Whatsap Saya

Jawatan Kosong Kerajaan & Swasta Terkini 2020

koleksi kitab

Wednesday, October 26, 2016

SUNNATULLAH TERHADAP KEZALIMAN DAN PELAKUNYA


SUNNATULLAH TERHADAP KEZALIMAN DAN PELAKUNYA
sunnatullahKali ini kita mengambil tema tentang Ketentuan Allah yang berlaku terhadap kezaliman dan orang-orang yang berbuat zalim. Urgensi tema ini yang pertama adalah karena tema ini merupakan tema alquranul karim. Banyak kita jumpai di dalam ayat-ayat alquran kata الظلم dengan seluruh turunannya seperti ظلم، يظلم، ظلما، ظالم، مظلوم، الظالمين dan lain sebagainya. Menggambarkan bahwa tema ini adalah tema sangat penting, karena tidak mungkin alquran mengangkat tema kehidupan sementara judul tersebut tidak penting.
Kedua, melihat realitas umat yang ditimpa oleh krisis kezaliman. Krisis kezaliman lebih berbahya daripada krisis ekonomi, politik dan lain sebagainya. Kita ketahui adanya kezaliman dalam rumah tangga, bermasyarakat, kezaliman dalam berbangsa dan bernegara, dan jika hal itu dibiarkan maka akan menyeret umat manusia kepada lembah kebangkrutan. Karena kezaliman dimanapun terjadi akan membinasakan pelakunya. Ketika sebuah keluarga melakukan kezaliman, mari kita tunggu kebangkrutannya. Meskipun keluarga tersebut adalah keluarga kaya, sudah membangun dinasti kekuasaan berpuluh-puluh tahun.
Oleh karena itu, tema ini kita angkat malam hari ini tujuannya agar kita mengetahui apa itu kezaliman? Akibat yang terjadi dari kezaliman berlaku di dunia ini? kemudian mengetahui sikap yang benar dalam menghadapi kezaliman.
Makna As Sunnah Dan Azh Zhulm
Sunnah secara bahasa adalah jalan yang sudah ditentukan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak akan berubah.
سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلُ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلاً (الأحزاب: 62)
“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah”. (Al Ahzab: 62)
فَهَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا سُنَّتَ الْأَوَّلِينَ فَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ اللَّهِ تَبْدِيلاً وَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ اللَّهِ تَحْوِيلاً (فاطر: 43)
“Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang Telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu”. (Fathir: 43)
Disini kita batasi istilah “Sunnatullah” dalam masalah kezaliman. Ahli bahasa mendeskripsikan zalim sebagai “wadl’u syai’ fi ghairi mahallihi” atau meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Menurut terminologi agama, para ulama’ tafsir menjelaskan makna kata الظلم dalam alquran adalah kema’shiyatan atau kesyirikan. Jadi, setiap orang yang berbuat ma’shiyat pada dasarnya ia telah berbuat kezhaliman. Dan kezhaliman yang paling besar di dunia ini adalah syirik.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (لقمان: 13)
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. (Luqman: 13)
Kita melihat, betapa banyak manusia di dunia ini (termasuk sebagian umat islam) dizhalimi terkait dengan perut mereka, semua orang bergerak dan protes. Tetapi menghadapi kezaliman yang besar, yaitu syirik yang diiklankan, syirik menguasai dunia dan pemerintahan, sementara tidak sedikit orang yang hanya diam. Hal ini menunjukkan bahwa sikap sebagian kaum muslimin terhadap kezhaliman yang besar adalah diam.
Akibat Dari Kezaliman
a. Tidak Akan Dibiarkan Oleh Allah Ta’ala
Kezhaliman yang dilakukan oleh siapapun di dunia ini, pasti dicatat oleh Allah. Tidak ada satupun kezaliman yang dibiarkan oleh Allah Ta’ala. Hal ini dijelaskan Allah Ta’ala dalam surat Ibrahim ayat 42-47.
وَلاَ تَحْسَبَنَّ اللّهَ غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأَبْصَارُ 42} مُهْطِعِينَ مُقْنِعِي رُءُوسِهِمْ لاَ يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاء
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong”. (Ibrahim: 42-43)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: وَلاَ تَحْسَبَنَّ اللّهَ غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ (dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim). Menurut al-Raghib, kata al-ghaflah berarti al-sahwu (teledor, lalai). Dijelaskan Ahmad Mukhtar dalam Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Mu’âshirah, kata ghafala al-syay`a berarti tarakahu ihmâl[an] min ghayri nisyân (meninggalkan sesuatu karena ceroboh atau teledor, bukan karena lupa). Sedangkan al-zhulm (kezaliman) di sini menurut Abdurrahman al-Sa’di, mencakup seluruh bentuk kezaliman, baik terhadap Tuhannya, dirinya sendiri maupun terhadap sesama manusia.
