Whatsap Saya

Jawatan Kosong Kerajaan & Swasta Terkini 2020

koleksi kitab

Saturday, March 5, 2016

HUKUM ISLAM DITOLAK OLEH UMAT ISLAM SENDIRI

HUKUM ISLAM DITOLAK OLEH UMAT ISLAM SENDIRI (ironis)
Itulah malapetaka paling memilukan dewasa ini. Di hampir semua negeri muslim, nyaris hukum Islam dan syariat Allah ditolak mentah-mentah, bukan oleh siapa-siapa, tetapi orang umat Islam sendiri. Naudzubillah.

Kalau yang menolaknya orang kafir, tentu wajar. Namanya juga orang kafir, pasti tidak suka dengan hukum Islam. Persis tragedi yang terjadi tgl 18 Ogos 1945, ketika kalangan Kristen mengancam akan keluar dari NKRI bila 7 kata dalam piagam Jakarta tidak dicoret, yaitu : Dengan kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Para Pemeluknya
Tapi yang paling membuat hati ini hancur berkeping-keping adalah bahwa mereka yang menolak diterapkannya hukum Islam adalah umat Islam sendiri. Mereka yang meletakkan dahi di atas tanah 17x2 kali dalam sehari untuk bersujud kepada Allah. Dan boleh jadi mereka bergelar pak dan bu haji, alias sudah bolak-balik ke tanah suci.
Bukti bahwa hukum Islam ditolak mentah-mentah di hampir semua negeri mayoritas muslim adalah fakta bahwa partai-partai Islam yang mengusung tegaknya syariat Islam belum pernah menang.
Kalau pun sempat menang, seperti yang dialami FIS di ALjazair atau REFAH di Turki, kemenangan itu sifatnya sementara saja. Di hampir semua negeri muslim, partai-partai yang mengusung tegaknya syariat Islam bubar dan berguguran. Tidak ada yang memilih, kecuali kalangan terbatas sekali.
Di Indonesia sendiri, era partai Islam tinggal kenangan saja. Dulu ada Masyumi, tapi tidak pernah menang. Lalu ada PPP, juga tidak pernah menang. Ketika zaman Reformasi, ada banyak sekali partai yang mengusung syariat Islam. Tetapi sekarang, tak satu pun tersisa.
Sebagian bubar jalan karena terkena electoral trashold, sebagain lagi berganti kelamin menjadi partai yang tidak memperjuangkan syariat Islam. Atau mungkin sebenarnya masih memperjuangkan diam-diam, tapi hanya semacam agenda terselubung saja. Kalau terus terang punya visi dan misi ingin menegakkan syariat Islam, rasanya sudah tidak ada lagi. Tinggal kenangan masa lalu.
Biang keladi dari semua kisah sedih di atas adalah bahwa ternyata tidak mentang-mentang beragama Islam, lantas umat ini setuju dengan agenda untuk menegakkan syariat Islam. Seolah-olah syariat Islam itu menjadi the common enemy (musuh bersama) bagi manusia dan kemanusiaan.
Pertanyaan besarnya : Kenapa justru umat Islam yang phobi dan antipati kepada hukum syariat Islam?
Jawabannya sederhana, yaitu 200 juta bangsa Indonesia yang muslim ini tidak pernah mendapatkan hak mereka untuk mengecap pendidikan syariah sejak dini hingga dewasa. Ilmu syariah jadi barang langka. Belum tentu setiap pengajian mengajarkannya. Apalagi bangku sekolah dan kampus, tidak ada mata kuliah syariah.
Jadi bangsa Indonesia yang mayoritas muslim ini memang jahil, bodoh, awam dan asing dengan ilmu syariah. Karena mereka memang tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk berkenalan dan mempelajarinya.
Lucunya, para ustadz yang sering nongol di TV pun jarang yang membahas ilmu-ilmu syariah. Mungkin juga karena belum tentu mengerti ilmu syariah. Sebab untuk bisa menguasainya, musti mondok di pesantren minimal 6 tahun. Dan harus kuliah di fakultas syariah 8 semester / 4 tahun. Jadi setidak-tidaknya 10 tahun belajar ilmu syariah, baru kemudian bisa ngajar.
Sementara para da'i tiap hari muncul yang baru. Sayangnya mereka cuma dilatih pintar bicara dan pidato, pandai melawak dan hobi membuat yel-yel. Mereka tidak pernah diproduksi untuk menjadi ustadz yang mengajar ilmu syariah. Mereka lebih merupakan produk instan, yang penting bisa mengocok perut.
