kelayakan seseorang menjadi hakim dibina atas kelayakannya menjadi saksi. Ini adalah pendapat ulama mazhab Hanafi.
Kelompok Ketiga: Pendapat kelompok ini bertolak dari dua asas penting, iaitu kelayakan menjadi saksi (pegangan kelompok kedua), harus menerima kesaksian dari orang bukan Islam di dalam kes harta benda orang-orang Islam seperti saksi kepada wasiat seorang Islam di dalam perjalanan, begitu juga di dalam kes pepusakaan (menurut pendapat ulama mazhab Hanbali).
Bertolak dari dua asas ini, Ibn Taimiyyah berpendapat, kesaksian seorang bukan Islam harus diterima sama ada sesuatu kes itu berlaku ketika di dalam masa perjalanan atau bermukim apabila sempurna kesemua syarat-syarat penerimaannya seperti yang ditentukan oleh fuqaha’. Di dalam pendapat lain, Imam Malik juga mengharuskan diterima pakai kesaksian dua orang doktor bukan Islam di dalam kes kecederaan kerana terdapat keperluan (al-hajah) kepada kesaksiannya. Berdasarkan kepada semua di atas, ulama mutakhir seperti Dr. ‘Abd al-Mun‘im Ahmad Barakah dan lain-lain, telah berani mengesahkan perlantikan hakim bukan Islam di dalam kes-kes sivil orang-orang Islam dan seumpamanya, melainkan kes-kes ahwal shakhsiyyah dan lain-lain yang termasuk di dalam bidang urusan dan hukum kekeluargaan Islam.
Kedudukan ini agak lebih ketara (advanced) dari kedudukannya pada pendapat kelompok kedua yang membenarkannya menghakimi kes-kes khusus mereka sahaja. Saya tidak mengatakan bahawa pendapat ketiga itu ada rasionalnya (kemunasabahannya) kerana kita dapati ia bertentangan dengan pendapat jumhur dan juga pendapat ulama mazhab Hanafi, satu kelompok yang amat besar bilangannya. Tetapi jika kita berpegang kepada pendapat pertama, maka sama sekali tidak ada ruang untuk kita menempatkan hakim bukan Islam di dalam urusan kehakiman negara sekalipun kes-kes yang dibentangkan itu adalah kes-kes mereka sendiri atau yang berkaitan dengan akidah dan urusan kekeluargaan mereka. mereka sudah tentu di dalam keadaan ,begini dipaksa menerima pakai keputusan hakim Islam yang berdasarkan kepada syariat Islam. Jika dilihat dari segi kebebasan berakidah yang diperuntukkan bagi mereka, keadaan ini adalah bercanggah.

Jika kita berpegang kepada pendapat kedua, maka ruang akan terbuka untuk mereka berperanan di dalam kehakiman negara setakat mana yang dibolehkan, iaitu bagi kes-kes khusus mereka. dengan itu tokoh-tokoh agama di kalangan mereka akan bertindak sebagai hakim-hakim yang sah di dalam menghakimi kes-kes tersebut. Tetapi pendapat ini juga tidak memberi jawapan kepada kes yang berlaku di antara orang Islam dan bukan Islam? Adakah dipisahkan kedua-dua yang terlibat di dalam penghakiman masing-masing? atau dibentuk satu mahkamah campuran di mana kes itu diadili oleh hakim dari kedua-dua belah pihak Islam dan bukan Islam ? Atau ia diadili di mahkamah Islam berdasarkan kepada hukum Islam? Di dalam sebuah negara di Malaysia, apabila sebuah perlembagaan bersepadu dapat diwujudkan, di mana tidak ada lagi pertentangan-pertantangan di antara perlembagaan negara dengan Syari’ah, maka pada peringkat ini mungkin akan timbul persoalan, bolehkah seorang hakim bukan Islam menghakimi kesemua kes orang-orang Islam atau hanya pada kes-kes tertentu sahaja? Inilah di antara sebahagian persoalan yang ingin dicari jawapannya oleh kertas ini.