Ayat ini memberikan penegasan agar kita tidak memiliki anggapan bahwa Allah Ta’ala itu lalai terhadap perbuatan orang-orang zalim. Hal ini bertujuan agar orang tidak meremehkan sebuah kezaliman, baik itu kezaliman yang dilakukan melalui media dan sebagainya. Karena kezaliman adalah haram terhadap siapapun. Allah Azza Wa Jalla tidak pernah berbuat zalim, padahal Ia adalah sang Khaliq, apalagi kita sebagai seorang makhluk. Jadi jangan sampai ada seorang muslim, meskipun terkadang niatnya baik, tetapi yang terjadi adalah sebuah kezaliman dengan lesannya, perbuatannya, keberpihakannya, TVnya, surat kabarnya, ceramahnya dan lain sebagainya. Karena semuanya akan dicatat oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tidak ada satu pun yang luput dari catatannya. Semua tindakan dan perbuatan mereka itu akan diberi balasan dengan balasan yang setimpal.
Mungkin pernah terbetik di dalam benak kita, kenapa kita yang seorang muslim, hidupnya jauh lebih sengsara, ketimbang mereka yang hidup di dalam kezaliman/kekafiran. Padahal seorang muslim hidup di atas ketaatan menyembah Allah Ta’ala, sedangkan orang kafir hidup di atas kekufuran kepada Allah.
Apa rahasia dibalik itu? Kenapa seolah-olah Allah Ta’ala membiarkan orang-orang yang berbuat zalim tersebut berkuasa berpuluh-puluh tahun, dan seolah-olah apa yang mereka lakukan adalah benar, sementara apa yang dilakukan kaum muslimin terkesan salah. Apa buktinya Allah Ta’ala tidak akan membiarkan orang zalim?
Jawabnya adalah mereka dibiarkan/ditangguhkan balasannya oleh Allah Ta’ala sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Karena Allah Ta’ala tidak lalai atas perbuatan orang zalim, maka balasan atau hukuman itu pasti ditimpakan kepada pelakunya. Hanya saja, pelaksanaan hukuman itu tidak langsung ditimpakan.
Allah Ta’ala berfirman,
سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ
“Nanti Kami akan menghukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui”. (Al-Qalam: 44)
Maksud Istidraj adalah pemberian nikmat Allah kepada manusia yang mana pemberian itu tidak diridhaiNya. Allah membuat dia lupa untuk beristighfar, sehingga dia semakin dekat dengan adzab sedikit demi sedikit, selanjutnya Allah berikan semua hukumannya, itulah istidraj.
Dari Utbah bin Amir Radhiallahu Anhu, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ تَعَالى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ
“Apabila Anda melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah”.
Kemudian Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam membaca firman Allah,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”. (Al-An’am: 44) (HR. Ahmad, Thabrani dalam Al-Kabir, dan disahihkan Al-Albani dalam As-Shahihah)
Hal ini perlu kita perhatikan, karena ada persepsi yang keliru. Ketika saudara kita dimanapun mereka berada belum. Disaat mereka belum dimenangkan Allah Ta’ala, sebagian kaum muslimin cepat memvonis bahwa itu adalah bukti bahwa dakwahnya, perjuangannya dan sebagainya keliru. Buktinya sampai sekarang mereka belum berkuasa. Kalau ukuran atau bukti dari sebuah kebenaran adalah kekuasaan, maka Cina, Rusia dan Eropa adalah benar karena mereka sedang berkuasa.
Begitu juga banyaknya harta dan keturunan bukan ukuran kebenaran. Harta dan kekayaan bukan yang akan mendekatkan diri mereka kepada Allah dan menyebabkan masuk surga. Karena sesungguhnya kaya-miskin merupakan ketentuan Allah. Dia melapangkan rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Begitu juga sebaliknya, menyempitkan rizki dan membatasinya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia sengaja membuat perbedaan itu dengan hikmah yang Dia ketahui.
b. Sulit Menerima Nasehat Kebenaran
وَأَنذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الَّذِينَ ظَلَمُواْ رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُواْ أَقْسَمْتُم مِّن قَبْلُ مَا لَكُم مِّن زَوَالٍ
“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul”. (Kepada mereka dikatakan): “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa? (Ibrahim: 44)
Pada ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan agar memberi kabar yang menakutkan kepada orang-orang yang zalim, orang-orang musyrik Makkah, yaitu tentang keluhan dan rintihan yang keluar dari mulut mereka ketika adzab menimpa mereka di akhirat nanti sambil memohon: “Wahai Tuhan kami, berilah kepada kami kesempatan yang lain lagi walaupun beberapa saat saja untuk menaati seruan Engkau dan mengikuti ajaran Rasul Engkau dengan mengembalikan kami ke dunia. Jika kesempatan itu benar-benar diberikan kepada kami pasti kami akan mengikuti perintah Engkau dan menghentikan larangan Engkau, kami benar-benar akan memurnikan ketaatan kepada Engkau saja, kami tidak akan memperserikatkan Engkau lagi wahai Tuhan kami.”