Buktinya, kalau kita tanya tentang kasus pembagian waris, mereka pun pada bingung menjawabnya. Lha kalau ustadznya saja bingung, gimana murid-muridnya.
Maka di tengah minimnya orang yang mengerti syariat Islam, pantas saja partai yang ingin menegakkan syariat Islam tidak laku dan tidak ada yang memilih.
Maka kalau kita memaksa para pengurus partai itu untuk mengusung agenda menegakkan syariat Islam, kita malah kasihan. Sebab sudah bisa dipastikan partainya tidak akan ada yang memilih.
Maka tugas utama dakwah kita hari ini adalah memberi penyadaran tentang pentingnya ilmu syariah. Buat apa diperjuangkan di parlemen, kalau umat Islam sendiri masih banyak yang awam. Jangankan bagi waris, ilmu tentang batal dan tidaknya shalat pun tidak diketahuinya.
(bersambung)
HUKUM ISLAM DITOLAK OLEH UMAT ISLAM SENDIRI (bag. 2)
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=452309811453013&id=100000219936471
Di bagian kedua ini saya akan bicara tentang bagaimana kita umat Islam tanpa sadar sudah 'menolak' tegaknya syariat Islam. Penolakan itu lewat kejahilan dan keawaman mereka terhadap ilmu syariah yang terus mereka pelihara, sementara slogan mereka adalah menegakkan syariah Islam.
Kalau di bagian pertama, kita bicara tentang bagaimana partai-partai Islam yang langganan kalah tidak dapat suara di ajang pemilu, maka di bagian kedua ini kita akan bicara pada sisi yang satunya lagi, yaitu tentang kelompok yang sering disebut sebagai sempalan, teroris atau kelompok ekstrim kanan.
Perlu diketahui bahwa meski sama-sama berniat memperjuangkan tegaknya syariat Islam, namun secara garis besar kecenderungannya terbagi dua.
Ada kelompok umat Islam yang berjuang secara inside, yaitu dengan cara mendirikan partai, berdemokrasi, ikut pemilu plus money politiknya sekalian. Dan, sayangnya, meski sudah menghalalkan segala cara, ternya tidak pernah menang juga sampai hari ini.
Dan ada lagi kelompok yang berjuang secara jalur outside, mereka anti demokrasi, anti pemerintah, anti partai dan pemilu. Mereka adalah kelompok 'pemberontak' yang ingin menjatuhkan pemerintahan lewat revolusi, lalu diproklamasikan negara Islam. Tujuannya jelas, hancurkan NKRI dan ganti dengan negara Islam, khilafah, atau apa lah sebutannya.
Tetapi kelompok yang kedua ini pun belum pernah berhasil mewujudkan apa yang mereka cita-citakan. Selain karena mereka ditumpas, pemimpinnya dihukum mati, anggotanya ditangkapi, juga ada yang pengikutnya sudah 'dibeli' oleh penguasa. Sehingga cita-cita semula yang sangat ideal itu hanya tinggal kenangan.
Alih-alih mempersiapkan generasi yang 'melek' syariah, yang mereka lakukan justru mengotori citra syariah itu sendiri. Masak sih kalau tujuannya mau menegakkan syariah, malah meledakkan bom dan teror dimana-mana?
Lucunya, kelompok ini pun sesungguhnya tidak pintar-pintar amat dalam ilmu syariahnya. Kita tidak menemukan dari kelompok ini doktor dan profesor di bidang hukum dan syariah Islam.
Kelompok cukup banyak di dunia Islam. Tapi jamaah yang paling menjadi inspirator dan guru besar adalah jamah takfir wal jihad yang berkedudukan di Mesir, di masa tahun 70-an.
Kelemahan fatal dari kelompok ini adalah kurang penguaaan ilmu syariah pada level pemimpin dan elitnya. Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa mereka bukan tidak punya ilmu, tetapi mereka kurang ilmu. Ilmunya hanya sepotong-sepotong saja, tidak utuh dan akhirnya malah jadi aneh bin ajaib.
Contoh nyata dari kurangnya ilmu syariah yang mereka miliki adalah ketika mereka mengkafirkan seluruh umat Islam yang tidak mau berbai'at kepada mereka. Tidak hanya sampai disitu, mereka juga menghalalkan nyawa umat Islam. Karena itu kalau meledakkan bom, mereka tidak pandang bulu, muslim atau kafir, sama-sama halal darahnya.