Sebelum kita menerima atau menolak pandapat ketiga, saya rasa elok juga kita merenung kepada beberapa kenyataan berikut:

1. Di dalam sebuah hadith, diceritakan bahawa dua orang Yahudi yang berzina telah menawarkan kes itu untuk diadili dan dihukum oleh ahli-ahli agama mereka, tetapi apabila terbukti di hadapan baginda bahawa mereka tidak mampu melaksanakannya kerana mereka sudah menjadi lemah dan tidak gemar berbunuh-bunuhan, maka baginda meminta empat orang saksi bagi menyabitkan kes tersebut, sesudah itu kedua-duanya diarahkan supaya direjam. Di dalam peristiwa ini jelas menunjukkan bahawa baginda telah membenarkan orang-orang Yahudi merujuk kepada ahli-ahli agama mereka untuk menghakimi serta menjatuhkan hukuman ke atas kedua-dua pesalah tersebut. Ini ternyata sebagai satu keharusan yang membolehkan hakim-hakim bukan Islam berfungsi di negara Madinah pada masa itu. (rujuk al-Qurtubi, 5:84 dan Dr. ‘Abd al-Mun‘im Ahmad Barakah. 250).

2. Pada peringkat awal perkembangan Islam, para penganutnya menghadapi dua empayar besar, iaitu Rom dan Parsi. Kedua-duanya mempunyai sejarah dan tamadunnya yang tinggi mengatasi orang-orang Arab di dalam urusan pentadbiran negara khususnya di dalam bidang kehakiman. Sepanjang catatan sejarawan dan fuqaha, tidak ada kenyataan yang menyebut bahawa para pemerintah Islam telah mengarahkan agar semua sistem kehakiman yang ada di negara-negara yang mereka tawan seperti Iraq, Syria dan Sepanyol dihapuskan atau diliucutkan hakim-hakimnya dari jawatan masing-masing. Begitu juga ketika kekuasaan Islam sampai ke India dan lain-lain. Sebagai contohnya, ketika Mesir ditawan oleh tentera Islam di bawah pimpinan ‘Amru bin al-‘As, beliau telah melantik seorang hakim Qibti bagi setiap daerah di seluruh negara itu yang bertugas menyelesaikan kesemua permasalahan sama ada keagamaan, urusan kekeluargaan atau sivil bagi orang-orang bukan Islam bersesuaian dengan syari’at mereka. Begitu juga halnya dengan orang-orang dhimmi lainnya selain dari orang-orang Qibti. Mu‘awiyyah bin Abi Sufyan, ketika menjadi gabenor di Syria, telah menyerahkan kesemua kes keagamaan orang-orang bukan Islam kepada hakim-hakim mereka sendiri menyelesaikannya secara berasingan. Tetapi di dalam kes-kes sivil yang lain, beliau melantik seorang hakim Islam disamping hakim Islam untuk sama-sama bekerjasama menghakimi kes-kes tertentu. (Dr. ‘Abd al-Mun‘im Ahmad Barakah, hal: 250,251).

3. Prinsip kebebasan beragama yang dipertahankan oleh baginda Rasulullah s.a.w. dan masyarakat Islam di sepanjang sejarah mereka adalah satu suasana yang memaksa wujudnya hakim-hakim bukan Islam bagi menyelesaikan pelbagai permasalahan atau perbalahan yang berkaitan dengan aqidah mereka, khasnya pada zaman-zaman permulaan Islam, kerana urusan-urusan keagamaan yang sebahagiannya meliputi kekeluargaan hanya diketahui oleh ahli-ahli agama mereka sahaja. Dengan kedudukan ini, amatlah tidak wajar jika urusan-urusan mereka khususnya keagamaan diselesaikan oleh hakim-hakim Islam yang kurang maklumat tentang akidah dan persoalan-persoalan lain berhubung dengan agama mereka. Dengan itu, pendapat yang meletakkan beragama Islam sebagai salah satu syarat kelayakan diri yang mutlak pada seseorang hakim khususnya yang bertugas menyelesaikan pelbagai kes keagamaan orang-orang bukan Islam adalah tidak tepat dan perlu dirujuk semula (Dr. ‘Abd al-Mun‘im Ahmad Barakah, hal: 251).

4. Pertentangan pendapat di kalangan Imam-imam mazhab Sunni tentang tanggungjawab hakim Islam yang mengendalikan kes orang-orang bukan Islam. Imam al-Shafi’I, misalnya, mengatakan bahawa seorang hakim Islam boleh memilih, sama ada dia mahu menghakimi kes orang-orang dhimmi atau menolaknya kepada hakim dan kehakiman mereka sendiri. Tetapi jika mereka itu dari kalangan orang-orang musta’min, maka disyaratkan wujud kerelaan kedua-dua belah pihak yang terlibat (pendakwa dan orang yang didakwa) terhadap keputusan hakim Islam dan juga, pada waktu yang sama, memiliki hak pilihan sama ada menghakimi kes mereka atau menolaknya. Imam Malik pula mengatakan, hakim Islam wajib menerima kes orang-orang dhimmi dan menghakiminya.