Permohonan mereka itu dijawab oleh Allah Ta’ala dengan tegas: “Bukankah kamu semua, hai orang yang zhalim, dahulu semasa hidup di dunia telah bersumpah bahwa jika kamu mati nanti tidak akan dibangkitkan lagi tidak akan dihisab?”
Mereka itu semua dilukiskan dalam firman Allah:
وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَا يَبْعَثُ اللَّهُ مَنْ يَمُوتُ بَلَى وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: “Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati.” (Tidak demikian) bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya) sebagai suatu janji yang benar dari Allah akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya”. (An Nahl: 38)
Jika kita benar-benar jujur kepada Allah Ta’ala, maka kita akan cepat merespon perintah dan laranganNya.
c. Tidak Bisa Mengambil Pelajaran Dari Peristiwa-Peristiwa Sebelumnya
وَسَكَنتُمْ فِي مَسَـاكِنِ الَّذِينَ ظَلَمُواْ أَنفُسَهُمْ وَتَبَيَّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا بِهِمْ وَضَرَبْنَا لَكُمُ الأَمْثَالَ
“Dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan”. (Ibrahim: 45)
Ayat ini memperingatkan Rasulullah dan orang-orang yang beriman, bahwa mereka pernah tinggal berdiam di negeri orang-orang yang pernah menganiaya diri mereka sendiri dan berbuat kebinasaan di muka bumi, seperti yang pernah dilakukan oleh kaum `Ad dan Tsamud, kaum Luth, Bani Isra’il, Fir’aun, Raja yang berkuasa pada masa nabi Ibrahim dan sebagainya telah jelas adzab yang ditimpakan Allah kepada mereka, bekas-bekas yang terdapat di negeri-negeri itu berdasarkan kisah-kisah yang tersebut dalam Alquran. Demikian pula Allah Ta’ala telah memberikan perumpamaan-perumpamaan bagi kaum Muslimin tentang akibat yang akan dialami oleh orang-orang yang zalim itu di dunia dan di akhirat kelak. Seandainya kaum Muslimin melakukan tindakan dan perbuatan seperti yang telah dilakukan orang-orang yang zhalim itu, pasti mereka akan ditimpa adzab pula seperti adzab yang telah ditimpakan kepada orang-orang dahulu yang zhalim itu. Karena itu, wahai kaum Muslimin, ambillah pelajaran dari kisah-kisah dan peristiwa orang-orang dahulu itu.
d. Membuat Makar Dan Tipudaya Terhadap Islam Dan Kaum Muslimin
وَقَدْ مَكَرُواْ مَكْرَهُمْ وَعِندَ اللّهِ مَكْرُهُمْ وَإِن كَانَ مَكْرُهُمْ لِتَزُولَ مِنْهُ الْجِبَالُ {46} فَلاَ تَحْسَبَنَّ اللّهَ مُخْلِفَ وَعْدِهِ رُسُلَهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
“Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi mempunyai pembalasan”. (Ibrahim: 46)
Allah Ta’ala menerangkan dalam ayat ini bahwa orang-orang kafir Makkah telah membuat rencana jahat besar untuk mematahkan perjuangan kaum Muslimin dan penutup cahaya Islam dan kebenarannya dengan menegakkan kebatilan. Tetapi mereka tidak menyadari bahwa setiap rencana jahat mereka pasti diketahui Allah, tidak ada yang tersembunyi bagi Allah sedikit pun. Karena Allah menggagalkan setiap usaha mereka, sehingga cita-cita dan tujuan mereka itu tidak akan tercapai. Sebenarnya usaha mereka itu sangat besar sehingga jika rencana itu digunakan untuk menghancur-leburkan gunung yang sangat kokoh pun akan terlaksana. Tetapi segala rencana mereka betapa pun besarnya tidak akan dapat mengalahkan mukjizat Allah, tidak dapat menghapuskan ayat-ayat-Nya dan tidak mampu menghambat perkembangan agama Islam di muka bumi.
Ayat ini mengisyaratkan kemenangan kaum Muslimin dan kehancuran orang-orang musyrik Makkah dalam waktu yang dekat. Dan ayat ini berlaku juga bagi kaum Muslimin pada masa kini, asal saja mereka meningkatkan daya dan usaha mereka, selalu sabar dan tabah menghadapi berbagai penderitaan, cobaan yang ditimpakan oleh rencana jahat orang-orang kafir.
