Whatsap Saya

Jawatan Kosong Kerajaan & Swasta Terkini 2020

koleksi kitab

Monday, October 13, 2014

Demokrasi sejatinya banyak menghasilkan masalah

Demokrasi sejatinya banyak menghasilkan masalah, bahkan masalah baru yang tidak akan pernah ada seandainya tidak dipraktikkan demokrasi. Tegasnya, demokrasi adalah sumber dari segala masalah.

Mengapa demokrasi menjadi sumber masalah? 

Karena demokrasi memberikan hak kepada Manusia (DPR) untuk membuat hukum (kedaulatan di tangan rakyat). Di titik inilah kemudian keserakahan dan ketamakan mendapat celah. Terjadilah kemudian perselingkuhan antara DPR dan Penguasa di sisi yang satu, serta Pengusaha (DPP) di sisi yang lain. Untuk apa perselingkuhan itu? Demi memuluskan jalan bagi pengusaha kapitalis untuk mengeruk dan menumpuk keuntungan yang lebih besar dan lebih cepat tentunya.

Dengan power yang dimiliki sebuah hukum (mengikat dan memaksa), efek negatif terhadap rakyat dan negara pun semakin besar. Fungsi dan tujuan utama untuk menjaga ketertiban dan keadilanpun menjadi suatu yang utopis untuk diwujudkan karena sudah dibajak oleh pengusaha kapitalis.

Dan di dalam titik ini pulalah mengapa seorang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang notabenenya adalah seorang Jenderal berbintang empat (4) menjadi tampak begitu lemah, ringkih dan tak berdaya. Meskipun katakanlah misalnya SBY berkehendak kuat untuk membela rakyatnya, namun sistem politik yang ada telah menjebak dan menyanderanya. Jadi kalau ada yang mengatakan bahwa demokrasi disandera oleh elit, maka saya mengatakan demokrasi juga menyandera para penguasa. Dua-duanya saling menyandera.

Dalam konteks korelasi demokrasi dan ekonomi, Michel Crozier dkk dalam buku mereka yang berjudul Crisis of Democracy mengatakan masa depan Demokrasi adalah paralel dengan masa depan ekonomi. Karenanya Ivanna mengatakan, di tengah kondisi krisis ekonomi global sekarang semua pertanyaan dapat saja diajukan, termasuk pertanyaan apakah dengan krisis kali ini Impian Amerika Serikat dan Eropa sebagai penjaga keamanan dan sumber kemakmuran menjadi diragukan? Begitu juga pertanyaan apakah demokrasi dan kebebasan tidak diperlukan lagi untuk mencapai kesuksesan dalam dunia modern sekarang ini?

Inilah sistem politik yang kehadirannya justru menjadi masalah dari sejuta masalah yang telah menumpuk. Upaya untuk memutus mata rantai perselingkuhan DPP menjadi semakin mustahil ketika melihat pembentuk interaksi ketiganya adalah Sekularisme yang diyakini begitu mempengaruhi dan membentuk cara pandang materialistik seseorang terhadap makna hidupnya (meaning of life).

Demokrasi sejatinya adalah ajaran dan sistem politik yang rusak sebagaimana Liberalisme, dan Kapitalisme. Ketiganya adalah sistem dan ajaran yang terlahir dari peradaban barat yang sekularistik. Sekularisme sebagaimana jamak dipahami merupakan paham yang berkembang ketika para filsuf dan agamawan melakukan kompromi terhadap persoalan apakah agama (Nasrani) ikut berperan dalam mengatur negara atau tidak. Dimana hasilnya agama tetap diakui, namun terbatas hanya dalam kehidupan spiritual individu (god is watch maker). 

Tidak dalam kehidupan sosial, apalagi negara. Sebagai gantinya, dalam sistem kenegaraan digunakan kemudian demokrasi, dalam kehidupan sosial menerapkan prinsip Liberalistik, dan dalam lapangan ekonomi menjalankan prinsip Kapitalisme. Disinilah letak kecacatan dan kelemahan sistem dan ajaran tiga ajaran tersebut di atas.

Lebih dari itu, Demokrasi sesungguhnya hanyalah alat bagi dominasi AS sebagaimana dapat dipahami dari perkataan penasehat mantan presiden AS, Bill Clinton, untuk keamanan nasional. Dalam pidatonya, tanggal 21 september 1993, ia mengatakan, “Kita harus menyebarkan demokrasi dan ekonomi pasar bebas, karena hal ini akan dapat menjaga kepentingan – kepentingan kita, memelihara kita, sekaligus menunjukkan nilai – nilai anutan kita, yaitu nilai – nilai Amerika yang luhur”.

Begitu pula G. W. Bush di tahun 2003 pernah mengatakan “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi”

Berdasarkan fakta konsep demokrasi tersebut di atas, mustahil kiranya berharap pengelolaan energi di negeri ini bisa menjadi lebih baik dan profesional, apalagi berpihak kepada kepentingan rakyat. [Jurnal Ekonomi Ideologis/Hatta]
M. Hatta adalah peneliti Institut Ekonomi Ideologis, tinggal di Banjarmasin.

Rujukan :

Wibowo, I. 2011. Negara dan Bandit Demokrasi, Jakarta: Kompas.
Wadjdi, Farid. 2010. Menantang Amerika, Menyingkap Imperialisme Amerika Di Bawah Obama, Bogor: Al Azhar Press.
Ivanna KLYMPUSH-TSINTSADZE. 2009. dalam World in Crisis: Security Implications and Challenges for Wider Europe.
Michel Crozier, dkk. 1975. The Crisis Of Democracy, United State of America: New York University Press.

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan Mesej