Beliau mengkhususkan hak pilihan bagi hakim Islam itu hanya pada aduan orang-orang musta’min sahaja. Imam Abu Hanifah berpendapat, di dalam kes dakwaan perempuan bukan Islam, disyaratkan suaminya bersetuju dengan keputusan hakim Islam. Tetapi jika suaminya tidak bersetuju, maka hakim Islam tidak harus membuat apa-apa keputusan mengenainya (Dr. ‘Abd al-Mun‘im Ahmad Barakah, hal: 252).

Sekali imbas kita dapat membuat kesimpulan dari pertentangan pendapat di atas, bahawa sebahagian ulama Islam lebih cenderung tidak membenarkan hakim Islam menghakimi kes orang-orang bukan Islam yang berlaku di negara Islam. Jika keadaan sedemikian maka siapakah yang akan menghakimi kes-kes mereka? Tentunya hakim dari kalangan mereka sendiri. Keadaan ini, menurut pandangan kita, tentulah mengharuskan pihak berkuasa Islam melantik hakim-hakim bukan Islam dengan mengecualikan syarat beragama Islam di dalam perlantikan itu. Pendapat sebahagian fuqaha seperti di atas, iaitu apabila mereka membenarkan orang-orang Islam bebas dari keputusan hakim Islam, kemungkinan juga dipengaruhi oleh prinsip kebebasan berakidah yang dipertahankan Islam disepanjang sejarahnya.

Lagipun konsep kedaulatan undang-undang, yang memaksa semua orang yang menetapdi dalam sebuah negara, sama ada rakyatnya atau pendatang, patuh kepada satu institusi kehakiman negara seperti yang diamalkan sekarang ini, belum lagi dikenali pada masa itu. 5. Jika kita perincikan syarat-syarat kelayakan diri pada seorang calon hakim seperti yang dibincangkan oleh fuqaha’, kita dapati bahawa syarat-syarat itu hanya khusus bagi calon hakim yang akan melaksanakan hokum-hukum Islam sahaja, seperti di dalam kes-kes kesalahan hudud, qisas, akidah, ibadat, kekeluargaan yang termasuk juga pepusakaan dan seumpamanya. Ini terbukti apabila mereka mensyaratkan seorang hakim yang perlu berilmu (mujtahid) dan mengetahui tentang sumber-sumber hukum syara’ (al-Mawardi: 73,74; Dr. Muhammad Salam Madkur: 37 dan Dr. ‘Abd al-Mun‘im Ahmad Barakah, hal: 253). Sudah tentu seorang hakim yang akan mengendalikan kes-kes hudud, atau menjatuhkan hukum di dalam kes-kes akidah, ibadat dan urusan kekeluargaan (yang melibatkan urusan perkahwinan, perceraian, pepusakaan dan seumpamanya) dikehendaki beragama Islam kerana seorang bukan Islam tentulah tidak beriman dengan hukum-hukum Islam mereka, seperti yang kita tahu, membohongi al-Qur’an dan al-Sunnah. Lagipun pengetahuan tentang sumber-sumber hukum syara’ dan juga pengetahuan tentang ijtihad berkaitan dengan hukum-hukum furu’ di dalam persoalan fiqh tidak mungkin berlaku dengan sempurna kecuali apabila seseorang itu menganut agama Islam itu sendiri. Dengan itu jelas kepada kita bahawa syarat beragama Islam yang dikehendaki oleh para fuqaha, itu adalah kerana pengamalan hukum-hukum Islam itu sendiri yang memaksanya. Dengan itu juga jelas bahawa syarat itu bukanlah syarat yang terasing dan tersendiri dan yang membabitkan ke semua mereka yang bakal menjadi hakim. 6. Jika diqiyaskan syarat-syarat kelayakan seseorang menjadi hakim kepada syarat-syarat kelayakan menjadi saksi dan beragama Islam dijadikan salah satu syarat kelayakan pada diri seorang saksi, maka sudah tentu ia juga akan menjadi syarat pada diri bakal seorang hakim.