Dan tidak akan bisa (makar mereka itu) betapa pun besarnya (dapat melenyapkan gunung-gunung) pengertiannya ialah makar tersebut dibiarkan dan tidak memberikan mudharat melainkan hanya terhadap diri mereka sendiri. Yang dimaksud dengan pengertian gunung-gunung di sini, menurut suatu pendapat adalah hakiki, yakni gunung yang sesungguhnya, dan menurut pendapat yang lain bermaksud syariat-syariat Islam yang digambarkan seperti gunung-gunung dalam hal ketetapan dan keteguhannya.
Menurut suatu qiraat yang lain “litazuula” ini dibaca “latazuulu”, yakni dengan harakat fatah pada huruf lamnya kemudian akhir fi’ilnya dibaca rafa’, maka berdasarkan qiraat ini berarti huruf in di sini adalah bentuk takhfif atau keringanan daripada huruf inna yang ditasydidkan huruf nunnya, makna yang dimaksud adalah menggambarkan tentang besarnya makar orang-orang kafir itu terhadap diri Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Akan tetapi menurut pendapat yang lain dikatakan, yang dimaksud dengan lafal al-makru ialah kekafiran mereka. Makna yang terakhir ini sesuai pula dengan apa yang disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala lainnya, yaitu,
“Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu (mendakwa Tuhan mempunyai anak), bumi belah, dan gunung-gunung runtuh”. (Maryam: 90)
Sedangkan pengertian yang pertama sesuai dengan bacaan yang tertera.
Sungguh Allah Ta’ala sekali-kali tidak akan memungkiri janji-Nya sekali pun betapa besarnya rencana jahat orang-orang kafir itu, janganlah dikira bahwa Allah akan menyalahi janji yang telah dibuat-Nya dengan para Rasul. Janji itu ialah Allah pasti menolong Rasul-rasul-Nya dan orang-orang yang beriman besertanya, sehingga mereka memperoleh kemenangan. Demikian pula Allah tidak akan menyalahi tafsirnya di waktu menafsirkan ayat ini, bahwa yang dimaksud dengan Allah dalam ayat ini ialah janji Allah mengadzab orang-orang kafir di akhirat nanti sebagaimana tersebut di dalam firman Allah Ta’ala dalam ayat sebelumnya:
إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
“Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak”. (Ibrahim: 42)
Pada akhir ayat ini Allah Ta’ala menegaskan bahwa Dia Maha Perkasa dan Maha Keras siksa-Nya; tidak seorang pun yang sanggup menghindarkan diri dari tuntutan-Nya. Dia pasti membalas dan menyiksa orang-orang yang menghalang-halangi Rasul-rasul-Nya.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika makar mereka amat mudah digagalkan. Sebab, semua tipudaya itu berada dalam genggaman kekuasaan Allah Ta’ala. Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh setiap jiwa (Lihat Ar-Ra’d: 42). Balasan Allah Ta’ala itu pasti akan datang, bahkan tidak lama.
Realitas ini pula yang dialami oleh para penentang Rasulullah. Makar kaum kafir Quraisy semuanya gagal. Sebaliknya, mereka harus menderita kekalahan besar dalam Perang Badar dan berbagai perang melawan kaum Muslim. Akhirnya, mereka pun dapat ditaklukkan dengan mudah pada Fathu Makkah.
Demikian juga yang dialami kaum Yahudi di Madinah. Yahudi Bani Qainuqa’ dan Bani Nazhir. Mereka harus diusir dari Madinah setelah mereka melakukan makar terhadap Rasulullah dan kaum Muslim. Bahkan Yahudi Bani Quraizhah, karena makar dalam Perang Ahzab, mereka—yang laki-laki dewasa—dijatuhi hukuman mati.
Realitas ini seharusnya menyadarkan kaum kafir akan kesalahan dan kesesatan mereka sehingga segera bertaubat dan mengimani agama-Nya. Selain makar mereka dipastikan gagal dan sia-sia, mereka juga diancam dengan adzab yang pedih.
“Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: “Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah”. Allah lebih mengetahui di mana dia menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya”. (Al-An’am: 124)
Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
اَلْمَكْرُ وَالْخَدِيْعَة وَالْخِيَانَة فِي النَّارِ
“Rencana jahat, tipudaya dan khianat di neraka”. (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak)
Bagi kaum Mukmin, realitas tersebut makin mengokohkan keimanan mereka, termasuk keyakinan akan kemenangan Islam dan kehancuran kaum kafir. Karena itu mereka bersabar dan tidak takut sama sekali terhadap semua makar dan permusuhan kaum kafir. Allah Ta’ala berfirman:
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلا بِاللَّهِ وَلا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ
“Bersabarlah (hai Muhammad). Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka. Jangan pula kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipudayakan”. (An-Nahl: 127)
Wallahu Ta’ala A’lam
Disampaikan pada kajian Sabtu malam, 8 Februari 2014.
(shl/darussalam)
LikeShow more reactions
Comment

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan Mesej