Perbedaan antara kafir harbi dan kafir zimmi nyaris tidak ada. Sehingga mereka menghalalkan untuk membunuh nyawa siapa pun orang yang tidak beragama Islam.
Namun untungnya, setelah bertahun-tahun malang melintang di jagad dunia Islam, akhirnya para pemimpinnya menyadari kekeliruan paham mereka. Mereka pun memerintahkan para anggotanya untuk kembali belajar ilmu syariah yang benar sesuai dengan manhaj para ulama.
Kitab-kitab Dr. Yusuf Al-Qardawi yang dahulu mereka haramkan, justru sekarang mereka pelajari. Bahkan diwajibkan untuk dibaca dan dikaji secara mendalam oleh para pemimpin kelompok itu.
Maka para teroris itu balik lagi ke majelis ilmu, untuk dari awal mengaji ilmu-ilmu syariah, sambil memohon ampun atas kekeliruan paham mereka selama ini.
Dan jamaah itu menerbitkan tidak kurang dari 15 jilid kitab syariah, yang isinya mengoreksi total paham keliru mereka selama ini. Semacam kitab yang intinya mengoreksi kesalahan-kesahalan diri sendiri.
Ketika saya diceritakan hal ini oleh Dr. Yusuf Al-Qaradawi, air mata saya meleleh. Wahai, betapa ksatria mental mereka. Padahal mereka itu guru dari para teroris dunia, Usamah bin Laden dan Ayman Az-Zqawahiri termasuk fans dan cucu murid mereka.
Tapi mereka dengan ksatria mau mengakui kesalahan ijtihad yang selama ini mereka perjuangkan mati-matian. Dan dengan rela duduk tekun mengaji, membuka kembali kitab-kitab turats para ulama, dan mendalami satu per satu hukum-hukum syariah, hingga mereka betul-betul mengerti.
Sayangnya, murid dan cucu murid mereka di negeri ini, belum mengikuti langkah para senior dan guru besar mereka. Masih asyik dengan obsesi bikin teror dan bunuh-bunuhan.
Padahal saat dahulu terjadi perang Afghan, pemimpin besar Mujahidin di masa itu, Dr. Abdullah Azzam, yang amat dihormati oleh seluruh lapisan dan sekte-sekte mujahidin se-Afghan, malah mendirikan kampus di Peshawar.
Hal itu dilatar-belakangi dari kenyataan bahwa rupanya ribuan pemuda Islam yang ikutan jihad di Afghan, rata-rata masih angat awam dengan ilmu agama. Semangat jihad berkobar tapi ilmu syariah yang mereka miliki sangat dangkal. Islam yang mereka kenal hanya kulit-kulit terluarnya saja.
Semangat jihad dan mati syahid yang tinggi, tapi kalau ilmunya kurang, malah justru berbahaya. Karena itu Dr. Abdullah Azzam mewajibkan para mujahidin untuk kuliah lagi, belajar lagi, mengaji lagi, dan mendalami ilmu-ilmu syariah.
Kalau pas libur musim panas, ada kegiatan ekstra kurikuler, yaitu masuk front peperangan ikut jihad. Biasanya begitu masuk semester berikutnya, jumlah mahasiswa tidak utuh, beberapa di antara mereka ada yang mati syahid.
Maka banyak para mantan Mujahidin Afghan di masa itu, yang ketika pulang ke negeri masing-masing, berprofesi sebagai guru ngaji. Untung waktu di Afghan mereka sempat kuliah ilmu syariah di Peshawar.
Tapi sepeninggal Abdullah Azzam, kebanyakan mujahidin hanya belajar bikin peledak, ranjau dan bom. Padahal bagaimana aturan shalat qadha, jama' dan qashar saja mereka tidak mengerti. Maka begitu pulang ke negerinya, yang bisa mereka lakukan cuma bikin bom, tidak bisa jadi guru ngaji. Jangankan mengajar ngaji, lha wong mbaca Quran saja masih terbata-bata.
Inilah problem besar penegakan syariah Islam yang terjadi di tengah kita. Ternyata para mujahidin pun belum selesai belajar ilmu syariahnya.
Padahal yang mereka kobarkan adalah jihad fi sabilillah, yang konon tujuannya adalah menegakkan syariah Islam. Tetapi mereka justru tidak pernah belajar ilmu syariah yang mereka perjuangkan itu.
Hmmm sungguh ironis. . . .

1 comment:

  1. kalau hukum syariat islam di tegakkan di negara bakal ada perang saudara muslim dan non muslim.

    ReplyDelete

Tinggalkan Mesej