Tetapi pendapat ini mungkin tidak tepat kerana di antara fuqaha ada yang berpendapat bahawa kesaksian bukan Islam adalah sah diterima sekalipun ia berkaitan dengan kes seorang Islam. Begitu juga beragama Islam bukanlah satu syarat berasingan dan memadai di dalam penerimaan kesaksian seseorang kerana kesaksian seorang Islam yang fasiq tidak harus diterima, begitu juga dengan kesaksian seorang Islam yang diragui, seperti terdapat permusuhan diantaranya dengan orang yang didakwa dan seumpamanya.

Lantaran itu meletakkan syarat beragama Islam sebagai sesuatu yang menghalang perlantikan seseorang bukan Islam menjjadi hakim, biarpun di dalam kelompoknya sendiri, adalah satu pendapat yang kurang tepat (Dr. ‘Abd al-Mun‘im Ahmad Barakah, hal: 254). Ibn al-Qaiyyim di dalam rumusannya berkata: “Seorang kafir kadang-kadang merupakan seorang yang adil di sisi agama dan kaumnya, benar tutur katanya, maka dengan itu kekufurannya tidak harus menjadi penghalang untuk diterima pakai kesaksiannya ke atas mereka apabila mereka bersetuju menerimanya. Sesungguhnya kita sering melihat ramai orang-orang kafir yang benar tutur kata dan beramanah hinggakan mereka menjadi terkenal dengan sifat itu di kalangan kaumnya dan juga orang-orang Islam, hinggakan hati (kita ini) merasa mudah mempunyainya, menerima berita dan kesaksiannya, sesuatu yang mungkin jarang berlaku pada diri sebilangan mereka yang menganut agama Islam.

Sesungguguhnya Allah telah mengharuskan kita bermua’malah dengan mereka, memakan makanan mereka dan Allah juga telah menghalalkan perempuan-perempuan mereka (kepada lelaki kita untuk dikahwininya). Keadaan sedemikian membolehkan kita merujuk kepada berita yang mereka sampaikan. Apabila kita diharuskan bergantung kepada berita yang mereka sampaikan yang ada kaitan dengan perkara-perkara halal dan haram, maka sudah tentu lebih utama kita diharuskan merujuk kepada berita yang mereka bawa kepada perkara-perkara berkaitan dengan diri mereka. jika anda berkata: ini adalah kerana keperluan, maka dijawab: Itu (iaitu menjadi saksi atau hakim) lebih tinggi keperluannya”. (Ibn al-Qaiyyim: 241,242).

4.0 ULASAN DAN RUMUSAN SEMENTARA

1. Di dalam sejarahnya, Islam tidak pernah menghapuskan institusi kehakiman negara-negara yang didudukinya, malah ia membiarkan orang-orang bukan Islam bebas dengan urusan agama dan kehakiman mereka. Hakim-hakim mereka dikekalkan pada tempat dan tugas masing-masing menyelesaikan apa sahaja masalah yang berlaku di kalangan mereka, khasnya urusan dalaman agama mereka sendiri.

2. Beragama Islam akan menjadi syarat kepada sesiapa yang bakal menjadi hakim untuk melaksanakan hukum-hukum Islam yang asas, sama ada di dalam kes-kes kesalahan hudud dan qisas atau urusan ibadat atau urusan kekeluargaan seperti perkahwinan, perceraian, pepusakaan dan seumpamanya, iaitu urusan-urusan yang tidak layak bagi seorang hakim bukan Islam mengadilinya kerana dia tidak beriman dengan hukum-hukum tersebut.

3. Di dalam urusan sivil lainya, selain dari urusan-urusan di atas (seperti urusan yang berkaitan dengan jual beli dan seumpamanya), hakim bukan Islam adalah layak untuk mengadilinya sekalipun ke atas orang-orang Islam jika seseorang itu dapat memenuhi pelbagai syarat kelayakan yang diperakui oleh pemeritah Islam.

4. Jika pandangan di atas diterima, sudah tentu akan wujud dua institusi kehakiman; Islam dan bukan Islam, dan dua orang hakim; Islam dan bukan Islam. Adakah hakikat ini boleh diterima oleh kedaulatan agama dan hukum Islam, negara dan masyarakatnya ? Bila kesemuanya sudah dikanunkan serta mudah pula memperolehinya, adakah harus graduan bukan Islam di pusat-pusat pengajian tinggi seperti U.I.A. di dalam bidang Ilmu Wahyu Dan Undang-undang menduduki kerusi hakim serta menghakimi kes orang-orang Islam dan bukan Islam setakat mana yang dibenarkan?

5. Bagi mengelak dari pelbagai spekulasi yang negatif dan bertindihnya tanggungjawab di antara dua institusi tersebut, dicadangkan agar institusi kahakiman bukan Islam hanya mengadili kes-kes yang berkaitan dengan ibadat, akidah, kekeluargaandan pepusakaan mereka yang tidak mampu diadili oleh hakim Islam.

6. Biarpun pandangan di atas ada rasionalnya dari sudut sejarah dan amalan salaf, tetapi ia tidak disenangi oleh sebahagian ulama mutakhir seperti Dr. ‘Abd al-Karim Zaidan dan lain-lain. Beliau sama sekali tidak bersetuju untuk membenarkan perlantikan hakim bukan Islam (dhimmi) biarpun tugasnya hanya mengadili kes orang-orang dhimmi sahaja. Di dalam bukunya Ahkam al-Dhimmiyyah wa al-Musta’minini, antara lain beliau memberi hujahnya: Jika diharuskan perlantikan seorang dhimmi menjadi hakim, menurut pendapat ulama Mazhab Hanafi, ke atas orang-orang dhimmi sahaja, apakah undang-undang yang akan digunakan ketika menjatuhkan hukumnya? Apakah dia akan menjatuhkan hukum dengan berdasarkan undang-undang Syari’at Islam ataupun syari’atnya sendiri ? Saya belum lagi menemui pendapat yang jelas dari ulama Mazhab Hanafi di dalam masalah ini. Al-Sheikh ‘Abdullah al-Maraghi telah menyebut, adalah harus bagi seorang pemeritah Islam mengendalikan kes orang-orang dhimmi dan manjatuhkan hukum berdasarkan syari’at mereka kerana seorang pemerintah Islam dituntut agar melaksanakan pelbagai kebajikan kepada orang-orang dhimmi (Al-Sheikh ‘Abdullah al-Maraghi : 19,44). Walaubagaimanapun, pendapatnya itu menimbulkan sedikit kemusykilan, kerana bagaimana harus di dalam sebuah negara Islam hakim menjatuhka hukum bukan dari syariat Islam? Bagaimanakah dilaksanakan hukum-hukum tersebut (hukum-hukum yang bukan dari syari’at Islam) jika perlaksanaannya dikehendaki menerusi kuasa pemerintah (Islam) ?

Bagaimana harus dibiarkan syari’at bukan Islam dilaksanakan di dalam negara Islam, sedangkan Syari’at Islam adalah universal, jika tidak kerana suasana darurat dan ketiadaan kuasa negara Islam ke atas negara harbi, sudah tentu ia dilaksanakan di seluruh dunia, bagaimanakah harus dikatakan syari’at ini tidak dapat dilaksanakan pada sebahagian kes atau ke atas sebahagian orang yang menetap di dalam negara Islam, pada hal masih terdapat kemudahan untuk melaksanakannya ?

Kemudian ulama Mazhab hanafi menegaskan bahawa seorang hakim itu adalah pembantu kepada Imam (pemerintah) di dalam menjatuhkan hukum di kalangan orang ramai, bagaimanakah harus bagi seorang pembantu Imam menjatuhkan hukum bukan dari Syari’at Islam sedangkan Imam sendiri adalah orang yang terikat dengan hukum itu dan dia dilarang menggunakan hukum syari’at lain? Dan lagi ulama Mazhab Hanafi berkata, diantara syarat penghakiman, hendaklah penghakiman itu dengan hukum yang hak/benar, iaitu yang sabit di sisi Allah kebenarannya bagi sesuatu kes, sama ada qat’I ataupun zahiri. Dengan itu jika seseorang hakim menjatuhkan hukum pada kes yang berbeza, maka tindakannya itu adalahtidak diharuskan kerana ia merupakan tindakan yang berasaskan kepada sesuatu yang batil, begitu juga jika dia menghakimi satu kes yang menjadi tajuk pertelingkahan fuqaha’ dan menjatuhkan hukum yang terkeluar dari pendapat seluruh fuqaha’, maka tindakannya itu tidak diharuskan kerana kebenaran yang sebenar tidak terkeluar kesemua pendapat mereka. Ini adalah pendapat ulama Mazhab Hanafi menurut laporan Imam al-Kasani. Mereka tidak membezakan di dalam pendapat ini di antara hakim Islam dan hakim dhimmi di dalam kes orang dhimmi. Seperti yang termaklum bahawa hukum yang diputuskan hakim dhimmi berdasarkan hukum-hukum syari’atnya yang sudah mansukh adalah hukum yang batil, dengan itu ia tidak diharuskan.

Dengan itu, menurtu pendapat yang terkuat, adalah tidak harus menjatuhkan hukum berdasarkan kepada hukum syari’at yang lain selain dari Islam di dalam Negara Islam sama ada dari pihak hakim dhimmi atau hakim Islam. Ini menunjukkan bahawa pendapat ulama Mazhab Hanafi lebih merupakan keharusan perlantikan bagi tujuan timbang tara (tahkim) sahaja bukannya perlantikan hakim bagi tujuan menjatuhkan hukum. Pendapat ini adalah sama seperti yang dikatakan oleh al-Mawardi… (Dr. ‘Abd al-Karim Zaidan: 598-600 dan lihat ulasan ‘Abd Kahliq al-Nawawi: 230-234) Di sini kita berhadapan dengan dua sikap, iaitu sama ada membolehkan perlantikan hakim bukan Islam atau tidak membolehkannya. Di dalam realiti masyarakat di Malaysia hari ini, apakah amalan pemerintahan Islam pada peringkat awal Islam tidak wajar diberikan perhatian ? Atau kita tidak perlu kepada mereka kerana kita mampu menyelesaikan semua kes kesalahan? Tidakkah boleh kita wujudkan satu akta kesalahan yang lengkap agar ia dapat dirujuk oleh sesiapa saja sama ada hakim Islam atau bukan Islam ketika menjatuhkan hukum? Dan pada saat ini hakim bukan Islam tidak melebihi kedudukannya dari seorang wazir tanfiz di dalam Institusi Pentaadbiran yang harus dilantik dari kalangan bukan Islam dengan tertakluk kepada syarat-syarat peribadi seperti ikhlas, beramanah, jujur (berakhlak mulia), berpengalaman dan mampu menjalankan tugas yang diamanahkan kepadanya.

5.0 PENUTUP Jawatan hakim merupakan suatu jawatan yang tinggi kedudukannya dari kaca mata syarak, hingga dikatakan lebih tinggi daripada jawatan menteri, malahan ada di antara ulama’ yang mengatakan bahawa jawatan itu sama dengan jawatan pemerintah atau sultan. Dalam membincangkan jawatan hakim ini, terdapat beberapa aspek yang perlu dititik beratkan antaranya hukum perlantikan hakim, kuasa melantik hakim, cara pemilihan hakim, cara perlantikan, lafaz perlantikan, syarat perlantikan dan permohonan jawatan hakim.Oleh itu, segala panduan dalam hendaklah berlandaskan diatas apa yang ditunutkan oleh agama Islam itu agar segala kesempurnaan dapat di kecapi di dunia mahupun akhirat.

RUJUKAN Dr. Wahbah Al-Zuhaili, Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, Damsyiq, 1405H/1985M.
Dr. ‘Abd Al-Mun’im Ahmad Barakah, Al-Islam Wa Al-Musawah Bain Al-Muslimin Wa Ghair Al-Muslimin Fi ‘Usur Al-Takrikh Al-Islami Wa Fi Al-‘Asr Al-Hadith, Mesir, Iskandariyyah:Mu’ssasat
Shabab Al-Jami’ah, 1410H/1990M. Dr. Badranabu Al-‘Ainaian Badran, Al-‘Alaqat Al-Ijtim’iyyah Bain Al-Muslimin Wag Hair Al-Muslimin, Mesir, Iskandariyyah: Muassat Al-Shabab Al-Jami’ah, 1984m.
‘Abd Al-Khaliq Al-Namawi, Al-‘Alaqat Al-Daulaiyyah Wa Al-Nuzum Al-Qada’iyyah Fi Al-Shariah Al-Islamiyyah, Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Arabi, 1394H/1974M.

 ‘Abd Karim Zaidan, Ahkam Al-Dhimmiyyin Wa Al-Musta’minin Fi Dar Al-Islam, Beirut: Mu’assat Al-Risalah, 1396H/1976M.

http://mahir-al-hujjah.blogspot.my/2008/12/bolehkah-kafir-zhimmi-menjawat-jawatan.html#!/tcmbck

http://mahir-al-hujjah.blogspot.my/2008/07/syarat-syarat-menjadi-hakim-qadhi.html#!/tcmbck